Minggu, 12 September 2021

MENGENAL TATA PERAYAAN EKARISTI

 


Salah satu perayaan liturgi yang khas bagi umat katolik adalah ekaristi, atau biasa dikenal juga dengan sebutan misa. Umat katolik merayakan ekaristi sebagai bentuk melakukan apa yang diminta Yesus saat perjamuan terakhir dengan para rasul. Saat itu Yesus berpesan, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku.” Perjamuan terakhir merupakan simbolisasi dari kurban salib. Pada saat perjamuan itu Yesus menyerahkan tubuh-Nya dalam wujud roti dan darah-Nya dalam wujud anggur. Ini adalah kenangan awal akan penyerahan diri-Nya di kayu salib keesokan harinya. Kurban salib memiliki makna penebusan dosa umat manusia.

Jadi, dengan merayakan ekaristi, kita tidak hanya mengenangkan peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus bersama para rasul, tetapi juga peristiwa salib dimana Yesus mengurbankan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Perayaan ekaristi bukan hanya peristiwa lampau yang tak punya dampak pada masa kini. Setiap kali kita misa, kita disadarkan akan pengurbanan Yesus di kayu salib untuk menebus dosa kita, saya dan kalian.

Bagaimana sebenarnya bentuk perayaan ekaristi itu? Dengan lebih mengenal, maka kita akan dapat menghayatinya dengan lebih baik. Pada prinsipnya, perayaan ekaristi dibagi ke dalam 4 upacara, yaitu ritus pembuka, liturgi sabda, liturgi ekaristi dan ritus penutup. Uraian ini lebih mengikuti Pedoman Umum Misale Romawi dan TPE 2021.

Ritus Pembuka

Perayaan diawali dengan perarakan masuk imam dan para petugas liturgi lainnya. Sikap liturgi umat adalah berdiri. Sikap ini berlangsung hingga doa kolekta atau doa pembuka. Perarakan ini dapat diiringi dengan lagu. Dan setibanya di depan altar mereka memberi hormat, lalu imam mencium altar.

Setelah lagu selesai, imam membuka perayaan dengan membuat tanda salib. Jawaban umat adalah “amin”. Kemudian imam menyampaikan salam, dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.” Setelah itu imam menyampaikan pengantar tentang misa yang akan dirayakan.

Kemudian imam mengajak umat untuk menyatakan tobat. Ada beberapa cara untuk menyatakan tobat. Yang lazim adalah mengucapkan doa tobat “Saya mengaku” (cara 1) dan “Tuhan kasihanilah kami” (cara 3) yang diawali dengan doa. Pada perayaan meriah pernyataan tobat dapat diganti dengan perecikan air berkat (cara 4). Di sini kami akan menampilkan pernyataan tobat cara kedua pada TPE baru

I       Tuhan, kasihanilah kami

U     Sebab kami telah berdosa terhadap Engkau

I       Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada kami, Tuhan

U     Dan anugerahkanlah keselamatan-Mu kepada kami

Pernyataan tobat selalu disusul dengan Tuhan Kasihanilah. Namun jika pada pernyataan tobat memakai cara 3, maka bagian ini dilewatkan dan perayaan masuk pada kemuliaan. Kemuliaan adalah madah dimana Gereja (Umat Allah) berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain. Kemuliaan dibuka oleh imam atau, lebih cocok oleh solis atau koor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat. Kemuliaan tidak dipakai pada masa adven dan pra-paskah.

Bagian akhir dari ritus pembuka adalah doa kolekta, atau biasa dikenal sebagai doa pembuka. Disebut “kolekta” karena doa ini bersifat mengumpulkan dan meringkaskan ujud-ujud doa dari umat beriman. Karena itu, pada bagian ini imam berkata, “Marilah berdoa”, lalu disusul dengan hening sejenak. Bukan berarti imam mau menghafalkan doa atau memikirkan sesuatu, tetapi memberi kesempatan kepada umat untuk menyadari kehadiran Tuhan dan menyampaikan harapan dan permohonannya masing-masing dalam hati. Jadi, doa yang dibawakan imam adalah juga doa umat. Karena itu, doa ini ditutup dengan jawaban umat, “Amin.”

Liturgi Sabda

Secara umum, liturgi sabda terbagi dalam 2 bagian besar. Bacaan-bacaan dari Alkitab dan nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari liturgi sabda, sedangkan homili, syahadat dan doa umat memperdalam liturgi sabda dan menutupnya. Semua rangkaian ini hendak menyingkap misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makna rohani. Lewat sabda-Nya Kristus hadir di tengah umat beriman. Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian (mazmur tanggapan), dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan permohonan dalam doa umat.

Liturgi sabda diawali dengan bacaan pertama. Sikap liturgi umat adalah duduk. Sikap ini hendak menekankan sikap siap mendengarkan apa yang akan disampaikan. Sikap ini berlangsung hingga homili selesai. Bacaan pertama, demikian juga bacaan kedua dan Injil, selalu ditutup dengan kata-kata, “Demikianlah Sabda Tuhan”. Untuk bacaan pertama dan kedua, umat menjawab, “Syukur kepada Allah”, sedangkan untuk Injil umat menjawab, “Terpujilah Kristus.” Sesudah bacaan pertama diikuti mazmur tanggapan. Dianjurkan agar mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan. Jika tidak dilagukan, hendaknya mazmur tanggapan didaraskan. Artinya, mazmur tanggapan diupayakan untuk tidak dibacakan agar tidak timbul kesan sebagai bacaan lain lagi selain dua bacaan sebelum dan sesudahnya.

Bacaan kedua, pada misa harian, biasanya ditiadakan. Dan jika tidak ada, maka setelah mazmur tanggapan disusul dengan bait pengantar Injil dengan atau tanpa aleluya. Bait pengantar Injil ini dilagukan. Jika tidak, maka dapat ditiadakan.

Pembacaan Injil merupakan puncak liturgi sabda. Karena itu, Injil harus dibacakan dengan cara yang sangat hormat. Untuk menyatakan kesiap-sediaan umat mendengarkan Injil, imam mengadakan dialog. Awalnya imam menyapa umat, “Tuhan bersamamu” dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.” Kemudian imam menyebutkan dari mana Injil dibacakan, dan umat menjawab, “Dimuliakanlah Tuhan” tanpa membuat tanda salib kecil di dahi, bibir dan dada. Dialog ini bisa dinyanyikan bisa juga tidak. Bacaan Injil ditutup dengan seruan imam, “Demikianlah sabda Tuhan”, dan umat menjawab, “Terpujilah Kristus.”

Setelah pembacaan Injil, acara diikuti dengan homili, sebuah cara untuk memupuk semangat hidup kristen. Di sini umat dengan tenang mendengarkan penjelasan tentang bacaan-bacaan liturgi hari itu. Sesudah homili disusul pernyataan iman atau syahadat. Berdiri merupakan bentuk sikap liturgi yang pas, karena di sini umat hendak menyatakan sikap kepercayaannya. Maksud syahadat dalam misa adalah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili.

Bagian akhir dari liturgi sabda adalah doa umat. Di sini umat berdiri untuk menanggapi sabda Tuhan yang telah mereka terima dengan penuh iman. Lewat doa umat ini mereka memohon keselamatan semua orang, dan dengan demikian mengamalkan tugas imamat yang diterima dalam pembaptisan. Setiap doa umat selalu ditutup dengan seruan, “Marilah kita mohon” dan umat menjawab, “Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan” atau jawaban lain, “Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.”

Liturgi Ekaristi

Liturgi ekaristi terbagi dalam 3 bagian, yaitu persiapan persembahan, doa syukur agung dan komuni. Bagian persiapan persembahan diawali dengan persiapan altar dan umat mengumpulkan kolekte. Sikap liturgi umat di sini adalah duduk. Kegiatan ini dapat diiringi dengan lagu. Kemudian beberapa wakil umat mengantar persembahan kepada imam. Lagu persembahan berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan tertata di atas altar. Artinya, setelah persembahan diantar, lagu persembahan dapat berhenti (disesuaikan dengan syairnya). Pada saat ini imam akan mengangkat hosti dan kemudian piala sambil mengungkapkan pujian. Selesai pujian atas hosti dan juga piala, umat menjawab, “Terpujilah Allah selama-lamanya.” Kemudian imam mengajak umat berdoa atas persembahan dengan berkata, “Berdoalah saudara-saudari supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa yang Mahakuasa.” dan umat menjawab, “Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh umat Allah yang kudus.” Lalu imam menyampaikan doa atas persembahan dan umat menutupnya dengan kata, “amin”.

Bagian kedua liturgi ekaristi merupakan pusat dan puncak seluruh perayaan, suatu doa syukur dan pengudusan. Karena itu, misdinar membunyikan lonceng sebagai tanda dimulainya Doa Syukur Agung. Sikap liturgi umat selama bagian ini adalah berdiri. Pada bagian ini imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Maksud doa ini adalah agar seluruh umat menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban. Bagian kedua ini dimulai dengan prefasi. Prefasi diawali dengan dialog pembuka sebagai berikut.

I       Tuhan bersamamu

U     Dan bersama rohmu

I       Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan

U     Sudah kami arahkan

I       Marilah bersyukur kepada Tuhan Allah kita

U     Sudah layak dan sepantasnya

Imam lantas melanjutkan dengan prefasi. Atas nama umat, imam memuji Allah Bapa dan bersyukur kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu. Pujian dan syukur ini akhirnya ditutup dengan aklamasi atau jawaban umat, yang berpadu dengan para penghuni surga, dengan menyanyikan kudus. Jika tidak dilagukan, kudus bisa diucapkan. Rumusannya adalah sebagai berikut: “Kudus-kudus, kuduslah Tuhan. Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Tepujilah Engkau di surga.” Setelah kudus, imam melanjutkan dengan Doa Syukur Agung. Bagian inti Doa Syukur Agung adalah konsekrasi, saat hosti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Karena itu, sikap liturgi umat saat imam mengangkat hosti dan kemudian piala yang telah dikonsekrir adalah menyembahnya. Kemudian diikuti dengan anamnesis. Doa syukur agung ini ditutup dengan jawaban umat, “Amin”.

Dalam TPE 2021 disediakan 3 jenis anamnesis sebagai tanggapan iman umat, yang selalu diawali oleh imam. Pada bagian ini Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia dan kenaikan-Nya ke surga. Ketiga anamnesis itu adalah: [1] Imam berkata, “Marilah menyatakan misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Wafat-Mu Tuhan, kami wartakan, kebangkitan-Mu kami muliakan hingga Engkau datang.” [2] Imam berkata, “Marilah mewartakan misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Setiap kali kami makan roti ini dan minum dari piala ini, wafat-Mu Tuhan, kami wartakan hingga Engkau datang.” [3] Imam berkata, “Agunglah misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Penyelamat dunia, selamatkanlah kami, karena melalui salib dan kebangkitan-Mu, Engkau telah membebaskan kami.”

Bagian ketiga liturgi ekaristi adalah komuni, yang diawali dengan Bapa kami. Di sini sikap liturgi umat masih berdiri, karena menyatakan kesiapan diri untuk menyambut tubuh Kristus sebagai santapan rohani. Sikap ini berlanjut hingga ritus komuni. Doa Tuhan ini ditutup imam dengan embolisme, yang bagian akhirnya berbunyi, “.... sambil menantikan harapan yang membahagiakan dan kedatangan Penyelamat kami Yesus Kristus.” Dan umat menjawab, “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.”

Sesudah itu imam menyampaikan doa damai. Di sini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dalam Tubuh Kristus. Di akhir doa damai ini imam menyapa umat, “Semoga damai Tuhan selalu bersamamu”, dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.”. Kemudian diikuti dengan pemecahan roti. Pemecahan hosti ini menandakan bahwa umat yang banyak itu menjadi satu (1Kor 10: 17) karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Kegiatan ini diiringi dengan lagu Anak Domba Allah. Kalau tidak dinyanyikan, Anakdomba Allah bisa diucapkan umat tanpa harus diawali oleh imam. Saat Anakdomba Allah, umat tetap berdiri.

Akhirnya, tibalah saat yang selalu ditunggu umat setiap kali mengikuti misa, yaitu komuni. Diawali dengan imam mengangkat hosti dan piala, dan menghunjuknya kepada umat sambil berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah. Lihatlah Dia yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah saudara-saudari yang diundang ke perjamuan Anak Domba.” Umat harus menjawab, “Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.” Pertama-tama imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Pada saat ini lagu komuni dimulai. Maksud nyanyian ini adalah (1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama; (2) menunjukkan kegembiraan hati, dan (3) menggaris-bawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Lagu komuni berlangsung terus selama umat menyambut, dan berhenti kalau dianggap cukup. Umat maju satu persatu dengan khidmat untuk menyambut tubuh Kristus. Ketika sampai ke depan, imam akan berkata kepadanya, “Tubuh Kristus” sambil menunjukkan hosti. Ini artinya, imam mau mengatakan bahwa yang dia pegang saat ini dan akan diserahkan kepada umat adalah benar-benar Tubuh Kristus. Dengan iman yang teguh, umat menjawab, “Amin”. Artinya, umat sungguh percaya bahwa yang disambutnya itu adalah sungguh Tubuh Kristus. Setelah menyantap Tubuh Kristus, umat kembali ke tempat duduknya dan berdoa. Di sini umat bisa berlutut, bisa juga duduk.

Untuk menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus komuni, imam memanjatkan doa sesudah komuni. Dalam doa ini imam mohon agar misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah. Saat ajakan untuk berdoa, umat berdiri.

Ritus Penutup

Diawali dengan penyampaian pengumuman, lalu amanat pengutusan. Yang pertama dibawakan oleh wakil umat, dan yang kedua oleh imam. Pada dua acara ini, sikap liturgi umat adalah duduk. Sikap duduk menyiratkan sikap mendengarkan. Kemudian diikuti oleh berkat dan pengutusan. Di sini berdiri merupakan sikap liturginya, yang hendak menunjukkan kesiapan menerima berkat dan diutus. Berkat dijawab oleh umat dengan berkata, “Amin”, sedangkan pengutusan umat menjawab, “Syukur kepada Allah.” Imam kemudian mencium altar sebagai wujud penghormatannya. Acara terakhir dari ritus penutup adalah perarakan keluar. Imam bersama petugas liturgi lainnya membungkuk khidmat ke arah altar dan berjalan kembali ke sakristi. Perarakan dapat diiringi lagu.

Dabo, 6 Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar