Jumat, 06 Juli 2018

MENGENAL PAKAIAN MUSLIMAH

Pasca serangan islam teroris, muncul wanita muslimah bercadar di beberapa lokasi dengan nada pesannya sebagai berikut: “Peluklah aku, jika kau merasa nyaman.” Aksi ini merupakan sebuah sosial eksperimen. Kiranya apa yang dilakukan beberapa wanita islam bercadar itu sekadar mau membuktikan bahwa mereka bukanlah sekelompok teroris yang menakutkan. Dengan kata lain, mereka mau menghilangkan image masyarakat bahwa muslimah bercadar adalah kelompok islam radikal yang harus dicurigai, diwaspadai atau ditakuti. Lebih luas lagi mau dikatakan bahwa terorisme itu bukan islam.
Ternyata image tersebut bukan hanya milik orang non islam saja, tetapi juga ada di kalangan umat islam sendiri. Hal ini terbukti dalam salah satu tayangan di media sosial, dimana muslimah bercadar berpelukan dengan wanita berjilbab sambil mengusap air mata. Pelukan membuktikan bahwa pikiran negatif selama ini adalah keliru.
Masalah muslimah bercadar juga sempat menghebohkan dunia pendidikan beberapa bulan lalu. Ada kampus yang melarang wanita islam mengenakan cadar di kampus. Sontak kebijakan tersebut menuai protes. Sebenarnya larangan tersebut hadir sejalan dengan munculnya hasil survei bahwa banyak pelajar dan mahasiswa sudah terpapar paham radikalisme islam. Ada kesan bahwa larangan itu merupakan jawaban atas hasil survei.
Tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak orang, apalagi yang non islam, menilai bahwa wanita bercadar adalah kelompok islam radikal atau fanatik. Melihat mereka, orang langsung curiga dan waspada. Orang lebih bisa menerima wanita berjilbab ketimbang bercadar. Kebijakan pelarangan muslimah bercadar di kampus juga menunjukkan kecurigaan tersebut. Ada kesan bahwa pembuat kebijakan itu belum memahami dengan benar makna dan nilai dari sebuah cadar.
Akan tetapi, orang lantas bertanya kenapa wanita islam ini berbeda-beda dalam berpakaian. Kenapa ada yang berjilbab dan yang lain bercadar, padahal keduanya sama-sama bertujuan untuk menutup aurat.
Aturan jilbab untuk kaum muslimah memang berbeda-beda. Perbedaan ini didasarkan pada ajaran para tokoh pendiri empat aliran islam utama, yakni Maliki, Hanafi, Shafi’i dan Hanbali. Aliran islam Maliki kebanyakan berada di Afrika Utara, Afrika Barat dan beberapa negara teluk Persia. Kelompok aliran islam Hanafi umumnya berada di Syria, Turki, Pakistan, Balkan, Asia Tengah, Iran, Afganistan, China dan Mesir. Aliran islam Shafi’i banyak berada di Arabia, Indonesia, Malaysia, Somalia, Mesir, Maldives, Eritrea, Ethiopia, Yemen dan India Selatan. Sedangkan aliran islam Hanbali umumnya berada di Arabia. Keempat aliran islam ini tidak memiliki aturan yang sama, termasuk dalam urusan menutup aurat wanita.
Aliran islam Maliki dan Hanafi mengizinkan muslimah untuk menunjukkan tangan dan wajah, sedangkan seluruh tubuh harus dikerudungi. Aliran islam Shafi’i dan Hanbali menganggap seluruh tubuh wanita sebagai aurat, dan karenanya wanita wajib menutupi seluruh tubuh, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mereka inilah yang umumnya mengenakan cadar. Sebagian muslim ekstrem pendukung Sunnah Nabi malahan menganggap suara wanita juga sebagai aurat sehingga wanita bahkan tidak boleh berbicara di manapun.
Sekedar diketahui, sekalipun berbeda-beda dalam penerapannya, semuanya sepakat bahwa semua itu berdasarkan perintah nabi Muhammad. Artinya, nabi Muhammad sudah memerintahkan supaya para muslimah menutup auratnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat.
Sebenarnya Al-Qur’an sudah memberi solusi ketika umat islam menemukan perbedaan pendapat di kalangan mereka. Surah An-Nisa ayat 59 sudah mengatakan bahwa penafsir atas perbedaan pendapat ada di tangan Muhammad. Oleh sebab itu, sebenarnya soal menutup aurat ini tidak ada perbedaan jika para pendiri keempat aliran islam tersebut datang dan bertanya kepada Muhammad. Hanya menjadi persoalan adalah bagaimana hal itu bisa dilakukan, karena sang nabi sudah mati. Karena itulah, hingga kini terdapat perbedaan dalam urusan menutup aurat wanita islam.
Jadi, wanita islam yang bercadar bukan mau menunjukkan radikalisme atau mereka dari kelompok teroris, melainkan orang yang mau mengikuti perintah nabi sebagaimana yang diajarkan oleh pendiri alirannya. Memang, dalam perjalanan waktu ada juga yang menyalah-gunakannya. Penyalah-gunaan inilah yang begitu mempengaruhi cara pandang kebanyakan orang. Maka tak salah juga jika masih banyak orang menaruh rasa curiga dan takut bila berhadapan dengan wanita bercadar.
Tapi, kira-kira apa alasan orang masih menaruh curiga dan takut? Muslimah bercadar mendasarkan perbuatannya pada ajaran nabi Muhammad. Orang umumnya mengetahui, dari ucapan-ucapan pada da'i atau ustadz, bahwa Muhammad sangat perhatian dan memuliaan kaum wanita. Rasanya tak mungkin Muhammad yang begitu perhatian, bersikap adil dan memuliakan kaum wanita mengeluarkan ajaran seperti itu.
Orang bertanya, apakah karena begitu memuliakan wanita sampai-sampai seluruh tubuh wanita “dibungkus”, malah ada suara pun dilarang. Dan kenapa hanya kaum wanita saja yang harus dibungkus, sementara kaum prianya tidak? (lagi-lagi ini juga karena mengikuti teladan nabi). Apakah karena tubuh wanita sebagai sumber dosa? Jika memang demikian, kenapa Tuhan menciptakan wanita?
Koba, 24 Mei 2018

by: adrian
Baca juga tulisan lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar