Jumat, 15 April 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH ALI IMRAN AYAT 65

Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang Ibrahim, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah dia (Ibrahim)? Apakah kamu tidak mengerti? (QS 3: 65)


Tak bisa dipungkiri bahwa umat islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad, yang kemudian ditulis di atas kertas. Sekalipun ada di kertas, tapi umat islam yakin bahwa itu adalah kata-kata Allah sendiri. Karena Allah itu suci, maka kertas yang ditulisi perkataan Allah adalah suci juga. Maka dari itu, tak heran ketika ditemukan lembaran-lembaran Al-Qur’an di tempat sampah, yang sebagiannya sudah terbakar, umat islam merasa marah. Hal itu dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah. Allah sendiri sudah meminta umat islam untuk membunuh mereka yang menghina-Nya (QS al-Maidah: 33).

Dasar keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad adalah perkataan Allah sendiri. Allah sudah mengatakan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari diri-Nya. Berhubung Allah itu mahabenar, maka apa yang dikatakannya juga adalah benar. Mana mungkin Allah yang mahabenar itu berbohong? Tak mungkin Al-Qur’an itu ciptaan manusia, karena manusia bisa berbohong. Logika pikir orang islam kira-kira begini: bahwa Al-Qur’an itu wahyu Allah karena Allah sendiri yang mengatakannya adalah benar, sebab Allah itu mahabenar yang tak bisa salah.

Dari premis di atas haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas merupakan perkataan Allah. Namun harus disadari, kutipan ayat 65 ini tidak bisa dipisahkan dari ayat sebelumnya. Jika tanpa ayat 64, maka pembaca akan melihat bahwa wahyu Allah ini tidak langsung disampaikan kepada Muhammad tetapi kepada Ahli Kitab. Dalam ilmu islam yang dimaksud dengan Ahli Kitab ini adalah kelompk orang yang telah diberikan kitab oleh Allah. Mereka adalah orang Yahudi dan Nasrani. Apa yang tertulis dalam ayat 65 ini merupakan kata-kata Allah yang disampaikan kepada Muhammad untuk diteruskan kepada Ahli Kitab. Di sini Allah mempertanyakan sikap orang Yahudi dan Nasrani yang saling bertengkar soal Ibrahim (atau Abraham). Apa yang dipertengkarkan oleh orang Nasrani dan Yahudi ini? Untuk memahami hal ini, pembaca diharuskan membaca ayat-ayat sesudahnya. Jadi, tidak bisa berhenti hanya di ayat 65 saja. Jawaban atas pertanyaan soal apa yang dipertengkarkan ada dalam ayat 67. Dalam ayat ini tampak jelas sepertinya orang Yahudi dan Nasrani saling memperebutkan status Ibrahim dalam agamanya. Orang Yahudi bilang bahwa Ibrahim adalah orang Yahudi, sedangkan orang Nasrani mengatakan Ibrahim itu orang Nasrani.

Akan tetapi, Allah menegaskan kepada orang Yahudi dan Nasrani, melalui mulut Muhammad, bahwa Ibrahim itu bukan orang Yahudi dan bukan pula orang Nasrani, tetapi orang Muslim. Jika direnungkan dengan akal sehat yang jernih, maka jawaban Allah ini (ayat 67) sebenarnya bukanlah jawaban, melainkan pernyataan baru yang menegaskan keterlibatan-Nya dalam pertengkaran awal. ini mirip pertengkaran 2 anak kecil tentang ayah siapa yang paling hebat. masing-masing anak tentu menjagokan ayahnya. Lantas muncul anak ketiga, melerai keduanya dengan mengatakan bahwa ayah yang paling hebat itu adalah ayahnya. Tentu ini bukan jawaban, karena dia memasukkan diri dalam pertengkaran baru lagi. Itulah yang terjadi dalam persoalan kutipan wahyu di atas.

Yang menarik untuk direnungkan dari kutipan wahyu Allah di atas adalah pertanyaan Allah kepada Ahli Kitab, “Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang Ibrahim.” Yang lucu adalah anak kalimatnya sama sekali tidak sambung dengan pertanyaan ini. Pernyataan “Taurat dan Injil diturunkan setelah Ibrahim” sama sekali tidak berkorelasi langsung dengan pertanyaan mengapa kamu berbantah-bantah tentang Ibrahim. Apa hubungan Taurat dan Injil yang diturunkan setelah Ibrahim dengan perbantahan tentang Ibrahim orang Yahudi atau orang Nasrani. Sama sekali tidak ada. Ini hendak menunjukkan cara berpikir Allah yang kacau dan tidak jelas. Tentulah bagi yang masih waras dan punya akal sehat langsung mempertanyakan sungguhkah ini perkataan Allah? Bagaimana mungkin Allah yang maha sempurna menghasilkan pemikiran yang tidak sempurna? Dari sini akal sehat akan mengatakan pastilah kutipan ayat di atas bukan merupakan perkataan Allah, tetapi hasil pemikiran Muhammad yang kacau (bdk. QS al-Anbiya: 5).

