Rabu, 01 Oktober 2014

Awal Mula Doa Rosario

SEJARAH DOA ROSARIO
Kata “Rosario” pertama kali ditemukan dalam sebuah literature tahun 1327. Kata yang digunakan adalah “Rosarium”, yang berarti rangkaian bunga mawar. Bunga mawar, yang dikenal dengan nama bunga ros (Ing. = Rose) atau “Ratu Bunga”, merupakan simbol kehidupan religius dalam peradaban manusia. Hal ini mungkin dikaitkan dengan keindahan/kecantikan dan aroma wangi bunga mawar itu. Oleh orang Kristen kata “Rosarium” dikenakan kepada Bunda Maria.

Sebagai doa, Rosario bukanlah doa liturgi atau doa resmi Gereja meski doa ini sangat populer di kalangan umat katolik. Di doa rosario umat akan merenungkan karya penebusan Kristus di dalam 15 peristiwa Sejarah Keselamatan, sambil mendaraskan 1 x Bapa Kami, 10 x Salam Maria dan 1 x Kemuliaan, yang diawali oleh pendarasan Syahadat Para Rasul, 1 x Bapa kami, 3 x Salam Maria dan 1 x Kemuliaan.

Apakah doa Rosario yang ada sekarang ini sudah begitu dari dulu? Dapatlah dikatakan bahwa doa Rosario yang ada saat ini merupakan hasil perkembangan jaman. Pada mulanya praktek doa Rosario diambil dari kebiasaan mendaraskan 150 Mazmur (Doa Ofisi) setiap hari di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dulu. Para rahib awam yang tak bisa membaca menggantikan pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa ‘Pater Noster’ (Bapa Kami). Sejak Gereja perdana doa Bapa Kami dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting. Untuk memudahkan mereka mengetahui berapa jumlah doa Bapa Kami yang didaraskan, digunakanlah seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena tali itu dipakai untuk menghitung doa ‘Pater Noster’ maka tali itu lazimnya disebut juga ‘Pater Noster’.

Pada abad XI, devosi kepada Bunda Maria mulai popular. Pada waktu itu muncul kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung Maria. Doa atau salam yang dilantunkan adalah, “Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu”. Salam ini merupakan gabungan sapaan Malaikat Gabriel kepada Bunda Maria (Luk 1: 28) dan seruan Elisabeth kepada Bunda Maria (Luk 1: 42).

Devosi ini dilestarikan oleh para rahib. Lama kelamaan berkembang kebiasaan untuk menggantikan 150 doa Bapa Kami dengan 150 doa Salam Maria (dikenal dengan istilah Mazmur Santa Perawan Maria). Karena pada masa itu 150 buah Mazmur yang didaraskan itu sudah dibagi ke dalam tiga bagian, masing-masing terdiri dari 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan oleh para rahib buta huruf itu pun dibagi dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari 50 buah (na tri coicat).

Sejak abad XII, doa Salam Maria mulai diulang-ulang selama berlangsungnya doa untuk mengenang ‘Lima Sukacita Maria’ (Kabar Sukacita, Kelahiran Yesus, Kebangkitan Yesus, Kenaikan Yesus dan Pengangkatan Maria ke Surga). Lama kelamaan ‘Lima Peristiwa Sukacita’ itu ditambah antara lain dengan peristiwa: Penampakan Tuhan (epifani), Pentakosta atau Kunjungan kepada Elisabeth, sehingga menjadi ‘Tujuh Sukacita Maria.’ Pada abad XIII, korona Ketujuh Sukacita Maria ini mulai dipropagandakan oleh Ordo Fransiskan; dan pada abad XIII mantaplah sudah kebiasaan merenungkan Lima belas Sukacita Maria.

Bagian kedua doa Salam Maria baru muncul pada abad XIII. Pada masa itu ada kebiasaan untuk menambahkan doa kepada Bunda Maria dalam devosi, yaitu berupa seruan yang diulang-ulang: ‘Doakanlah kami’ atau ‘Santa Maria Bunda Allah doakanlah kami’. Lama kelamaan seruan ini berkembang menjadi suatu permohonan untuk mendapatkan perlindungan Bunda Maria pada saat ajal tiba, sehingga rumusannya menjadi: “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin”. Bagian ini menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V (1566 – 1572) meresmikan terbitan ‘Breviarium’ (= doa harian Gereja) pada tahun 1568. Namun bagian kedua itu baru diterima umum pada abad XVII.

Pada Abad Pertengahan, umat kristen mempunyai devosi istimewa kepada ‘Lima Luka Yesus’, yaitu di tangan, kaki dan lambung (bdk Yoh 20: 20) atau devosi kepada ‘Lima Penumpahan Darah Yesus’, yaitu pada saat sakraltulmaut-Nya, saat didera, saat dimahkotai duri, saat disalibkan dan ditikam lambung-Nya. Kemudian hari devosi kepada Yesus yang bersengsara dikaitkan dengan devosi kepada Maria. Devosi ini dikembangkan oleh Ordo Fransiskan dan Serikat Hamba Maria. Maka sejak abad XIV berkembanglah devosi kepada ‘Lima Dukacita Maria’ ataupun ‘Tujuh Dukacita Maria’ yang dialaminya selama Yesus bersengsara dan wafat.

Mulai tahun 1475 muncullah di dalam Gereja tarekat-tarekat religius yang mempopulerkan doa Rosario. Dengan munculnya teknik cetak, daftar lima belas peristiwa yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa Rosario, mulai dikenal di mana-mana. Sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing memuat lima lukisan tersendiri, yaitu Lima Sukacita Maria, Lima Penumpahan darah Yesus dan Lima Sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah kelimabelas peristiwa Rosario yang dikenal sekarang. Daftar tetap dari 15 peristiwa Rosario disusun di Spanyol sekitar tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V, seorang biarawan Dominikan, ketika beliau menetapkan Rosario sebagai doa Gereja yang sah. Setahun sebelumnya, Pius mengesahkan teks doa Salam Maria yang sampai sekarang tidak diubah.

Kemudian Paus Yohanes Paulus II, pada 16 Oktober 2002, mengeluarkan surat apostolic berjudul Rosarium Virginis Mariae. Melalui surat apostolik ini Paus Yohanes Paulus II menambah satu lagi misteri yaitu yang berkaitan dengan kehidupan Yesus di depan umum atau peristiwa terang.
Pangkalpinang, 30 Sept 2014
by: adrian
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar