Jumat, 03 November 2017

BANGKA BELITUNG URUTAN KEEMPAT NASIONAL PERNIKAHAN DINI

Nuni, bukan nama sebenarnya, merupakan satu dari sejumlah perempuan yang menikah di usia dini. Kepada wartawan Bangka Pos dia mengungkapkan penyesalannya telah menikah di usia muda. Kini, di usia 19 tahun, Nuni harus menghidupi dua anak seorang diri. (baca beritanya di Bangka Pos, Rabu, 25 Oktober 2017).
Nuni mengaku menikah dengan pria yang dipacarinya sejak SMP. Pria, yang kemudian menjadi suaminya itu, adalah kakak kelasnya di SMP. Pergaulan bebas membuat dia akhirnya berbadan dua. Pendidikan SMP pun putus di tengah jalan, karena akhirnya orangtua “memaksa” mereka untuk menikah.
Tahun pertama hidup berumah tangga berjalan baik dan lancar. Suami Nuni kerja serabutan dan membantu di kebun milik orangtuanya. Maklum, susah mencari pekerjaan lain jika hanya mengandalkan ijazah SD, ditambah lagi tidak ada ketrampilan. Waktu itu mereka tidak pernah bertengkar.
Akan tetapi, mulai hamil anak kedua, sang suami mulai banyak bertingkah. Dia sering memukul, tidak pernah kasih uang, bahkan pulang ke rumah orangtuanya. Tidak hanya perlakuan kasar, belakangan Nuni mengetahui suaminya punya selingkuhan. Manisnya pernikahan pun sirna. Hal inilah yang akhirnya membuat Nuni memutuskan untuk bercerai.
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menempati urutan keempat tertinggi tingkat pernikahan dini secara nasional. Peringkat pertama adalah Kalimantan Tengah, diikuti Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, Kabupaten Bangka Selatan menjadi daerah tertinggi pernikahan dininya. Urutan kedua ditempati Bangka Tengah, lalu ada Bangka Barat, Belitung Timur, Bangka dan Belitung serta Pangkalpinang.
Secara gerejawi, pernikahan dini banyak terjadi di Paroki St. Fransiskus Xaverius Koba. Memang data dari BKKBN tidak menampilkan agama pelaku pernikahan dini. Namun data tersebut bisa menjadi bahan refleksi umat Paroki Koba.
Apa kriteria pernikahan dini? Kepala BKKBN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengatakan pasangan yang menikah di usia dini adalah mereka yang usianya kurang dari 21 tahun. Memang dalam Undang-undang no 1 thn 1974 tentang perkawinan dinyatakan bahwa usia menikah adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk pria. Namun undang-undang perlindungan anak menyatakan bahwa usia hingga 18 tahun masuk kategori anak-anak, sehingga harus dilindungi dari segala eksploitasi, termasuk menikah.
Hal itulah yang membuat kenapa Gereja Katolik tidak mau menikahkan anak di usia belum genap 18 tahun. Hukum Gereja menghimbau para gembala umat untuk menjauhkan kaum muda dari pernikahan dini (Kan. 1072). Selain itu, perkawinan orang katolik terikat dengan 3 hukum, yaitu hukum ilahi, hukum gerejawi dan hukum negara. Mgr Albertus Soegijapranata pernah berkata bahwa umat katolik Indonesia harus bisa menjadi “100% katolik 100% Indonesia”. Gereja katolik tidak hanya taat pada hukum Gerejanya saja, tapi juga menghormati hukum sipil.
Dengan demikian, Gereja tidak akan memberkati pernikahan umatnya yang masih usia muda. Malah Gereja akan mengajak, bukan hanya kepada kaum muda, tetapi juga kepada para orangtua untuk menghindari pernikahan dini.
Koba, 25 Oktober 2017
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar