Jumat, 16 September 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH ALI IMRAN AYAT 6

 


Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia. (QS 3: 6)

Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Qur’an biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam beberapa surah Al-Qur’an. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan perkataan-Nya, sehingga ia dikenal juga sebagai kalam Allah. Karena itu, Al-Qur’an dihormati sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).

Selain itu juga umat islam melihat Al-Qur’an sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah telah mengatakan bahwa diri-Nya telah memudahkan ayat-Nya sehingga umat dapat dengan mudah memahami. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Dan apa yang dikatakan Allah itu sangatlah mudah dan jelas. Kutipan kalimat Allah di atas terdiri dari 2 kalimat dengan makna yang berbeda. Kalimat pertama hendak menegaskan bahwa Allah-lah yang membentuk manusia dalam rahim, yang tentunya adalah rahim ibu. Sedangkan kalimat kedua mau menegaskan ketauhidan Allah. Makna kalimat kedua ini tertulis dalam kata-kata Allah itu sendiri, “Tidak ada tuhan selain Dia.” Tuhan islam itu hanya ada SATU, yaitu Allah SWT. Dengan demikian, ini menegaskan betapa ayat atau wahyu Allah itu jelas dan mudah.

Dengan kata lain, tidak ada masalah dengan kutipan kalimat Allah di atas. Akan tetapi, bila kutipan tersebut ditelaah dengan nalar akal sehat dan dengan memperhatikan konteks turunnya wahyu, terlihat jelas kutipan tersebut bermasalah. Seperti apa masalahnya?

Terlebih dahulu harus dipahami dan disadari konteks turunnya wahyu, tidak hanya surah Ali Imran ayat 6 saja, tetapi semua wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an. Konteksnya adalah Allah berbicara kepada Muhammad. Umat islam percaya bahwa hanya Muhammad seorang sebagai penerima wahyu Allah, tidak ada yang lain. Artinya, Muhammad adalah satu-satunya lawan bicara Allah. Dialah yang mendengarkan setiap wahyu Allah, yang kemudian ditulis dan jadilah kitab yang bernama Al-Qur’an. Jadi, konteksnya adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan.

Seperti yang telah disampaikan di atas, umat islam yakin apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan perkataan Allah. Dengan demikian, kutipan ayat di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Seperti itulah, waktu itu, Muhammad mendengar, dan kemudian ditulis. Jadi, waktu itu Allah berfirman kepada Muhammad, “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia.” Siapakah yang dimaksud dengan DIA dalam wahyu Allah ini? Tentu saja umat islam langsung mengatakan bahwa yang dimaksud dengan DIA adalah Allah. Akan tetapi, apakah Allah yang dimaksud adalah Allah yang berbicara? Tentulah bukan. Jika Allah yang dimaksud adalah Allah yang berbicara jelas-jelas menyalahi logika akal sehat.

Mari kita lihat perbandingan. Saya berbicara dengan Anda. Saya katakan, “Dia yang memasak makanan ini. hanya Dia yang memasaknya.” Pertanyaan sederhana, apakah “dia” dalam kalimat saya itu merujuk pada diri saya? Tentu saja tidak. “Dia” di sini adalah sosok lain selain saya dan juga Anda. Demikian pula dengan kalimat Allah di atas. “DIA” itu adalah sosok lain selain Allah yang berbicara dan juga Muhammad. Karena DIA itu dimaknai sebagai Allah, maka haruslah dikatakan ada DUA Allah, yaitu Allah yang berbicara dan Allah yang “membentuk manusia dalam rahim menurut yang kehendaki-Nya.” Jika Allah yang berbicara adalah juga Allah yang membentuk manusia, seharusnya redaksi kalimat Allah demikian: “Akulah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Kukehendaki. Tidak ada tuhan selain Aku.” Atau bisa juga menggunakan kata ganti “Kami”.

Jadi, Allah islam itu DUA, bukan satu. Lantas, bagaimana kesimpulan ini didamaikan dengan kalimat kedua? Bukankah kalimat kedua menegaskan Allah itu hanya ada satu? Secara tidak langsung ini mau menunjukkan bahwa wahyu Allah bertentangan dengan dirinya sendiri. Maksud hati mengatakan Allah ada satu, eh malah ketahuan Allah ada dua. Di sinilah hendak diperlihatkan kekacau-balauan wahyu Allah. Beberapa ahli mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan hasil pemikiran orang yang kacau balau. Dengan demikian dapatlah disimpulkan Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah, melainkan rekayasa manusia.

Mengatasi problem ini ada ulama mengatakan bahwa kalimat Allah di atas dimaksudkan agar Muhammad menghafal untuk disampaikan ulang kepada para pengikutnya. Dengan kata lain, saat itu Allah sedang mendikte agar Muhammad mengulang kembali perkataan-Nya. Ada pula yang mengatakan bahwa kutipan ayat di atas diucapkan oleh Jibril kepada Muhammad. Benarkah argumentasi ini? Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, jika maksudnya Allah sedang mendikte Muhammad, seharusnya saat itu Allah berkata kepada Muhammad, “Katakanlah: Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia.” Wahyu Allah dengan redaksi “Katakanlah ….” banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Lantas, kenapa dalam QS Ali Imran ayat 6 ini redaksi tersebut tidak muncul. Apakah Allah lupa? Ataukah Allah tidak paham bahasa? Kembali hal ini menegaskan Al-Qur’an, atau setidaknya QS Ali Imran ayat 6, bukanlah wahyu Allah, melainkan rekayasa manusia.

Kedua, jika yang berbicara pada Muhammad waktu itu adalah Jibril, bukankah ini bertentangan dengan pendapat umum bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang langsung dari Allah kepada Muhammad. Ada banyak ayat Al-Qur’an menegaskan hal ini. Akan tetapi, tentu saja umat islam membela diri dengan mengatakan bahwa beberapa ayat Al-Qur’an menegaskan juga Jibril menurunkan Al-Qur’an (QS al-Baqarah: 97; QS an-Nahl: 102; QS asy-Syuara: 192-193; QS an-Najm: 4-5, 10; dan QS at-Takwir: 19). Nah, mana yang benar? Mungkin beberapa ayat diturunkan oleh Allah, ayat-ayat yang lain diturunkan oleh Jibril, utusan Allah. Namun, ada beberapa ayat Al-Qur’an mengatakan bahwa wahyu Allah diturunkan sebagai KITAB, bukan ayat (QS Ali Imran: 3, 7). Artinya, sudah jadi buku. Tentu ada ulama akan mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan langsung sebagai kitab tetapi berangsur-angsur, sebagaimana dikatakan Allah (QS al-Insan: 23). Nah, mana yang benar? Tentulah membingungkan. Hal ini seakan menegaskan pendapat orang bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang membingungkan, karena dihasilkan dari pikiran orang yang bingung. Kembali hal ini menegaskan Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah, melainkan rekayasa manusia.

Terlepas dari kekacauan dan pertentangan tersebut, apabila kutipan ayat di atas diucapkan oleh Jibril kepada Muhammad, seharusnya redaksi kalimatnya adalah, “Allah berfirman, Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia.” Bukankah Jibril itu utusan Allah, yang bertugas menyampaikan wahyu Allah? Jadi, dia seharusnya menyampaikan “Allah berfirman, …..” Wahyu Allah dengan redaksi seperti ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Lantas, kenapa dalam QS Ali Imran ayat 6 ini redaksi tersebut tidak muncul. Apakah Jibril lupa? Ataukah Jibril tidak paham bahasa? Sekali lagi hal ini menegaskan Al-Qur’an, atau setidaknya QS Ali Imran ayat 6, bukanlah wahyu Allah, melainkan rekayasa manusia.

DEMIKIANLAH telaah logis atas surah Ali Imran ayat 6. Dari kajian ini terlihat jelas kalau wahyu Allah ini, jika dipahami sesuai konteks, menampilkan beberapa kejanggalan. Dengan kata lain, wahyu Allah ini tidak masuk akal. Semua ini hendak menunjukkan bahwa Al-Qur’an, atau setidaknya kutipan ayat di atas, bukanlah wahyu Allah. Sudah sejak jaman Muhammad di Mekkah ada pernyataan dari orang-orang kafir kalau Al-Qur’an merupakan hasil rekayasa Muhammad (QS al-Anbiya: 5). Bukan tidak mustahil jika kalimat Allah di atas juga adalah hasil rekayasa Muhammad.

Lingga, 15 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar