SANTO SIRILUS SASAREA, MARTIR
Sirilus
lahir di Kapadokia, Asia Kecil pada abad ke-3 dari sebuah keluarga kafir.
Semenjak mudanya ia menjadi Kristen. Ayahnya yang kafir itu menyiksanya dengan
berbagai cara agar dia bisa murtad kembali. Meskipun demikian ia tetap teguh
memeluk imannya. Ia memang sedih namun bukan karena perlakuan kejam ayahnya
melainkan karena ayah tidak sudi mengerti akan keputusan kehendaknya.
Satu-satunya penguat hatinya adalah kata-kata Kristus ini: “Barang siapa yang
mengasihi ayah dan ibunya lebih dari Aku, tak layak ia bagi-Ku.” Perlakuan
kasar ayahnya malah semakin menambah semangat imannya hingga berhasil menarik
simpatik banyak temannya. Oleh karena itu, ia diusir ayahnya dari rumah dan
kemudian dihadapkan ke pengadilan karena imannya. Sedikitpun ia tidak takut ketika
diancam oleh hakim.
Karena
umurnya, ia dibebaskan dan diizinkan kembali ke rumah ayahnya untuk meminta
maaf. Tetapi hal ini ditolaknya dengan tegas. Katanya: “Karena imanku, saya
telah diusir dari rumah oleh ayahku. Saya meninggalkan rumah dengan gembira,
sebab aku mempunyai tempat tinggal lain yang lebih mulia yang sedang menantikan
aku.” Sekali lagi hakim mencoba mengubah pikiran anak muda itu. Sirilus diseret
ke sebuah api unggun, seakan-akan hendak dibakar. Tetapi ia tidak gentar
sedikitpun. Sebaliknya, ia memprotes penundaan hukuman atas dirinya. Hakim
merasa gagal mempengaruhi keputusan anak muda ini menjadi sangat marah dan
menyuruh serdadu-serdadu memenggal kepalanya
St. Sirilus dipenggal serdadu-serdadu pada masa muda. Mengapa fotonya foto orang tua?
BalasHapusBenar sekali tanggapan Anda. Gambar awal dari tulisan ini yang dikritik sdr. Alfons Satya adalah foto St. Sirilus dari Yerusalem. Karena itu, gambar tersebut kami ganti dengan gambar St. Sirilus yang diusir oleh ayahnya.
BalasHapusKami menghaturkan terima kasih atas masukkannya.