Untuk mengkritisi lebih lanjut kutipan wahyu Allah di atas, dapat diajukan pertanyaan, benarkah orang Yahudi dan orang Nasrani berbantah-bantah tentang Ibrahim? Sungguhkah dulu orang Yahudi pernah mengklaim bahwa Ibrahim adalah orang Yahudi dan orang Nasrani mengatakan Ibrahim itu orang Nasrani? Dapat dipastikan bahwa, baik orang Yahudi maupun orang Nasrani, sama sekali tidak pernah melakukan hal tersebut. Orang Nasrani sama sekali tidak pernah mengklaim Ibrahim itu orang Nasrani; sama sekali tidak pernah. Orang Nasrani malah mengakui Ibrahim itu orang Yahudi, sama seperti mereka mengakui Yesus (Isa Almasih) itu orang Yahudi. Jika demikian, kenapa Allah justru menurunkan wahyu ini? Hal ini hendak menunjukkan 2 hal penting.

1.    Kutipan wahyu Allah ini seakan hendak menegaskan kembali salah satu karakter Allahnya umat islam, yaitu sibuk mencampuri orang lain; dan sayangnya apa yang dipersoalkan itu pun sebenarnya tidak pernah ada. Ada banyak wahyu Allah seperti ini, sibuk mempersoalkan pandangan dan perkataan umat agama lain, yang belum tentu kebenarannya (QS al-Baqarah: 111; QS al-Ankabut: 12; QS al-Maidah: 14 dan 18; QS Ali Imran: 24; QS Yunus: 68). Dari semuanya terlihat jelas bahwa apa yang dikutip Allah keliru sehingga penyampaiannya pun menjadi salah. Allah mempersoalkan klaim orang Yahudi dan Nasrani tentang Ibrahim, padahal orang Yahudi dan Nasrani sama sekali tidak pernah melakukan hal itu. Jadi, seolah-olah klaim itu dibuat ada lalu diletakkan pada mulut orang Yahudi dan Nasrani. Tentulah ini suatu fitnah. Dan itu dilakukan oleh Allah.

2.    Kutipan wahyu Allah ini seakan hendak menegaskan kembali salah satu pernyataan orang Yahudi dan Nasrani masa Muhammad dulu, bahwa Al-Qur’an itu hanyalah kebohongan Muhammad (QS al-Furqan: 4; QS Saba: 43). Dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas bukanlah merupakan wahyu Allah, tetapi karangan Muhammad saja (bdk. QS Hud: 35; QS al-Ahqaf: 8; QS as-Sadjah: 3). Tidak mungkin Allah itu berbohong. Kalau yang berbohong itu Muhammad, sangatlah dimungkinkan. Berangkat dari analisa ini, dapat dipastikan bahwa sebenarnya kutipan ayat di atas tidak ditujukan kepada Ahli Kitab. Ayat ini sebenarnya disampaikan Muhammad kepada para pengikutnya. Muhammad hanya mencatut nama Ahli Kitab.

DEMIKIANLAH telaah singkat atas surah Ali Imran ayat 65. Dari telaah singkat ini terlihat jelas kalau Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah, melainkan rekayasa Muhammad. Ini seakan membenarkan apa yang dikatakan orang-orang zalim di Mekkah pada masa Muhammad, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an (QS al-Anbiya: 5). Karena merupakan buah karya manusia, maka wajar saja bila di sana sini terdapat begitu banyak kekacauan. Dan tak heran Ali Sina, dalam bukunya “Understanding Muhammad: A Psychobiography”, mengatakan bahwa Al-Qur’an “adalah buku yang membingungkan, tulisannya kacau balau, penuh khayalan dan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal.” (hlm 224). Dan J.K Sheildlin, dalam bukunya, “The People vs Muhammad: Psychological Analysis”, mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan “pikiran orang bingung yang dituliskan di atas kertas.” (hlm. 81).

Tanjung Pinang, 18 Januari 2022

by: adrian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar