Jumat, 14 Oktober 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH ALI IMRAN AYAT 81

 


Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” (QS 3: 81)

Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Qur’an biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam Al-Qur’an. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan perkataan-Nya, sehingga apa yang tertulis di dalamnya diyakini sebagai kata-kata Allah sendiri. Hal ini yang membuat Al-Qur’an dihormati sebagai sesuatu yang suci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang sesuai perintah Allah (QS al-Maidah: 33).

Selain itu juga umat islam melihat Al-Qur’an sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah telah mengatakan bahwa diri-Nya telah memudahkan ayat-Nya sehingga umat dapat dengan mudah memahami. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Dan apa yang dikatakan Allah itu sangatlah mudah dan jelas. Kutipan kalimat Allah di atas sebenarnya terdiri dari 3 kalimat, namun yang ditampilkan di atas hanya kutipan kalimat pertama. Dan pada kutipan kalimat pertama ini, kata “ingatlah” yang ada dalam tanda kurung bukanlah kata-kata Allah, melainkan tambahan kemudian yang berasal dari manusia.

Berhubung Allah sudah berfirman bahwa wahyu-Nya itu jelas dan mudah, maka makna kalimat Allah di atas pun demikian. Tafsirannya sangat jelas. Hal ini bisa dibaca pada catatan kaki yang ada dalam Al-Qur’an. Pada Al-Qur’an terbitan CV. Pustaka Agung Harapan, tafsiran kalimat Allah di atas dijelaskan pada catatan kaki nomor 130. Di sana dikatakan, “Para nabi berjanji kepada Allah swt, bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan beriman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula para umatnya.” Jadi, dengan sangat mudah ulama islam menafsirkan kata “rasul” dalam kalimat Allah di atas dengan merujuk pada sosok Muhammad.

Benarkah tafsiran tersebut di atas? Tulisan ini tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Kami tidak hendak menilai benar atau salah. Kami hanya mengulas kalimat Allah tersebut dan berupaya menyandingkan tafsiran tadi. Dari kajian logis ditemukan beberapa persoalan atas kutipan kalimat Allah di atas.

Terlebih dahulu harus dipahami dan disadari konteks turunnya wahyu, tidak hanya surah Ali Imran ayat 81 saja, tetapi semua wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an. Konteksnya adalah Allah berbicara kepada Muhammad. Umat islam percaya bahwa hanya Muhammad seorang sebagai penerima wahyu Allah, tidak ada yang lain. Artinya, Muhammad adalah satu-satunya lawan bicara Allah. Dialah yang mendengarkan setiap wahyu Allah, yang kemudian ditulis dan jadilah kitab yang bernama Al-Qur’an. Jadi, konteksnya adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan.

Seperti yang telah disampaikan di atas, umat islam yakin apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan perkataan Allah. Dengan demikian, kutipan ayat di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Jadi, waktu itu Allah berfirman kepada Muhammad: Dan, ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Secara linguistik dan akal sehat, kutipan kalimat ini bukanlah berasal dari Allah. Patut dicurigai ia berasal dari manusia. Ini terlihat dari adanya kata “Allah”. Jika tetap berpegang bahwa kutipan ini berasal dari Allah, maka siapakah yang dimaksud dengan “Allah” dalam wahyu Allah ini? Tidaklah mungkin “Allah” yang disebut adalah juga Allah yang berbicara, karena hal ini jelas-jelas menyalahi logika akal sehat. Dengan demikian, kalimat Allah ini secara implisit memperlihatkan bahwa Allah islam itu ada DUA, yaitu Allah yang berbicara dan Allah yang membuat perjanjian dengan para nabi. Jika kutipan kalimat Allah ini sungguh berasal dari Allah dan Allah hanya ada satu, seharusnya Allah yang berbicara tidak menggunakan kata “Allah”, tetapi harus kata “Aku”.

Persoalan lain dari kutipan wahyu Allah di atas tampak pada masalah historis. Dalam kalimat Allah itu dikutip klausul “perjanjian” Allah dengan para nabi: “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Menjadi pertanyaan kapan perjanjian tersebut dibuat, dan dimana perjanjian itu dituliskan atau “naskah” perjanjian itu ada dimana? bisa dipastikan tak ada kesepakatan ulama islam atas masalah ini, khususnya terkait waktu. Hal ini bisa menimbulkan pertanyaan lanjutan seperti kenapa Allah tidak langsung memberi tahu hal ini, bagaimana mungkin Allah yang mahatahu tidak tahu, yang semuanya membuat orang berkesimpulan Al-Qur’an bukan kitab yang sempurna. Terkait pertanyaan “dimana” tentulah ulama islam langsung mengatakan kitab Taurat dan Injil. Namun jika ditanya dimana persisnya, mereka hanya mengulangi kata-kata Allah bahwa umat Yahudi dan Kristen telah menyembunyikannya. Sayangnya, mereka tidak bisa membuktikan hal itu, sehingga pernyataan soal penyembunyian itu hanyalah ucapan kosong belaka.

Sekarang kita lihat ulasan atas kutipan kalimat Allah di atas. Kita mengandaikan kutipan itu merupakan kata-kata Allah, yang disampaikan kepada Muhammad. Perkataan Allah ini sebenarnya ditujukan kepada orang Yahudi dan Kristen. Hal ini terlihat dari kaitan dengan ayat-ayat sebelumnya (ayat 72 – 78). Dengan kata lain, Allah meminta agar Muhammad menyampaikan pernyataan-Nya itu kepada mereka. Bila mengaitkan dengan tafsiran ulama islam, artinya Muhammad diminta Allah untuk menyampaikan perjanjian Allah dengan para nabi Yahudi dan Kristen bahwa saat datang seorang Rasul bernama Muhammad, dan mereka harus beriman kepadanya dan menolongnya.

Jika seperti ini yang terjadi, dapat dipastikan orang Yahudi dan Kristen saat itu akan tertawa terpingkal-pingkal. Dan bukan tidak mustahil tudingan bahwa Muhammad berbohong akan terlontarkan, sebagaimana bisa dijumpai juga dalam ayat-ayat Al-Qur’an (QS 25: 4; QS 21: 5; QS 30: 58; QS 32: 3, dll). Setidaknya ada 2 alasan orang Yahudi dan Kristen bersikap demikian.

1.     Bagi orang Yahudi dan Kristen, tidak akan ada rasul berasal dari luar bangsa Yahudi. Kitab Suci dua agama ini berisi sejarah keselamatan manusia yang dimulai dari bangsa Israel. Mungkin orang bertanya kenapa bangsa Israel? Hal ini lantaran pilihan Allah. Allah telah memilih bangsa Israel untuk keselamatan umat manusia, yang bagi umat kristiani berpuncak pada peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus. Kenapa Allah memilih Israel? Ini mutlak hak preogatif Allah. Sejarah keselamatan Allah ini tertulis dalam kitab suci, dan sekali lagi di sana sama sekali tidak ada janji Allah tentang kedatangan seorang rasul atau utusan yang bukan dari bangsa Israel.

2.     Dapat dipastikan kalimat Allah di atas turun di Madinah. Kita tidak tahu persis tahun berapa turunnya. Tentulah orang Yahudi dan Kristen yang ada di Madinah menolak pernyataan ini. Bagi mereka, tidak mungkin Allah memanggil manusia dengan moral rendah. Sejarah islam di Madinah tentulah tak luput dari peristiwa Muhammad menikahi anak gadis usia 6 tahun dan berhubungan seksual dengan anak usia 9 tahun, menikah dengan menantunya sendiri, serta menikah dengan begitu banyak wanita. Belum lagi soal tangan Muhammad yang penuh berlumuran darah.

DEMIKIANLAH ulasan logis atas surah Ali Imran ayat 81. Dari kajian ini terlihat jelas kalau wahyu Allah ini, jika dipahami sesuai konteks dan berdasarkan ilmu bahasa, menampilkan beberapa kejanggalan. Dengan kata lain, wahyu Allah ini tidak masuk akal. Tafsiran atasnya pun bermasalah. Semua ini hendak menunjukkan bahwa Al-Qur’an, atau setidaknya kutipan ayat di atas, bukanlah wahyu Allah. Sudah sejak jaman Muhammad di Mekkah ada pernyataan dari orang-orang kafir kalau Al-Qur’an merupakan hasil rekayasa Muhammad (QS al-Anbiya: 5). Bukan tidak mustahil jika kalimat Allah di atas juga adalah hasil rekayasa Muhammad.

Lingga, 27 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar