Jumat, 08 Oktober 2021

TELAAH SURAH AL-BAQARAH AYAT 223

 


Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. (QS 2: 223)

Kutipan kalimat di atas diambil dari Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 223. Jadi, kutipan di atas merupakan ayat suci Al-Qur’an. Umumnya orang memahami bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam, yang terdiri dari 114 surah, mulai surah al-Fatihah hingga an-Nas.. Umat islam meyakini bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya merupakan perkataan Allah sendiri. Dengan demikian, kutipan ayat di atas, kecuali yang berada dalam tanda kurung (yang baik) harus dipahami sebagai perkataan Allah. Waktu itu Allah berkata kepada Muhammad, “Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.”

Wahyu Allah ini hendak mengungkapkan relasi suami istri, khususnya dalam konteks seksual. Wahyu Allah di atas terdiri dari 3 kalimat, yaitu (1) “Istri-istrimu adalah ladang bagimu”; (2) “Datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai”; (3) “Utamakanlah untuk dirimu.” Kalimat pertama merupakan pengandaian istri sebagai ladang. Pengandaian ini menyiratkan posisi istri yang rendah, yang tak punya kuasa. Hal ini terungkap jelas dalam kalimat-kalimat berikutnya. Suami bisa datang kapan saja dengan cara apa saja, yang penting untuk suami.

Ada banyak tokoh islam menafsirkan kata “datang” pada kalimat kedua sebagai simbolisasi dari tindakan persetubuhan. Ibarat petani yang datang ke kebunnya untuk menggarapnya, demikian pula suami datang ke istrinya untuk bersetubuh dengannya. Dalam konteks persetubuhan, ada dua hal penting dari kalimat kedua ini, yaitu kapan saja dan dengan cara yang kamu suka. Pada hal yang pertama, wahyu Allah ini hendak menyatakan bahwa seorang suami boleh bersetubuh dengan istrinya kapan saja. Tidak ada batasan. Titik tolaknya adalah diri suami, bukan istri (terlihat dari kalimat ketiga). Jadi, sekalipun istri sedang tidak mood atau sedang haid, atau ada kesibukan lainnya, istri wajib melayani syahwat suami. Istri sama sekali tidak punya hak atas tubuhnya. Tubuh istri adalah milik suami, yang bebas dieksploitasi demi kepentingan suami. Hadis Tirmidzi mengutip kata-kata nabi Muhammad, “Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hasratnya, maka hendaknya dia mendatanginya walau dia sedang berada di dapur.” Sesibuk apapun istri, kalau sudah diminta suami untuk bersetubuh, dia wajib memenuhi syahwat suaminya. Ada dua efek jika istri menolak ajakan suami untuk bersetubuh, yaitu dipukul (QS an-Nisa: 34), dan malaikat akan mengutukinya hingga pagi (HS Bukhari Vol 4. Bk. 54, No 460; HS Muslim Bk. 8, No 366, 367).