Bisa dikatakan bahwa berbohong atau menipu adalah lumrah dalam agama islam. Hal ini mungkin disebabkan karena Allah SWT sendiri melakukan kebohongan. Sangat menarik kalau kita membaca dan mengkritisi surah an-Nisa ayat 142. Di sini Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka.” Terlihat jelas kalau surah ini berisi pengakuan Allah SWT bahwa Dia adalah pembohong atau penipu karena telah melakukan penipuan.
Rabu, 30 November 2022
Senin, 28 November 2022
PANDANGAN KELIRU SOAL WAHABI
Sejak Rakernas Lembaga Dakwa
PBNU selesai, 27 Oktober silam, kata atau istilah wahabi sering muncul di media
sosial. Umumnya semua bernada negatif. Wahabi selalu dikaitkan dengan aksi
kekerasan atas nama islam, entah itu kekerasan ringan atau juga berat, seperti
terorisme. Wahabi dihubungkan juga dengan aksi intoleransi atas nama islam,
kilafah dan juga pengkafir-kafiran. Soal yang terakhir ini sasarannya tidak
hanya umat non muslim saja, melainkan juga dari kalangan islam sendiri. Dan
biasanya yang memberi label itu adalah kalangan islam yang menyatakan dirinya
moderat. Dengan mengaitkan kekerasan, intoleransi, kilafah dan
pengkafir-kafiran kepada wahabi, ada kesan bahwa wahabi salah.
Bagi kami ini merupakan
pandangan yang keliru. Harap diingat dan disadari klaim kaum islam moderat ini
tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Bukan lantas berarti apa yang dikatakan
kaum islam moderat tentang wahabi itu berarti bahwa kaum wahabi itu salah dan
mereka adalah benar.
Kekeliruan lain adalah
mengatakan bahwa wahabi itu adalah aliran dalam islam. Jika dirunut dari
sejarahnya, haruslah dikatakan wahabi tak layak disebut sebagai (salah satu)
aliran dalam islam. Wahabi awalnya merupakan sebuah gerakan, yang dipimpin oleh
Muhammad Ibnu Abdul Wahab, yang mengajak umat islam untuk kembali menghidupi
ajaran islam yang sebenarnya. Hal ini karena Abdul Wahab melihat ada banyak
umat islam sudah tidak setia pada ajaran islam yang asli. Dengan demikian Abdul
Wahab hendak mengembalikan islam yang asli dan sejati.
Pada titik ini tidaklah salah
bila kaum Wahab diidentikkan dengan radikalisme. Sebenarnya kata ini tidaklah
berkonotasi negatif. Akar kata radikalisme adalah radix, yang berarti
akar. Secara sederhana kata radikalisme bisa dipahami sebagai gerakan kembali
ke akar. Inilah yang dilakukan oleh kaum wahabi. Mereka ingin kembali ke akar
ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis.
Dalam Al-Qur’an ada banyak
ajaran yang berisi kekerasan terhadap non muslim. Ada perintah membunuh orang
kafir dan orang musyrik. Kaum wahabi melakukan hal itu, sebagaimana yang
tertulis dalam Al-Qur’an. Di sini sering kali kaum islam moderat keliru
memandang kaum wahabi. Mereka mengatakan bahwa kaum wahabi salah menafsirkan
wahyu Allah itu. Padahal kaum wahabi sama sekali tidak sedang menafsirkan wahyu
Allah; justru kaum islam moderatlah yang melakukannya. Kaum wahabi hanya
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT sebagaimana tertulis dalam kitab
suci. Melakukan seperti yang tertulis berarti mengindahkan kehendak Allah.
Jadi, kaum wahabi berupaya melaksanakan kehendak Allah seperti yang tertulis
dalam Al-Qur’an.
Selain kekerasan, dalam Al-Qur’an ada banyak ajaran yang membangun sikap intoleran terhadap orang non muslim. Orang yang bukan islam akan disebut kafir, dan orang kafir harus dibenci dan dimusuhi. Allah SWT sudah memerintahkan kepada umat islam untuk tidak berteman atau menjalin relasi dengan orang kafir, serta untuk tidak memilih orang kafir sebagai pemimpin. Kaum wahabi melaksanakan itu tanpa harus menafsirkan wahyu Allah. Kaum moderatlah yang menafsirkan wahyu Allah tersebut. Karena itu, kenapa kaum wahabi disalahkan? Janganlah karena wajah terlihat buruk, cermin yang disalahkan. Janganlah pula selalu menyembunyikan wajah buruk dibalik topeng dan menyalahkan wajah buruk orang lain.
Minggu, 27 November 2022
STUDI ALQURAN: TAURAT DAN INJIL PALSU
Umat islam percaya bahwa kitab suci orang Yahudi dan Kristen sudah tidak asli lagi, alias palsu. Mereka percaya ini karena Allah sudah mengatakannya dalam Alquran. Di sini tampak kalau perkataan Allah dijadikan tolok ukur asli atau tidaknya suatu naskah, bukan pada penelitian ilmiah. Bisa dikatakan kalau dalam Alquran Allah berkata 1+1=5, yakinlah pasti umat islam percaya saja, dan mengatakan kitab atau buku lain yang mengatakan 2 adalah salah. Kenapa Taurat dan Injil dinyatakan palsu? Video berikut ini mencoba mengulas topik ini secara logis.
Kalau mengalami kesulitan dalam membuka video di atas, silahkan coba membuka video sama di channel youtube kami. Selamat belajar!!!
Jumat, 25 November 2022
KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ARAF AYAT 184
Dan apakah mereka
tidak merenungkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak gila. Dia (Muhammad)
tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang jelas. (QS 7: 184)
Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana
mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga
mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Qur’an
biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup
keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari
Allah SWT kepada nabi Muhammad
SAW. Keyakinan ini didasarkan pada
pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam beberapa surah Al-Qur’an. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan
perkataan-Nya, sehingga
ia dikenal juga sebagai kalam Allah. Karena itu, Al-Qur’an dihormati sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan
terhadap keluhuran Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat
dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan
dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).
Selain
itu juga umat islam melihat Al-Qur’an sebagai keterangan
dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri.
Allah telah mengatakan bahwa diri-Nya telah memudahkan ayat-Nya sehingga umat
dapat dengan mudah memahami. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah
memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh
umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu
yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi
pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna
dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan
apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Seandainya
pun tidak persis seperti yang tertulis, tapi maknanya tak jauh beda dengan apa yang tertulis.
Penafsiran atas wahyu Allah yang berbeda bisa berdampak pada ketidak-sesuaian
dengan kehendak Allah sendiri.
Berangkat
dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Memang
harus diakui juga bahwa apa yang tertulis itu tidaklah sepenuhnya merupakan
perkataan Allah. Kata ‘Muhammad’ yang ada dalam tanda kurung (2 kali) merupakan
tambahan kemudian yang berasal dari tangan-tangan manusia. Artinya, kata
tersebut tidak pernah diucapkan Allah saat Dia menyampaikan wahyu ini kepada
Muhammad. Melihat dan membaca teks di atas, orang langsung menemukan pembenaran
wahyu Allah, yaitu wahyu Allah jelas dan mudah. Dengan sangat mudah orang
menafsirkan kalimat Allah di atas sebagai berikut: “Muhammad itu tidak gila dan
hanya seorang pemberi peringatan yang jelas.” Sangat sederhana.
Akan tetapi, kalau kita menempatkan kutipan kalimat di atas pada konteksnya, maka langsung ditemukan keanehan dan masalah. Konteks wahyu Allah dalam Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengar. Allah menyampaikan wahyu-Nya hanya kepada Muhammad. Jadi, ketika Allah menyampaikan kutipan ayat di atas, Muhammad adalah lawan bicaranya. Karena itu, secara logika dan juga secara linguistik, tafsiran bahwa yang tidak gila dan sebagai pemberi peringatan itu Muhammad adalah salah besar. Menafsirkan dengan Muhammad itu berarti tidak sesuai dengan kehendak Allah, karena bukan itu maksud Allah. Dapat dipastikan yang tidak gila dan sebagai pemberi peringatan itu bukanlah Muhammad. Jika yang dimaksud itu adalah Muhammad, seharusnya Allah berkata, “Dan apakah mereka tidak merenungkan bahwa engkau tidak gila. Engkau tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang jelas.”
Rabu, 23 November 2022
KIAT ATASI ANAK REWEL
Tentu kita berharap supaya anak-anak kita hidup tenang, menurut dan tidak
rewel. Ada orangtua yang merasa kaget ketika menghadapi anaknya yang rewel,
seperti suka ngambek dan teriak-teriak saat keinginannya tak dituruti.
Kekagetan ini bisa saja disebabkan karena pengalaman orangtua ketika masih
kanak-kanak tidak seperti anaknya saat ini. Padahal pepatah mengatakan “Buah
jatuh tak jauh dari pohonnya.” Karena itu, orangtua akan bertanya apa, dimana
dan siapa yang salah?
Perlu disadari bahwa menjadi orangtua tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan. Hingga saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menjadi orangtua.
Menjadi orangtua merupakan suatu panggilan hidup, dan untuk menjadi orangtua
yang baik merupakan suatu proses yang panjang, bahkan tak berhenti.
Untuk menjadi orangtua, kita harus memperkaya diri dengan banyak
pengetahuan cara mendidik serta melakukan pengasuhan. Pengetahuan ini bisa
didapat melalui bahan bacaan, bisa juga melalui pengalaman-pengalaman orang
lain. Intinya, harus ada sikap terbuka untuk menerima masukan.
Mendidik dan mengasuh anak itu terkait dengan pola asuh. Tentang pola asuh
ini, masing-masing keluarga punya caranya tersendiri. Namun perlu juga diingat
bahwa pola asuh ini tidak selamanya bersifat permanen, kecuali sudah terbukti
sahih. Bagi keluarga yang belum menemukan pola asuh yang pas, sangat terbuka
untuk mengubahnya.
Dalam menghadapi anak yang rewel, orangtua perlu memberikan batasan dan
pengertian mengenai hal-hal yang bisa diberikan atau tidak, lengkap dengan
alasannya. Anak dapat membentuk sistem regulasi diri jika memang diberikan
kesempatan lebih banyak untuk dapat melakukan yang baik dan benar sehingga hal
tersebut akan terbentuk secara sempurna sesuai usia. Hal praktis yang dapat
dilakukan oleh orangtua adalah dengan membuat aturan secara konsisten dan
diterapkan lengkap dengan konsekuensi yang logis (bukan hukuman)
Anak yang sudah mencapai usia 6 tahun memungkinkan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemahaman secara verbal dan setiap aturan yang diberikan
sebaiknya diikuti dengan contoh konkret. Misalnya, jika ingin membuat aturan
kapan waktunya membeli mainan, anak diberikan pemahaman bahwa mainan itu baru
dapat dibeli setiap 3 bulan sekali di tanggal tertentu; jelaskan alasannya dan
mengapa perlu dilakukan pengaturan pembelian mainan.
Bila perlu, ajak anak untuk mendiskusikan keinginannya disertai contoh
cerita anak-anak yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi sehingga anak
akan lebih mudah dalam memahami. Selain itu, perlu dilakuan penguatan terhadap
perilaku yang akan dibentuk dengan memberikan reward atau
penghargaan berupa stiker atau poin ketika anak dapat melakukan sesuatu sesuai
kesepakatan.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Selasa, 22 November 2022
RANGKAP JABATAN DAN KESERAKAHAN
Serakah atau keserakahan merupakan salah satu sifat buruk yang harus
dihindari. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terdapat 10 kali penyebutan kata
ini, yaitu sekali dalam Injil (Mrk 7: 22), tujuh kali dalam surat Paulus (Rom
1: 29; Ef 4: 19; Ef 5: 3; Ef 5: 5; Kol 3: 5; 1Tim 3: 8 dan Tit 1: 7) dan dua
kali dalam surat Petrus (2Ptr 2: 3 dan 2Ptr 2: 14). Semuanya menyerukan agar
umat menghindari sifat serakah ini, karena orang yang serakah tidak akan
mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah (Ef 5: 5).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “serakah” dipahami sebagai selalu
hendak memiliki lebih dari yang dimiliki. Orang yang memiliki sifat ini
mempunyai perasaan tidak puas dengan apa yang sudah ada pada dirinya. Dia ingin
lagi dan lagi, sekalipun ia sadar akan keterbatasan dirinya. Karena itu, kata
“serakah” ini berpadanan dengan kata tamak atau rakus.
Dalam arti tertentu, kejatuhan manusia pertama, Adam dan Hawa, ke dalam
dosa disebabkan karena sifat serakah mereka. Sekalipun sudah menikmati hidup
bahagia di taman Eden, namun mereka tidak puas. Mereka ingin lebih. Pada titik
inilah setan masuk dan menggoda. “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah
mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kej 3: 4 – 5).
Manusia ingin lebih dari apa yang sudah ada, sehingga akhirnya ia menuruti
godaan setan.
Keserakahan dapat terlihat dalam berbagai wujud. Perselingkuhan yang
terjadi dalam dunia rumah tangga bisa dikatakan sebagai bentuk lain dari
keserakahan, karena suami atau istri merasa tidak puas dengan apa yang sudah
ada pada dirinya, yaitu pasangan hidupnya. Keserahakan juga dapat dilihat pada
perilaku remaja yang melakukan hubungan seks sebelum nikah, karena tindakan itu
hanya dikhususkan bagi mereka yang sudah resmi menjadi suami istri (makanya,
hubungan seks = hubungan suami istri). Orang yang melakukan korupsi pun dapat
dimasukkan ke dalam kategori serakah.
Masih banyak lagi bentuk konkret dari keserakahan. Yang akan dibahas di
sini adalah soal rangkap jabatan. Ada banyak dalam kehidupan kita, baik itu
dalam dunia sipil maupun dalam dunia Gereja, fenomena rangkap jabatan. Artinya,
satu orang memegang beberapa jabatan. Menjadi persoalan, apakah rangkap jabatan
termasuk kategori serakah?
Perlu disadari bahwa tidak semua yang rangkap jabatan itu adalah serakah. Akan tetapi, yang serakah itu pasti rangkap jabatan. Tidak ada orang yang tidak serakah hanya memiliki satu jabatan saja. Karena sifat tidak puas dengan apa yang sudah ada itu membuat orang berusaha untuk mendapatkan jabatan lain. Namun, orang yang rangkap jabatan belum bisa dikatakan sebagai orang serakah.
Senin, 21 November 2022
MENGENAL SEKILAS TENTANG SAKRAMEN TOBAT
Salah satu poin penting pada masa Tahun Suci Kerahiman adalah pertobatan.
Umat diajak untuk bertobat, karena pertobatan merupakan sarana, yang darinya
umat mendapatkan kerahiman Allah berupa pengampunan dosa. Dengan pengampunan
dosa, kita memperoleh belas kasih Allah, sehingga kita berdamai kembali dengan
Allah. Paus Benediktus XVI pernah berkata, “Tidak benar jika kita berpikir
harus hidup sedemikian rupa sehingga kita tidak pernah membutuhkan pengampunan.
Kita harus menerima kelemahan kita, tetapi terus berjalan, tidak menyerah
tetapi bergerak maju dan bertobat menjadi baru kembali melalui Sakramen
Pengampunan Dosa sebagai langkah awal, tumbuh dan menjadi dewasa dalam Tuhan
oleh persekutuan kita dengan Dia.”
Hendaklah di tahun penuh rahmat ini umat benar-benar memanfaatkan
pertobatan. Tobat ada karena ada dosa. Setiap manusia pastilah berdosa. Yohanes
dalam suratnya yang pertama menulis, “Jika kita berkata bahwa kita tidak
berdosa, kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.”
(1Yoh 1: 8). Karena itu, St. Yohanes Maria Vianney berkata, “Setelah jatuh,
segeralah bangkit kembali! Jangan biarkan dosa di dalam hatimu bahkan untuk
sejenak!” Pastor dari Ars ini mengajak kita untuk menggunakan sarana yang ada,
yaitu Sakramen Tobat. “Allah sangat menghargai pertobatan sehingga sekecil apa
pun pertobatan di dunia, asalkan itu murni, menyebabkan Dia melupakan segala
jenis dosa, bahkan setan pun akan diampuni semua dosanya, jika saja mereka
memiliki penyesalan,” demikian kata St. Fransiskus de Sales.
“Pertobatan yang tulus adalah menghindari kesempatan untuk berbuat dosa,”
ujar St. Bernardus Clairvaux. Dengan bertobat, kita diminta untuk tidak
mengulangi dosa-dosa yang telah diakukan. Yang penting kita mau datang ke ruang
pengakuan dengan rasa sesal dan niat untuk bertobat. Jangan suka menunda.
Yohanes Maria Vianney menasehati, “Kita selalu menunda pertobatan kita lagi dan
lagi sampai ajal tiba. Tapi siapa bilang bahwa kita masih akan memiliki waktu
dan kekuatan untuk itu?” Karena itu, bertobatlah sekarang!
Mgr Ignatius Suharyo, dalam bukunya The Catholic Way (2009: 25), mengatakan ada tiga proses pertobatan. ketiga proses itu adalah [1] Pengakuan Pujian. Proses tobat diawali dengan menyadari dan mengalami kebaikan/anugerah Allah dalam hidup. Namun anugerah ini tidak ditanggapi dengan baik. Kita sering gagal dan jatuh. Pengakuan inilah yang diungkapkan dalam [2] Pengakuan Mengenai Hidup. Kita sadari dan akui kegagalan dan kejatuhan kita. Namun, sekalipun sering jatuh, kita tetap percaya bahwa kasih setia dan kerahiman Allah tanpa batas. Inilah yang dinyatakan dalam [3] Pengakuan Iman. Dengan demikian Sakramen Tobat pertama-tama membantu kita untuk mengalami kasih setia dan kerahiman Allah, bukan untuk menuduh diri kita.
Minggu, 20 November 2022
STUDI ALQURAN: SURAH YUSUF AYAT 41
Umat islam percaya dan mengakui kitab sucinya merupakan kitab kebenaran. Dasar kepercayaan ini terletak pada perkataan Allah. Selain itu, Allah juga menjadi jaminan akan kebenaran itu. Allah adalah maha benar. Tidak mungkin Allah salah atau pun keliru. Tak mungkin juga Allah berbohong. Karena itulah, kitab yang berasal dari-Nya adalah juga benar. Kebenaran itu menyangkut segala informasi yang diberikan Allah. Ada banyak informasi yang diberikan, termasuk sejarah. Wahyu Allah dalam surah Yusuf ayat 41 termasuk kebenaran sejarah yang disampaikan Allah.
Apabila video di atas sulit untuk dibuka, silahkan coba buka di channel youtube kami. Selamat menonton!!!
Jumat, 18 November 2022
KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ANAM AYAT 114
Pantaskah aku mencari
hakim selain Allah, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu
secara rinci? Orang-orang yang telah Kami beri kitab mengetahui benar bahwa
(Al-Qur’an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. (QS 6: 114)
Tak bisa dipungkiri bahwa umat islam percaya bahwa
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad, yang
kemudian ditulis di atas kertas. Sekalipun ada di kertas, tapi umat islam yakin
bahwa itu adalah kata-kata Allah sendiri. Karena Allah itu suci, maka kertas
yang ditulisi perkataan Allah itu adalah suci juga. Maka tak heran ketika ditemukan
lembaran-lembaran Al-Qur’an di tempat sampah, yang sebagiannya sudah terbakar,
umat islam merasa marah. Hal itu dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap
Allah. Allah sendiri sudah meminta umat islam untuk membunuh mereka yang
menghina-Nya (QS al-Maidah: 33).
Dasar keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan
wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad adalah perkataan Allah
sendiri. Allah sudah mengatakan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari diri-Nya.
Berhubung Allah itu mahabenar, maka apa yang dikatakannya juga adalah benar.
Mana mungkin Allah yang mahabenar itu berbohong? Tak mungkin Al-Qur’an itu ciptaan manusia, karena manusia bisa
berbohong. Logika pikir orang islam kira-kira begini: bahwa Al-Qur’an itu wahyu
Allah karena Allah sendiri yang mengatakannya adalah benar, sebab Allah itu
mahabenar yang tak bisa berbohong.
Berangkat dari premis ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di
atas haruslah dikatakan berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa
yang tertulis di atas (kecuali kata “Al-Qur’an”), semuanya diyakini merupakan kata-kata Allah, yang
kemudian ditulis oleh manusia. Seperti itulah kata-kata Allah ketika diucapkan.
Dan perkataan Allah ini disampaikan kepada Muhammad,
karena hanya Muhammad saja sebagai penerima wahyu. Jadi, bisa dikatakan bahwa
konteks seluruh Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengar. Karena surah ini masuk
dalam kelompok surah Makkiyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini
saat Muhammad ada di Mekkah.
Jika kutipan kalimat Allah di atas dilepaskan dari konteksnya, maka pembaca akan dengan sangat mudah memahaminya; dan kalimat Allah itu sangatlah indah dan baik. Akan tetapi, akan berbeda jika kutipan teks di atas ditempatkan pada konteksnya. Orang yang mempunyai nalar akal sehat akan langsung menemukan keanehan dan persoalannya. Akar persoalan terletak pada 4 kata kunci, yaitu aku, Dialah, Kami dan Tuhanmu.
Kamis, 17 November 2022
ORANG KATOLIK JANGAN MALU BUAT TANDA SALIB
Tentu kita pernah melihat aksi para pesepak bola yang beragama katolik
ketika memasuki lapangan. Mereka menyentuh rumput lapangan dengan ujung
tangannya lalu membuat tanda salib. Hal yang sama dapat kita saksikan pada diri
petinju kita Chris “Dragon” John. Sebelum memasuki ring dan setelah bertarung,
ia selalu membuat tanda salib. Atau mungkin sebagian kita masih ingat aksi Susi
Susanti, ketika memastikan emas di Olimpiade Barcelona untuk cabang olah raga
Badminton. Susi membuat tanda salib.
Kebiasaan membuat tanda salib sangat populer dalam kehidupan orang-orang
Flores. Dalam setiap aktivitas, orang selalu membuat tanda salib. Saat mau
mandi, orang membasahi terlebih dahulu ujung jarinya lalu membuat tanda salib.
Bahkan ada lelucon pencuri kelapa. Sebelum memanjat kelapa, ia membuat tanda
salib dahulu.
Tanda salib merupakan ciri khas orang katolik. Ketika ada orang membuat
tanda salib, pasti orang lain tahu bahwa pembuat tanda salib itu adalah
katolik. Ada sebuah cerita. Seorang frater hendak liburan ke kampung. Ia naik
bus lintas. Pada suatu perhentian ia turun makan. Setelah pesanan terhidang di
atas meja, frater itu membuat tanda salib dan berdoa sejenak. Aksinya
diperhatikan oleh seorang bapak keluarga di meja sebelah. Bapak ini, yang
ternyata juga katolik, merasa kagum dengan tindakan frater itu mengingat tempat
mereka makan merupakan daerah muslim. Akhir cerita, bapak itu membayar makanan
frater itu.
Ada orang merasa malu dan takut membuat tanda salib. Mungkin mereka masih
terbawa alam pikiran orang-orang Yahudi dan Yunani pada jaman dulu, karena
salib merupakan suatu aib dan kebodohan. Orang-orang katolik jaman sekarang
yang malu membuat tanda salib tak jauh beda dengan kebanyakan jemaat perdana.
Karena itu, St. Sirilus dari
Yerusalem (313 – 387) pernah berkata, “Jangan malu mengakui
Sang Tersalib. Marilah dengan penuh keyakinan kita ‘memeterai’ dahi kita dengan
jari-jari. Marilah membuat tanda salib pada setiap benda, pada roti yang kita
makan dan pada cangkir tempat kita minum. Marilah membuat tanda salib ketika
beranjak pergi dan pulang, sebelum tidur, ketika berbaring, ketika bangun,
ketika menempuh perjalanan atau beristirahat.”
Jadi, ternyata nasehat untuk selalu membuat tanda salib dalam setiap
aktivitas kita sudah disuarakan oleh orang kudus dari abad IV. Membuat tanda
salib memiliki banyak makna. Yang utama adalah kita menempatkan diri kita dalam
perlindungan Allah Tritunggal. Inilah yang diharapkan oleh para pemain sepak
bola ketika memasuki lapangan, atau Chris John ketika memasuki ring tinju.
Mereka menyerahkan diri mereka kepada perlindungan Allah Tritunggal: Bapa,
Putra dan Roh Kudus.
Membuat tanda salib dapat juga dilihat sebagai ungkapan syukur. Inilah yang
ditampilkan Susi Susanti setelah mengakhiri permainan dengan kemenangan. Susi
mengangkat kedua tangannya ke atas dan kemudian ia membuat tanda salib. Salib
bagi orang Kristen adalah tanda kemenangan, dan Susi memperoleh kemenangannya.
Karena itu, ia mempersembahkan kemenangannya itu kepada Sang Pemberi
Kemenangan, yaitu Yang Tersalib. Itulah ungkapan syukurnya.
Dengan membuat tanda salib, secara tidak langsung kita sudah membuat
pewartaan. Pewartaan sederhana yang ditampilkan adalah bahwa kita orang
katolik, pengikut Kristus. Tentu diharapkan bukan diri kita yang menjadi pusat
pewartaannya, melainkan Kristus. Sangat diharapkan setelah orang lain tahu
bahwa kita adalah katolik, kita menampilkan kekatolikan kita dalam hidup.
Misalnya seperti kasih. Dari sinilah orang akan dapat dihantar kepada Sang
Kasih itu. Jadi, jika kita melakukan kasih tanpa tanda salib, orang tidak dapat
mengenal Sang Kasih itu. Tapi, jika dengan tanda salib, orang dapat
mengenal-Nya. Itulah perwartaan kita.
Oleh karena itu, marilah kita, dalam kehidupan sehari-hari, kita membuat
tanda salib. Dengan membuat tanda salib di awal kegiatan, kita sudah melakukan
pewartaan bahwa Yesus yang tersalib telah menyelamatkanku, dan kini Dia tetap
melindungiku. Kita dapat membuat tanda salib sambil berdoa dalam hati, “Yesus,
Kau andalanku!” atau “Yesus, jagalah aku!” Hendaklah kita juga tidak lupa
membuat tanda salib setelah melakukan kegiatan. Tanda salib yang kita buat di
akhir kegiatan merupakan bentuk syukur dan terima kasih kita.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Rabu, 16 November 2022
ANAK CACAT: DOSA ORANGTUA ATAU KEHENDAK ALLAH?
Kerap dijumpai
pemikiran bahwa cacat anak dikaitkan kepada dosa orangtuanya. Yesus sendiri
pernah menghadapi pemikiran seperti ini (Yoh 9). Ketika bertemu dengan orang buta
sejak kecil, orang-orang bertanya hendak menguji Dia apakah penyakit orang itu
lantaran dosa orangtuanya atau dosa orang itu sendiri. Jawaban Yesus sama
sekali tidak mengaitkan baik orangtua maupun yang bersangkutan, melainkan agar “pekerjaan-pekerjaan
Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (ay. 3) Di sini Yesus mau mengajak
orang-orang untuk tidak menghakimi orang yang sudah menderita, melainkan ikut
berbela rasa dengan mereka. Daripada menghakimi, lebih baik berbelas kasih demi
kemuliaan Allah. Itulah pekerjaan Allah.
Lantas kenapa ada anak
yang lahir cacat? Anak lahir tanpa dosa, tak mungkinlah dia cacat jika bukan
karena dosa orangtuanya.
Menarik kalau kita
merenungkan firman Allah kepada Musa dalam Kitab Imamat: “Jikalau seseorang
berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang Tuhan tanpa mengetahuinya, maka ia
bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri.” (5: 17). Firman Allah ini
kembali ditegaskan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose: “Barangsiapa
berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak
memandang orang.” (Kol 3: 25). Dari dua teks kitab suci ini tampak jelas bahwa
masing-masing orang menanggung dosanya sendiri. Hanya Yesus yang menanggung
dosa umat manusia dan memakunya di salib sebagai bentuk penebusan dosa (1Ptr 2:
24; Rom 5: 8).
Jadi, harus ditegaskan cacat anak bukan lantaran dosa orangtuanya.
Lalu, apakah karena
dosa anak itu sendiri? Bukankah dia lahir tanpa dosa? Pandangan anak lahir
tanpa dosa muncul karena pengaruh
pemikiran
John Locke dengan teori “tabula rasa”. Dalam teori ini setiap manusia lahir
seperti kertas putih. Perkembangan hidupnya membuat lembar-lembar kertas putih
itu mulai ada coret-coretan. Apakah Gereja mengakui teori ini terkait dosa?
Mari kita baca surat
Paulus kepada jemaat di Roma. Di sana dikatakan, “Sebab itu, sama seperti dosa
telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa.” (5: 12). Yang dimaksud “satu orang” itu adalah Adam. Jadi,
karena dosa Adam, dosa itu masuk ke dunia. Upah dosa adalah maut (Rom 6: 23);
dan maut itu menjalar sehingga semua
orang telah berbuat dosa. Ini berarti setiap manusia yang lahir ke dunia
membawa dosa tersebut. St. Agustinus mengistilahkannya dengan “dosa asal” atau “dosa
keturunan”. Akan tetapi, kita tak perlu gelisah, karena Paulus melanjutkan refleksinya
bahwa karena satu orang juga manusia mendapatkan kasih karunia Allah (Rom 5:
15-19; bdk. 1Kor 15: 21-22). Satu orang itu adalah Yesus, sehingga Dia dikenal
juga sebagai Adam Baru. Yesus telah menebus dosa manusia. Untuk masa kini
rahmat penebusan itu hadir dalam Sakramen Baptis. Karena itulah, Gereja Katolik
mempunyai tradisi membaptis bayi.
Lantas bagaimana bisa memahami fenomena anak lahir cacat dalam pandangan Gereja?
Selasa, 15 November 2022
INSENTIP JASA PELAYANAN: HARAM ATAU HALAL
Dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh pimpinan lembaga Gereja, yang diselenggarakan oleh Bimas Katolik, seorang bapak meminta tanggapan soal boleh tidaknya seorang petugas pastoral menerima uang insentip. Ia bertanya, “Apakah tabu atau tidak seorang pendamping Sekolah Minggu, misalnya, menerima uang insentip?”
Senin, 14 November 2022
MEMAHAMI WAHYU ALLAH DALAM QS 33: 59
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap wanita islam identik dengan
kerudung, atau biasa disebut jilbab. Bahkan jilbab menjadi suatu kewajiban bagi
seorang muslimah. Karena itu, sejak anak-anak pun, perempuan mengenakan jilbab;
dan polisi wanita yang beragama islam pun menanggalkan seragam lazimnya dan
mulai memakai jilbab. Perintah ini datang dari Allah dengan perantaraan Nabi Muhammad,
sehingga wajib untuk diikuti.
Pendasaran kewajiban mengenakan jilbab ini dapat dijumpai dalam QS
al-Ahzab: 59. Bunyi surah tersebut adalah demikian, “Hai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’, yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,
dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam islam, selalu ada peristiwa yang mendasarkan turunnya firmal Allah
kepada Nabi Muhammad. Dan ada ilmu yang khusus mempelajari asal usul ayat-ayat
Al-Qur'an, yang dikenal dengan istilah Asbabun Nuzul.
Terkait dengan kewajiban jilbab, ada dua peristiwa yang menjadi sebab turunnya
surat ini.
Pertama, peristiwa yang dialami oleh seorang istri
Muhammad bernama Siti Saudah. Dikisahkan bahwa pada suatu hari Saudah keluar
rumah untuk keperluan. Pada waktu itu, Umar melihatnya dan berkata, “Hai
Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kamu akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah
pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang. Ketika bertemu
dengan Muhammad, ia berkata, “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu
keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku).” Karena peristiwa
inilah maka turun surah al-Ahzab: 59.
Kedua, peristiwa yang dialami oleh istri-istri
Muhammad. Diceritakan bahwa suatu malam, istri-istri Muhammad keluar dari tenda
untuk buang hajat (beol/pipis?). Pada waktu itu kaum munafiqin menganggu mereka
yang menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur
kaum munafiqin. Mereka menjawab, “Kami hanya menganggu hamba sahaya.” Setelah
peristiwa inilah maka turun surah al-Ahzab: 59.
Perlu diketahui bahwa pada saat peristiwa itu terjadi belum ada perintah
untuk mengenakan jilbab. Jadi, saat itu Saudah dan istri-istri Muhammad, bahkan
para istri pengikut nabi, tidak mengenakan jilbab. Kaum munafiqin mengira bahwa
mereka bukan istri Muhammad sehingga mereka menggodanya. Mereka tidak mengenal
sehingga dengan sendirinya menggoda. Akan tetapi, setelah peristiwa itu, maka
mulailah isteri-isteri Muhammad mengenakan jilbab. Demikian pula istri-istri
orang islam.
Namun ada beberapa persoalan, karena surah ini turun setelah ada dua peristiwa. Artinya, pewajiban mengenakan jilbab setelah turun surah al-Ahzab: 59. Pertama, kita tidak tahu waktu dari dua peristiwa tersebut, apakah peristiwa itu terjadi pada hari yang sama atau berlainan. Hal ini mengandaikan bahwa surah ini turun dua kali, yaitu saat Muhammad berbicara dengan Siti Saudah di rumah istri cantiknya, Aisyah, dan saat Muhammad menegur kaum munafiqin. Karena itu, bisa dipertanyakan, kenapa para istri Muhammad tidak mengenakan jilbab ketika mereka keluar hendak buang hajat? Bukankah surah pewajiban jilbab sudah turun ketika Muhammad berbicara dengan Siti Saudah? Atau sebaliknya.
Minggu, 13 November 2022
STUDI ALQURAN: SURAH MUHAMMAD AYAT 8
Allah swt sudah berkata bahwa alquran merupakan kitab atau keterangan yang jelas. Allah sendiri sudah memudahkan ayat-Nya sehingga memudahkan umat islam untuk memahaminya. Menjadi pertanyaan, benarkah alquran itu kitab yang jelas? Sungguh jelaskah wahyu Allah dalam ayat-ayat alquran? Video berikut ini mencoba memberi sedikit jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Jumat, 11 November 2022
KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ANAM AYAT 104
Sungguh, bukti-bukti
yang nyata telah datang dari Tuhanmu. Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka
(manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat
kebenaran itu), maka dialah yang rugi. Dan aku (Muhammad) bukanlah penjaga(mu).
(QS 6: 104)
Publik
sudah tahu kalau Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah
satu sumber iman dan peri kehidupan umat islam. Hal ini disebabkan karena
Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah secara langsung. Artinya, Allah langsung
berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad kemudian meminta pengikutnya untuk
menuliskannya. Karena itu, umat islam yakin dan percaya apa yang tertulis di
dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an dikenal juga
sebagai wahyu Allah. Karena Allah itu maha benar, maka benar pula apa yang
tertulis di dalam Al-Qur’an. Selain itu, Al-Qur’an dinilai suci karena Allah
adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qur’an berarti juga penghinaan terhadap
Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah telah memberi bentuk hukuman bagi mereka yang menghina-Nya (QS al-Maidah: 33).
Al-Qur’an
dikenal juga sebagai kitab atau keterangan yang jelas. Kata “jelas” di sini
dimaknai bahwa apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an harus dimaknai secara lugas.
Dengan kata lain, ketika Allah berbicara, Allah tidak menggunakan kata-kata
kias. Karena itu, kata “membunuh” harus dipahami dengan tindakan menghilangkan
nyawa seseorang, tidak ada makna lain. Demikian pula dengan kata “perang” atau
“jihad”. Memang tidak semua perkataan Allah itu selalu bermakna lugas. Ada
beberapa yang memiliki makna kias, terlebih kata-kata yang berkonotasi seksual.
Misalnya, kata “bercampur” dimaknai dengan bersetubuh. Sekalipun memakai makna
kias, tetap saja perkataan Allah itu mudah dipahami, karena Allah sendiri sudah
berfirman bahwa diri-Nya telah memudahkan Al-Qur’an supaya mudah dipahami.
Berangkat dari premis-premis di atas, dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad. Meskipun demikian tetap harus diakui bahwa kutipan di atas tidaklah sepenuhnya merupakan perkataan Allah. Tulisan yang berada di dalam tanda kurang harus diakui sebagai tambahan kemudian yang berasal dari tangan-tangan manusia. Dengan perkataan lain, kata-kata yang ada dalam tanda kurung tidak pernah diucapkan oleh Allah. Karena itu, aslinya wahyu Allah ini berbunyi sebagai berikut: “Sungguh, bukti-bukti yang nyata telah datang dari Tuhanmu. Barangsiapa melihat, maka bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta, maka dialah yang rugi. Dan aku bukanlah penjaga.”
Kamis, 10 November 2022
SELALU ADA RUANG MISTERI DALAM AGAMA
Dari etimologinya, kata “agama” memiliki beberapa arti. Ada yang mengatakan
bahwa kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata A yang
berarti tidak dan GAMA yang berarti kacau. Secara
sederhana agama dipahami tidak kacau; dan ini mengarah pada tradisi. Biasanya
tradisi ini mengacu pada relasi manusia dengan Sang Pencipta, sesamanya dan
juga alam. Jika agama ini dipelihara maka terciptalah harmoni.
Istilah lain yang sering dipakai untuk pengertian agama adalah RELIGI.
Istilah ini berasal dari Bahasa Latin “religio”, yang diambil dari akar kata RE
yang berarti kembali, dan LIGARE yang berarti mengikat.
Jadi, religi berarti mengikat kembali; karena istilah ini biasa digunakan dalam
hubungan antara manusia dengan Tuhan, maka istilah religi dipahami mengikat
kembali relasi dengan Tuhan.
Apapun pengertiannya, istilah agama ini biasanya dikaitkan dengan Tuhan. Karena itu, orang sering mendefinisikan agama sebagai penghambaan manusia kepada Tuhannya. Relasi manusia dengan Tuhan adalah relasi hamba – tuan. Dan untuk mengatur relasi itu, muncullah agama.
Rabu, 09 November 2022
STUDI AL-QUR'AN: SURAH ALI IMRAN AYAT 6
Seperti yang telah diketahui umum, apa yang tertulis di dalam surah ali imran ayat 6 merupakan perkataan Allah, yang diucapkan-Nya sendiri kepada Muhammad. Jadi, waktu itu Allah berfirman kepada Muhammad, “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia.” Siapakah yang dimaksud dengan DIA dalam wahyu Allah ini? Tentu saja umat islam langsung mengatakan bahwa yang dimaksud dengan DIA adalah Allah. Akan tetapi, apakah Allah yang dimaksud adalah Allah yang berbicara? Tentulah bukan. Jika Allah yang dimaksud adalah Allah yang berbicara jelas-jelas menyalahi logika akal sehat.
Selasa, 08 November 2022
BERBAGI ATAU MEMBERI
Berbagi merupakan suatu kegiatan memberi apa yang dimiliki kepada orang lain. Yang diberi ini tidak harus berwujud materi, tetapi dapat juga berbentuk non materi seperti saran, ilmu pengetahuan atau tugas pekerjaan. Jadi, berbagi di sini terjadi pada orang yang memiliki “kelimpahan” dan menyerahkan “kelimpahan” itu kepada yang tidak mempunyai. Berbagi bisa terjadi dalam urusan pekerjaan. Berbagi tugas misalnya. Sebagai contoh, seorang pimpinan memberikan beberapa tugas kepada bawahannya untuk dikerjakan. Orang yang menerima tugas tersebut bertanggung jawab kepada si pemberi tugas.
Akan tetapi, tidak selamanya memberi tugas itu termasuk berbagi tugas.
Memberi tugas kepada orang lain terjadi karena si pemberi tidak dapat
mengerjakan tugas-tugas itu pada waktu yang sama dan di tempat yang berbeda.
Misalnya, pastor paroki tidak dapat merayakan dua misa pernikahan pada waktu
yang sama di dua tempat yang berbeda. Jika ia memberikan salah satu tugas itu
kepada pastor pembantunya, ia bukan berbagi tugas, melainkan memberi tugas.
Memberi tugas juga dapat terjadi karena si pemberi tidak suka pada
pekerjaan yang dihadapinya. Misalnya, seorang ibu minta pelayanan misa arwah di
rumahnya. Pastor paroki tidak suka merayakan misa di sana karena yakin ia tidak
akan mendapatkan uang stipendium yang besar. Maka ia menyerahkan tugas
pelayanan itu kepada pastor pembantunya. Terkesan bahwa pastor paroki ini sudah
berbagi tugas, padahal dia hanya memberi tugas.
Dengan berbagi tugas seseorang tidak hanya memberikan suatu tugas, melainkan memberikan kepercayaan. Sekalipun seseorang dapat melakukan tugas-tugas tersebut, namun ia menyerahkan kewenangan itu kepada orang lain, dan ia akan tunduk karena ia sudah percaya kepadanya. Sebagai contoh akan diambil dari kehidupan di paroki. Di paroki pastor paroki adalah pemegang kuasa. Semua tugas adalah kewenangannya. Pastor pembantu hanya menerima sisa-sisa; atau tugas yang sama sekali tidak bisa dikerjakan oleh pastor paroki karena keterbatasan ruang dan waktu atau karena ketidaksukaan pada tugas.
Misalnya, seorang pastor paroki mempercayakan kepada pastor pembantunya
untuk bertugas membagikan jadwal misa; dan ia akan tunduk pada pembagian yang
dibuat pembantunya itu. Atau pastor paroki memberi keparcayaan kepada pastor
pembantunya untuk mengurus soal Kursus Persiapan Perkawinan, administrasi
paroki, pembinaan katekumen/komuni pertama/krisma, dll.
Di dalam berbagi tugas ada terkandung beberapa keutamaan, yaitu sikap
rendah hati dan semangat bekerja sama. Hanya orang yang rendah hati dan yang
memiliki semangat bekerja sama saja mau memberikan sebagian kewenangannya
kepada orang lain. Orang yang rendah hati akan tahu diri tentang keterbatasan
dirinya dan makna tugas pelayanannya. Karena itu, orang yang memiliki sikap
rendah hati akan selalu terbuka dengan siapa saja sehingga ia dapat bekerja
sama.
Jadi, ada perbedaan antara memberi tugas dengan berbagi tugas. Berbagi
tugas merupakan suatu keutamaan, sedangkan memberi tugas bukan merupakan
keutamaan. Ia adalah hal biasa, karena adanya keterbatasan ruang dan waktu atau
karena selera. Untuk perkembangan suatu lembaga, dibutuhkan adanya sistem
berbagi tugas dari para pimpinan kepada bawahan.
Senin, 07 November 2022
CATATAN HUJAN BULAN OKTOBER
Sebenarnya pemantauan
hujan selama bulan Oktober berlangsung di Ujung Beting. Saya tiba di Ujung
Beting pada tanggal 28 September. Tiga hari terakhir September di Ujung Beting
tidak diisi dengan hujan. Langit memang mendung, tapi hujan tak kunjung turun.
Berhubung Rm. Simpli baru tiba tanggal 10, sementara Rm. Yohan pergi cuti ke
kampung, maka saya terpaksa menetap lagi di Dabo. Mulai tanggal 14 Oktober saya
menetap di Dabo. Bagaimana pantauan hujan di dua lokasi ini?
Mulai tanggal 1 hingga
saya berangkat ke Dabo, hujan hampir turun setiap hari. Curah hujan cukup
tinggi. Intensitas hujan memang ringan dan sedang, tapi ini hampir setiap hari
berlangsung. Demikian pula pantauan hujan di Dabo. Sejak tiba hujan selalu
turun, hampir setiap hari. Intensitas hujan hampir mirip seperti di Ujung
Beting.
Dengan demikian, dapatlah
dikatakan curah hujan di bulan Oktober ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Prediksi
kita, dengan membandingkan catatan hujan di tahun 2021, jelas meleset jauh.
Karena itu, jika digrafikkan maka akan terlihat grafik meningkat. Memperhatikan
curah hujan di bulan Oktober ini dapatlah dipastikan saatnya memasuki musim
hujan. Tren curah hujan tinggi belanjut di awal November. Tanggal 1 Nov hujan
turun seharian, dan dilanjutkan pada tanggal 3, 5 dan 6. Tanggal 7 saya sudah
berada di Ujung Beting. Pemantauan berikutnya dari sana. Bukan tidak mungkin di
sisa 2 bulan tahun 2022 curah hujan tetap tinggi.
Minggu, 06 November 2022
STUDI ALQURAN: MUHAMMAD TELADAN AGUNG
Bagi umat islam posisi Muhammad sudah jelas dan pasti. Dia dipuja, dipuji, dimuliakan, diagungkan bahkan disembah. Allah sendiri sudah berkata taat kepada Muhammad sama artinya taat kepada Allah. Karena itu, tidak heran kalau muncul gelar buat Muhammad sebagai insan kamil, manusia sempurna. Tapi ketika ditanya dimana letak kesempurnaan Muhammad, dapat dikatakan umat islam tak punya jawaban pasti dan tegas. Video berikut ini mengulas sosok Muhammad sebagai teladan agung, yang wajib diikuti setiap muslim.
Jika tak bisa memutar video di atas, silahkan cari atau buka di channel youtube kami. Selamat menikmati!!
Jumat, 04 November 2022
TINJAUAN ATAS KATA GANTI ALLAH DALAM SURAH AL-ANAM
Dewasa ini, jika dikatakan Al-Qur’an tentulah orang
langsung memahaminya sebagai kitab suci umat islam yang bertuliskan bahasa
Arab, yang terdiri dari 114 surah. Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat
islam. Ia dipercaya sebagai wahyu Allah yang disampaikan langsung kepada nabi
Muhammad SAW (570 – 632 M). Jadi, konteks keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan
Muhammad mendengar. Apa yang didengar Muhammad inilah yang kemudian ditulis,
dan akhirnya menjadi Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis di dalamnya
dipercaya sebagai kata-kata Allah. Kepercayaan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri yang
banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat
islam percaya bahwa kitab sucinya merupakan wahyu Allah karena Allah sudah mengatakan
demikian dalam kitabnya. Hal inilah yang membuat umat islam menaruh hormat yang
tinggi pada Al-Qur’an. Penodaan terhadap Al-Qur’an dilihat sebagai penodaan
terhadap Allah sendiri, dan orang yang melakukan itu harus dibunuh. Ini
merupakan perintah Allah, yang tertuang dalam Al-Qur’an sendiri (QS al-Maidah:
33).
Surah
al-Anam merupakan surah keenam dalam kitab Al-Qur’an. Surah ini masuk dalam
kelompok surah makkiyyah, artinya wahyu Allah yang turun saat Muhammad berada
di Mekkah. Surah al-Anam terdiri dari 165 ayat. Dapat dipastikan ke-165 ayat
ini tidaklah turun sekaligus. Artinya, Allah tidak langsung menyampaikan kepada
Muhammad ke-165 wahyu-Nya ini. Bisa saja Allah menyampaikannya 2 kali, bisa
juga lebih. Tidak ada yang tahu pasti.
Seperti surah-surah lainnya, dalam surah al-Anam ini Allah memakai beberapa kata ganti, yang dimaknai sebagai Allah. Selain kata “Allah” sendiri, digunakan juga kata ganti “Kami”, “Dia” dan “Aku”. Jika ditelusuri, kata “Allah” terdapat dalam 18 ayat, kata “Kami” ada 48 ayat, kata “Dia” ada 37 ayat, dan kata “Aku” dalam bentuk kepunyaan ada 2 ayat. Penggunaan kata-kata ganti ini bervariasi. Misalnya, pada ayat 1 dipakai kata “Allah”, lalu dua ayat berikutnya pakai “Dia” untuk menunjukkan pengganti kata “Allah” di depannya. Ayat 4 kembali pakai kata “Tuhan” sebagai kata lain dari “Allah”. Dan pada ayat 6 – 9 digunakan kata “Kami”. Terlihat pemakaian 3 kata ganti ini selalu berselang-seling. Gambaran seperti ini terulang berkali-kali sepanjang surah al-Anam. Sebagai contoh, ayat 126 memakai kata “Kami”, ayat 127-128 pakai kata “Dia”, dan ayat 129 kembali pakai kata “Kami”, tapi ayat 130 menggunakan kata ganti “Aku” dalam bentuk kepunyaan (ayat-ayat-Ku).
Kamis, 03 November 2022
ANTARA PELAYAAN DAN KEWAJIBAN
Saya merasa risih mendengar pernyataan seorang imam bahwa dirinya telah
melakukan tugas pelayanan dengan maksimal. “Kami bekerja setiap hari selama
seminggu. Kerjanya 24 jam.” Ungkap imam itu dengan bangganya. Tugas yang
dimaksud imam tersebut adalah misa setiap hari (misa harian), setiap hari
Minggu 2 hingga 3 kali; kadang tengah malam dibangunkan untuk memberi
pengurapan orang sakit, dll. Intinya, semua tugas sakramen dan sakramentalia.
Kebanggaan imam itu ditambah lagi dengan uang saku yang diterimanya.
Sekalipun bekerja setiap hari dan 24 jam, ia hanya menerima uang saku. Ia tidak
menerima gaji. Uang sakunya pun sedikit, meski ia dapat memiliki benda-benda
elektronik yang harganya tak terjangkau uang sakunya sebulan.
Pertanyaannya adalah benarkah imam itu sudah melakukan tugas pelayanan?
Pelayanan menjadi inti dari imamat. Ketika ditahbiskan menjadi imam, seorang
imam dipanggil untuk melayani, bukan dilayani. Ini mengutip pernyataan Tuhan
Yesus sendiri, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
(Mat 20 28).
Pernyataan imam bahwa ia telah melakukan pelayanan patut dipertanyakan.
Apakah benar ia sudah melakukan tugas pelayanan, atau tugas kewajiban? Sangat
tipis perbedaan antara sebuah tugas pelayanan dengan tugas kewajiban.
Bagi saya, jika hanya sebatas merayakan misa sesuai ketentuan, ini
merupakan kewajiban. Adalah tugas seorang imam untuk merayakan ekaristi. Dan
adalah juga tugas seorang imam untuk memperhatikan kebutuhan rohani umat
gembalaannya. Karena itu, seorang imam merayakan misa bersama umat, entah itu
di gereja atau di komunitas, itu adalah kewajibannya.
Bahkan ketika tengah malam, tidur seorang imam diganggu oleh panggilan
untuk perminyakan orang sakit, itu adalah kewajibannya. Dia ditahbiskan untuk
itu.
Lantas, kapan seorang imam dikatakan melakukan tugas pelayanan? Pelayanan
lahir dari dalam diri seorang imam. Tugas yang dilakukan bukan karena aturan
atau ketentuan, tetapi karena dirinya mau melakukannya. Dalam pelayanan ada
pengorbanan; dan pengorbanan terbesar adalah egonya.
Sebagai contoh, suatu hari seorang imam sudah mempunyai jadwal dua misa.
Tiba-tiba ada seorang umat minta diadakan misa di tempatnya. Soal waktu dapat
diatur, dan kesempatan itu memang ada. Jika menyanggupi permintaan itu, ia
telah melakukan pelayanan. Apalagi jika ia tidak memperhatikan status
sosial-ekonomi umat yang minta (terkait dengan stipendium yang bakal diterima).
Atau, ketika seorang imam datang mengunjungi umat tanpa memandang status
sosial-ekonomi, suku atau golongan; melayat umat yang mendapat musibah, baik di
rumah maupun di penjara dan rumah sakit.
Intinya, di saat imam melakukan suatu tugas, yang tidak termasuk ketentuan
baku, dia sudah melakukan pelayanan. Tugas yang sudah ditentukan, misalnya
seperti misa, berkat Dalam pelayanan itu, ia telah mengorbankan kepentingan
dirinya.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu