Jumat, 23 September 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ANBIYA AYAT 111

 


Dan aku tidak tahu, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai waktu yang ditentukan. (QS 21: 111)

Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman yang berasal dari Allah sendiri. Firman itu disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Berhubung Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, maka setelah mendapatkan firman Allah itu dia langsung mendiktekan kepada pengikutnya untuk ditulis. Semua tulisan-tulisan itu kemudian dikumpulkan, dan jadilah kita yang sekarang dikenal dengan nama Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah sendiri. Tak heran bila umat islam menganggap kitab tersebut sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qr’an adalah juga penghinaan terhadap Allah, dan orang yang melakukan hal tersebut wajib dibunuh. Ini merupakan kehendak Allah sendiri, yang tertuang dalam Al-Qur’an (QS al-Maidah: 33).

Keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah didasarkan pada firman Allah sendiri. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an, yang merupakan perkataan Allah, yang mengatakan hal tersebut. Al-Qur’an diturunkan agar menjadi petunjuk bagi umat islam. Setiap umat islam wajib mengikuti apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an. Untuk kemudahan ini maka sengaja Allah mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan (QS al-Qamar: 17). Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah kitab yang sudah jelas dan mudah dipahami.

Berangkat dari keyakinan umat islam ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan merupakan perkataan Allah. Apa yang tertulis di atas merupakan kata-kata Allah sendiri yang disampaikan kepada Muhammad. Kutipan di atas hanya terdiri dari 1 kalimat majemuk. Jadi, sesuai konteksnya, waktu itu Allah berbicara kepada Muhammad, “Dan aku tidak tahu, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai waktu yang ditentukan.” Kalimat Allah inilah yang kemudian diminta Muhammad ke pengikutnya untuk ditulis.

Bagi yang punya akal sehat, ketika membaca ayat ini, yang diyakini kata-kata Allah kepada Muhammad, langsung menemukan keanehan dan ketidak-jelasan. Pertama-tama orang langsung bingung makna dari kalimat Allah ini. Orang kesulitan menemukan maknanya, sekalipun sudah mengaitkan dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

Kebingungan semakin bertambah ketika mengaitkan kalimat Allah tersebut dengan konteks wahyu. Ingat, konteks wahyu adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan. Apa yang didengar Muhammad, itulah yang kemudian ditulis. Dengan demikian, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an, sebagai surah al-Anbiya ayat 111, merupakan perkataan Allah yang didengar oleh Muhammad. Ketika kalimat Allah itu ditempatkan pada konteksnya, bagi yang punya nalar akal sehat, langsung merasakan keanehannya. Allah berbicara kepada Muhammad, dan mengucapkan, “Dan aku tidak tahu, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai waktu yang ditentukan.” Dari kalimat ini langsung ketahuan Allah tidak tahu. Kita tidak tahu apa yang tidak diketahui oleh Allah. Inilah kekacauan logika Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan kalau Al-Qur’an itu, atau setidaknya kutipan kalimat Allah di atas, bukanlah wahyu Allah.

Mungkin ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kutipan wahyu Allah ini kata “aku” bukan berarti Allah. Karena itulah, dalam Al-Qur’an, penulisan kata tersebut tidak menggunakan huruf kapital. Benarkah logika ini? Tentu saja tidak. Dengan mengatakan kata “aku” bukan berarti Allah, langsung terlihat tafsiran tersebut keluar dari konteksnya. Ingat, konteks wahyu adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan. Ketika Allah berbicara, tentulah tidak ada kejelasan apakah Allah memakai huruf kapital atau tidak. Yang pasti Allah menyebut kata “aku”. Sebagai perbandingan, saya berbicara dengan Anda, dan berkata, “Kemarin aku makan roti.” Apakah kata “aku” dalam kalimat itu berarti bukan saya. Orang yang masih waras tentulah mengatakan “aku“ di sini merujuk pada orang yang berbicara. Jadi, pada kutipan kalimat Allah di atas, kata “aku” itu berarti Allah; dan Allah itu tidak tahu. Bagaimana mungkin Allah yang mahatahu menjadi tidak tahu?

Selain “aku” ada juga kata ganti “kamu”. Kedua kata ganti ini tidak jelas merujuk kepada siapa? Memang, sesuai konteksnya, kata “aku” itu merujuk pada Allah yang berbicara, dan kata “kamu” merujuk pada “Muhammad” sebagai lawan bicara Allah. Benarkah demikian? Sangat yakin, umat islam akan menolak tafsiran ini. Akan tetapi, penolakan justru membuat mereka keluar dari konteks turunnya wahyu.

DEMIKIANLAH persoalan yang muncul dari kalimat Allah dalam surah al-Anbiya ayat 111. Satu kesimpulan sederhana dari kajian logis ini adalah betapa ayat Al-Qur’an ini kacau balau dan tak masuk akal sehat. Hal ini sepertinya menegaskan apa yang pernah dikatakan oleh JK Sheindlin bahwa Al-Qur’an adalah “pikiran orang bingung yang ditulis di atas kertas.” Dengan perkataan lain, telaah logis atas kutipan ayat di atas menunjukkan betapa Al-Qur’an bukan kitab yang jelas. Dan karena bukan merupakan kitab yang jelas, patutlah dicurigai bahwa Al-Qur’an itu hasil rekayasa Muhammad.

Lingga, 19 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar