Minggu, 14 Juli 2019

PAUS FRANSISKUS: MIGRAN ADALAH MANUSIA, BUKAN HANYA MASALAH SOSIAL


Orang-orang Kristen dipanggil untuk mengikuti semangat sabda bahagia dengan menghibur orang miskin dan tertindas, terutama migran dan pengungsi yang ditolak, dieksploitasi dan dibiarkan mati, demikian ujar Paus Fransiskus dalam homilinya pada misa 8 Juli untuk memperingati ulangtahun keenam kunjungannya ke pulau Mediterania, bagian selatan Lampedusa. Mereka yang terkecil, yang dibuang, dipinggirkan, ditindas, disingkirkan, disalah-gunakan, dieksploitasi, ditinggalkan, miskin dan menderita berseru kepada Tuhan, meminta untuk dibebaskan dari kejahatan yang menimpa mereka.
“Mereka adalah manusia, bukan semata-mata masalah sosial atau migran. Ini bukan hanya tentang migran, dalam arti bahwa migran adalah manusia dan mereka adalah simbol dari semua yang ditolak oleh masyarakat global saat ini,” papar Paus Fransiskus.
Menurut Vatikan, sekitar 250 migran, pengungsi dan relawan menghadiri misa yang dirayakan di Basilika Santo Petrus. Paus Fransiskus menyapa setiap orang yang hadir setelah misa. Dalam homilinya, Paus Fransiskus merenungkan bacaan pertama dari Kitab Kejadian, dimana Yakob memimpikan tangga menuju surga dan utusan Allah naik turun di atasnya.
Tidak seperti menara Babel, yang merupakan upaya umat manusia untuk mencapai surga dan menjadi dewa, tangga dalam mimpi Yakob adalah sarana yang digunakan Tuhan untuk turun ke umat manusia dan menyatakan diri; Tuhan-lah yang menyelamatkan, jelas Paus Fransiskus. “Tuhan adalah tempat perlindungan bagi umat beriman, yang memanggilnya pada masa krisis besar.”

“Karena memang pada saat-saat seperti itulah doa kita menjadi lebih tekun, ketika kita menyadari bahwa keamanan yang ditawarkan dunia hanya memiliki sedikit nilai dan hanya Tuhan. Hanya Tuhan yang membuka surga bagi mereka yang hidup di bumi. Hanya Tuhan yang menyelamatkan.”
Bacaan Injil dari St. Matius, yang mengingatkan Yesus menyembuhkan seorang wanita yang sakit dan membangkitkan seorang gadis dari kematian, juga mengungkapkan perlunya pilihan khusus bagi yang paling sedikit, mereka yang harus diberi barisan depan dalam pelayanan karitatif. “Perhatian yang sama,” lanjut Paus Fransiskus, “harus meluas ke orang-orang rentan yang melarikan diri dari penderitaan dan kekerasan hanya untuk menghadapi ketidak-pedulian dan kematian.”
Mereka yang terkucil ini ditinggalkan dan ditipu agar mati di padang pasir, yang paling kecil ini disiksa, dilecehkan dan dilanggar di kamp-kamp tahanan; yang paling kecil ini menghadapi gelombang laut yang ganas, papar Paus Fransiskus.
Pemimpin Gereja Katolik sedunia ini mengatakan gambar tangga Yakob mewakili hubungan antara surga dan bumi yang dijamin dan dapat diakses oleh semua orang. Namun, untuk mendaki tangga-tangga itu, dibutuhkan komitmen, usaha dan rahmat. “Saya suka berpikir bahwa kita bisa menjadi malaikat-malaikat, yang naik dan turun, melindung di bawah sayap untuk mereka yang kecil, lumpuh, sakit dan dikucilkan,” jelas Paus Fransiskus.
“Mereka yang paling sedikit, yang kalau tidak akan tetap tinggal dan hanya akan mengalami kemiskinan yang melanda di bumi, tanpa melihat sekilas dalam kehidupan ini apa pun dari kecerahan surga,” seru Paus Fransiskus.
Seruan Paus Fransiskus untuk belas kasih terhadap para migran dan pengungsi kurang dari seminggu setelah kamp penahanan migran di Tripoli, Libya, dibom dalam serangan udara. Pemerintah Libya menyalahkan serangan 3 Juli itu terhadap Tentara Nasional Libya, yang dipimpin oleh Jenderal militer Khalifa Haftar.
Menurut jaringan televisi Al-Jezeera, serangan udara menewaskan hampir 60 orang, sebagian besar migran dan pengungsi dari negara-negara Afrika, termasuk Sudan, Ethiopia, Eritrea dan Somalia. Paus Fransiskus mengecam serangan itu dan mengajak para peziarah berdoa untuk para korban selama pidatonya pada Doa Angelus 7 Juli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar