Selasa, 29 Desember 2020

BENARKAH NATAL BERASAL DARI TRADISI KAFIR?


Tak sedikit umat islam yang meyakini bahwa peristiwa natal atau kelahiran Yesus Kristus, yang jatuh pada tanggal 25 Desember, berasal dari tradisi pagan atau kafir. Setidaknya 2 mualaf, Hja Irene dan Deddy Corbuzier, pernah melontarkan pernyataan terkait dengan hal tersebut. Karena mereka awalnya adalah kristen katolik, tentu saja umat islam yang mendengarnya percaya. Karena itu tak heran jika umat islam percaya bahwa orang kristen telah mengambil alih tradisi kafir menjadi perayaannya. Apa yang pernah diungkapkan oleh para mualaf ini dapat dimaknai dua hal, (1) sebuah kebenaran bahwa iman orang kristen didasarkan pada ajaran kafir; dan (2) sebagai amunisi bagi umat islam untuk "menyerang" orang kristen.
Sebenarnya masalah ambil alih atau adopsi tradisi orang lain, bahkan termasuk yang kafir, bukanlah hal yang baru dan tabu. Agama islam juga telah melakukan hal tersebut. Tradisi haji, yang dalam agama islam merupakan salah satu kewajiban bagi umat islam, adalah tradisi yang sudah ada sebelum adanya islam. Itu merupakan tradisi kafir, atau istilah halusnya, tradisi jahiliyah. Demikian pula batu kab’ah, yang diyakini umat islam sebagai makam Ibrahim, sudah menjadi pusat penyembahan dewa-dewi kaum kafir sebelum Muhammad lahir. Ini merupakan fakta sejarah.
Akan tetapi, bukan itu yang menjadi inti persoalannya. Inti persoalan ada pada KEBENARAN. Romo Yustinus Slamet berkata, “Kebohongan yang dipropagandakan akan menjadi kebenaran, tetapi kebenaran yang disembunyikan lama-lama akan terdengar sebagai kebohongan.” Apa yang dilakukan oleh Hja Irene dan Deddy terkait perayaan natal adalah sebuah propaganda kebohongan. Mereka berusaha membenarkan sebuah kebohongan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa 25 Desember adalah pengganti festival kafir Romawi yang disebut Saturnalia. Dalam perjalanan waktu Gereja mengadopsinya menjadi perayaan natal. Benarkan demikian? Saturnalia merupakan festival musim dingin untuk memperingati titik terjauh matahari dari garis khatulistiwa, yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Perayaan festival ini dimulai dari tanggal 17 hingga 23 Desember. Dimana kaitannya dengan 25 Desember? Sama sekali tidak ada. Karena itu, festival Saturnalia tidak cocok dihubungkan dengan tanggal 25 Desember.
Ada juga pendapat lain yang menghubungkan 25 Desember dengan kelahiran Sol Invictus atau Dewa Matahari. Perayaan memperingati Dewa Matahari ada sejak jaman Kaisar Aurelian tahun 274, namun tidak ada bukti historis tentang adanya perayaan kelahiran Sol Invictus pada 25 Desember sebelum tahun 354. Peringatan tersebut baru muncul pada jaman Kaisar Julian, dimana ia menentukan libur kafir jatuh pada 25 Desember.
Untuk membantah pendapat itu, kita harus kembali kepada catatan sejarah. Sekedar diketahui, Gereja sudah merayakan natal sebagai kelahiran Yesus sejak awal abad II. Catatan paling awal berasal dari Paus Telesphorus (126 – 137 M), yang menentukan tradisi misa tengah malam pada malam natal. Selain itu, Teofilius, seorang uskup di Palestina (115 – 181 M) berkata, “Kita harus merayakan kelahiran Tuhan kita pada hari dimana tanggal 25 Desember harus terjadi.” Tokoh lain, St. Hippolytus (170 – 240 M) menulis, “Kedatangan pertama Tuhan kita di dalam daging terjadi ketika Ia dilahirkan di Betlehem, di tanggal 25 Desember, pada hari Rabu, ketika Kaisar Agustus memimpin di tahun ke-42.”
Dari paparan sejarah di atas terlihat jelas bahwa penetapan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus sudah ada sebelum munculnya tradisi kafir. Karena itu, bisa dikatakan bahwa kaum kafir lah yang sebenarnya mengadopsi tradisi kristen menjadi tradisi Saturnalis atau kelahiran Dewa Matahari, bukan sebaliknya. Jika mengatakan orang kristen yang mengadopsi, maka itu merupakan pembalikan fakta sejarah. Itulah yang telah dilakukan oleh Hjs Irene dan Deddy.
Orang kristen sendiri sebenarnya tidak mempersoalkan hari kelahiran Yesus Kristus, tetapi lebih berkaitan dengan tahun. Hal ini juga yang dibahas Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth: the Infancy Narratives. Paus Benediktus XVI mengutip pandangan seorang astronomer Wina, Ferrari d’Occhieppo, yang memperkirakan terjadinya konjungsi planet Saturnus dan Yupiter  pada 7 – 6 SM, sebagai tahun kelahiran Yesus Kristus. Konjungsi itu menghasilkan cahaya bintang yang terang di Betlehem, yang dikaitkan dengan tradisi kedatangan orang majus untuk menyembah kanak-kanak Yesus.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa tidak benar perayaan natal berasal dari tradisi kafir. Orang kristen tidak mengambil alih atau mengadopsi tradisi kafir menjadi perayaan keagamaannya. Apakah orang kafir yang mengadopsi perayaan orang kristen? Ini bisa menjadi sebuah hipotesa, bukan sebuah kebenaran. Orang harus mencari tahu apa benar para kaisar dulu memang melakukan hal tersebut. Namun, yang pasti keyakinan umat islam tentang perayaan natal berasal dari tradisi kafir yang disebarkan oleh para mualaf sudah terbantahkan.
Dabo Singkep, 5 Februari 2020

by: adrian, diolah dari Katolik News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar