Minggu, 07 Juli 2013

(C E R P E N) Maafkan Aku, Lala

MAAFKAN AKU, LALA

Namanya Lala. Aku baru tahu dia sebagai anak asput[1] St. Clara ketika ia dan Jeni datang menemuiku. Aku sungguh mengaguminya. Aku senang melihatnya tersenyum, menampilkan barisan gigi putihnya dan lesung pipit di kedua pipinya. Bibirnya mungil terlihat kemerahan alami tanpa polesan kosmetik. Rambutnya dipotong shaggy sampai di pundak, sangat serasi dengan wajahnya yang bulat oval. Namun, yang membuat aku tertarik adalah kesederhanaannya.
Sejak pertemuan itu, wajahnya tak pernah hilang dari pikiranku. Ia selalu hadir disetiap gerak hidupku di seminari. Sampai-sampai teman semeja makan selalu menggoda, takut aku salah masukkan sendok ke dalam mulut karena ...
Apakah aku lagi jatuh cinta? batinku pada suatu sore. Memang aku suka padanya. Tak bisa kupungkiri. Ingin sekali berjalan berdua dengannya sambil sesekali merangkul atau bergandeng, seperti yang dilakukan teman-teman sekolah yang bukan seminari. Ahk, seandainya aku bukan seminaris, pasti sudah aku pacari dia.
Atau berdosakah aku bila suka dan kagum padanya? Bila aku pacaran dengannya? Dulu ada pembina berkata kalau kami ini adalah calon imam yang berarti hidup kami harus sudah mirip seperti imam. Apakah adil bila kami yang seorang remaja sudah dipaksakan mengambil kehidupan orang dewasa?
Jangan-jangan ini pertanda kalau aku tak terpanggil. Tidak! gumanku dalam hati. Aku terpanggil. Aku mau jadi imam. Tapi, bagaimana dengan ini? Oh Tuhan, kenapa Kau panggil aku tanpa menghilangkan rasa cinta ini? keluhku.
”Pernah kau ungkapkan perasaanmu padanya?” tanya Aldo suatu siang.
”Itu lagi yang jadi soal. Aku tak punya nyali,” ungkapku polos disambut tawa ringan sobat karibku itu. ”Tapi, anak asput yang lain udah tahu jika aku naksir dia.”
”Bisa saja itu hanya perasaanmu. Sapa tahu dia tak punya perasaan itu.”
”Entahlah, akupun tak tahu. Terlihat akhir-akhir ini ia selalu menjauhiku. Sikapnya pun dingin dan acuh.”
”Gimana kalo pake perantara?”
“Siapa?”
“Nita. Aku kenal baik dia. Lagi pula Nita kan sohibnya Lala.”
”Aku takut ketahuan sama suster. Bukan hanya aku yang jadi sasaran. Lala juga jadi korban.”
”Aku bukan langsung cerita isi hatimu.” Aldo berteori. ”Cuma tanyakan sikapnya yang dingin terhadapmu. Aku jamin Nita takkan bilang ke orang lain demi Lala”
Dari Nita, aku tahu perihal sikap Lala yang dingin dan cuek terhadapku. Ternyata ia takut kalau dirinya menghambat panggilanku.
”Sebenarnya dia juga suka diriku,” ungkapku. ”Ada rasa itu di hatinya, namun dia takut mengungkapkannya karena bisa menggagalkan panggilanku.”
”Sepertinya begitulah. Anak asput juga pada pikir begitu”
”Kau tau, Do,” ujarku, ”aku semakin mencintainya.”
”Hei, kau mau keluar atau....”
”Entahlah. Aku tak tahu. Tapi salahkah bila aku menyukainya? Terlarangkah rasa ini?” Aldo membisu. ”Bukankah kita ini remaja. Keremajaan itu salah satu fase dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pasti melaluinya. Yang aku alami ini kan bentuk dari pergolakan masa remaja. Semua remaja tentu mengalaminya. Kita tak bisa menghindar. Tak bisa menyangkalnya.
”Kita memang calon imam. Tapi kita juga manusia. Sebagai manusia pasti kita lalui dan alami masa remaja dengan gejolaknya. Tak mungkin kita langsung lompat menjadi dewasa, hanya karena mau jadi imam. Semua imam pasti pernah jadi remaja. Mana ada imam yang terlahir sebagai dewasa. Imam juga manusia.
”Karena itu, adalah wajar kalau aku menyukainya. Ini bagian dari keremajaanku. Seminari tak boleh menghalang. Kalau demikian, berarti seminari akan menghilangkan salah satu fase dalam hidup kita.”
”Gus, aku pikir kau perlu bicara sama Bapa[2] Mago.” Aldo tiba-tiba nyeletuk setelah sekian lama dikotbahi. ”Aku yakin beliau bisa memberikan masukan buatmu.”
”Aman tidak? Jangan-jangan aku dikeluarkan. Dulu ada frater yang bilang kalo pembinaan di seminari menuntut seminaris untuk munafik, karena kejujuran bisa membahayakan panggilan.”
”Aku rasa tidak!
***
Aku dan beberapa teman berjalan menuju asput. Sore ini ada acara pesta di sana. Empat cewek cantik menerima kami. Seorang menghantar kami ke tempat di mana akan diadakan upacara misa yang dipimpin oleh Bapak Uskup. Beberapa undangan sudah datang. Sebagian besar anak asput sudah duduk di dalam ruangan. Mereka sebagai koor. Aku melihat ada lima orang anak seminari bergabung dengan mereka. Mungkin suster memintanya.
Ketika hendak duduk seorang anak asput mendekati kami. Ia berbisik kepadaku, “Kak Agus, nanti sumbang satu lagu, ya?!”
Aku mau menolak, tapi gadis itu segera berlalu. Aku cuma bisa mengumpat dalam hati, sementara Aldo tersenyum saja.
Maka, ketika acara resepsi dan hiburan, seorang MC meminta diriku untuk maju ke depan dan membawakan sebuah lagu sebagai hiburan. Sontak suara tepuk tangan dari anak-anak asput dan seminaris membahana di ruangan yang sehari-hari dipakai sebagai kamar makan. Aku jadi kikuk. Maklum, aku sama sekali tidak siap.
Dengan langkah berat aku berjalan ke depan. Keringat dingin mulai mengalir membasahi keningku. Kuusap dengan punggung tanganku. Aku mengumpat, kenapa tidak membawa sapu tangan (maklum, sejak muncul isu global warming aku lebih memilih pakai sapu tangan ketimbang kertas tissue). Seorang cewek mendekatiku dan memberikan selembar tissue.
Kulihat semua mata tertuju padaku. Mereka semua tenang. Aku menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Kuambil gitar dan sejenak memikirkan lagu. Tanpa sengaja, terlintas dalam pikiranku lagu Once, ’Aku Mau’.
Kau boleh acuhkan diriku,
Dengan ’nggap ku tak ada
Tapi takkan mengubah perasaanku kepadamu..
Semua tenang mendengarkan laguku. Kulihat Lala duduk di antara temannya. Dia tertunduk. Sesekali ia mengusap matanya dengan tissue. Menangiskah dia? batinku. Karena laguku?
Saat acara rekreasi aku pulang sendirian. Ketika sampai di depan asrama, aku mendengar sebuah suara memanggilku. Aku menoleh. Ternyata Tika. Ia bersama Lala.
”Kak, Lala mau bicara.” Tika langsung pergi.
”Aku minta maaf atas sikapku selama ini.”
”Tak perlu minta maaf. Kamu tak salah. Kamu sungguh baik. Hatimu sangat mulia. Akulah yang seharusnya minta maaf.” Sejenak kami terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Kuberanikan diri untuk meraih tangannya. ”Maafkan aku telah mencintaimu.” Lala tertunduk. Ia mengatup kedua bibirnya. ”Kuharap aku bisa melupakanmu. Kau mau bantu aku, kan?!” Lala tetap tertunduk. Aku melepaskan tangannya dan berjalan pulang.
”Kak,” suara itu memaksaku menoleh. ”Kita masih bisa berteman, kan?”
Aku mengangguk. Seulas senyum tersungging di bibirnya. Senyuman yang membuat aku kagum kepadanya, yang takkan mungkin kulupakan.
Waena, 9 Okt 2009
by: adrian
Baca juga cerpen lainnya:
1.      Tono dan Tini
2.      Leo dan Lia
3.      Kuda Lumping
4.      Pelajaran Sejarah
5.      Kicau Burung Hilang
6.      Jam Waker



[1]  Asput adalah istilah untuk penghuni asrama putri. Di beberapa tempat dipakai istilah astri. Ada kesan asput untuk tingkat SMU sedangkan astri untuk tingkat kuliahan.
[2]  Bapa adalah sapaan untuk imam di Keuskupan Jayapura ini

Api Pencucian

Keberadaan dan Kebenaran Api Penyucian
Wawancara dengan Maria Sima
Api penyucian merupakan bagian dari ajaran iman Katolik. Selama ini orang hanya mengetahui perihal api penyucian berdasarkan teori-teori para ahli teologi. Karena itu uraian mereka bersifat abstrak, maka tak heran ada banyak umat Katolik (juga umat lainnya) yang jatuh ke dalam kebingungan.
Di sini akan diuraikan tentang api penyucian berdasarkan pengalaman pribadi. Uraiannya bersifat apa adanya, bukan bersifat teologis apalagi filosofis, karena kebetulan juga yang mengalami ini bukanlah seorang teolog. Karena itu, siapa saja bisa memahaminya. Wawancara ini dikutip dari www.imankatolik.or.id. Pewawancara disingkat PW, sedangkan Maria Sima disingkat MS.
PW: Maria Simma, dapatkah anda menceritakan bagaimana anda dikunjungi oleh suatu jiwa dari Api Penyucian untuk pertama kalinya?
MS: Hal itu terjadi pada tahun 1940. Suatu malam, sekitar jam 3 atau 4 pagi, aku mendengar ada seseorang mendatangi kamar tidurku. Hal ini membuatku terbangun, kulihat ada seseorang sedang berjalan di kamar tidurku itu bolak-balik seperti kebingungan.
PW: Takutkah anda?
MS: Aku tidak takut, bahkan ketika aku masih kecil ibuku berkata bahwa aku ini anak istimewa, karena aku tidak pernah merasa takut. Malam itu .... Aku melihat ada orang yang aneh. Dia berjalan maju mundur pelan-pelan. Aku bertanya padanya: "Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Pergi!". Namun dia terus berjalan dengan rasa tidak sabar, seolah-olah dia tidak dengar suara aku. Maka aku bertanya lagi "Apa yang akan kau lakukan., " Dia masih tidak menjawab, aku turun dari tempat tidurku dan berusaha memegangnya, namun aku hanya memegang udara kosong saja. Aku beranjak tidur lagi, namun lagi-lagi kudengar langkah orang itu bergerak kesana kemari. Aku heran bagaimana aku bisa melihat pria itu namun aku tak bisa memegangnya. Aku bangun lagi untuk memegangnya dan menghentikannya. Namun aku hanya memegang ruangan kosong. Dengan diliputi rasa heran, aku kembali ke tempat tidur. Dia tidak datang lagi, namun sejak itu aku tak dapat tidur lagi. Hari berikutnya, setelah Misa Kudus, aku menemui penasihat rohaniku dan menceritakan kepadanya semua yang kualami. Dia mengatakan kepadaku jika hal itu terjadi lagi, aku tidak boleh bertanya "Siapakah kamu?", melainkan harus bertanya; "Apa yang kau inginkan dariku?" Malam berikutnya pria itu kembali lagi, orang yang sama. Aku bertanya .. "Apakah yang kau inginkan dariku". Dia memohonku untuk melakukan upacara Misa Kudus 3X untuknya, maka dia dapat bebas dari Api Penyucian. Baru aku tahu, bahwa dia adalah jiwa dari Api Penyucian. Penasihat rohaniku juga membenarkan hal ini, Dia juga menasihati aku agar tidak melupakan jiwa-jiwa yang malang itu, agar aku mau menerima saja permintaan mereka dengan sukarela.
PW: Setelah itu, adakah yang datang lagi?
MS: Ya ada, untuk beberapa waktu, hanya ada 3 atau 4 jiwa saja pada bulan November. Setelah-itu ada lebih banyak lagi.
PW: Apa yang diminta jiwa-jiwa itu dari anda?
MS: Sebagian besar mereka meminta lebih banyak Misa Kudus dilaksanakan dan Jiwa-jiwa itu akan hadir di dalam Misa Kudus itu, Doa Rosario serta Jalan Salib.
PW: Dari sini pertanyaan yang utama muncul: Apa Api Penyucian itu?
MS: Aku mengatakan bahwa itu adalah sebuah Misteri Allah yang mengagumkan. Biarlah kuberi anda sebuah gambaran yang merupakan pengalaman dari diriku sendiri.
Andaikan suatu saat ada sebuah pintu terbuka, dan nampak suatu makhluk indah sekali, amat indah, dengan sebuah kecantikan yang belum pernah ada di dunia ini. Anda akan tertegun, oleh makhluk cahaya ini serta keindahan ini. Kemudian makhluk ini mengatakan bahwa dia sangat mengasihi anda, anda tak pernah bermimpi untuk dikasihi seperti itu hingga begitu besarnya! Anda merasakan bahwa dia ingin menarik anda kepadanya, untuk bersatu dengan anda dan api kasih yang berkobar dalam hati anda mendorong untuk merebahkan diri anda ke dalam pelukan tangan makhluk itu. Tetapi ternyata anda menyadari bahwa saat itu anda masih belum mandi, sehingga badan anda bau, hidung beringus, rambut acak-acakan dan kusut, nampak debu kotoran dipakaian anda dsb. Maka anda akan malu sendiri dengan keadaan seperti itu, pertama-tama anda pergi untuk mandi supaya bersih, langsung kembali. Dan kasih yang telah bersemi di hati anda begitu kuatnya berkobar, bergelora hingga penundaan anda untuk mandi itu seolah beban siksaan dan rasa sakit karena tidak ada sesuatu, meskipun hal itu hanya berlangsung beberapa menit saja, itu merupakan sebuah luka yang sakit di hati anda, sebanding dengan intensitas dari pernyataan kasih anda, maka itulah yang disebut luka kasih. Api Penyucian adalah sebuah penundaan yang disebabkan oleh ketidak-murnian (dosa) anda, sebuah penundaan dari pelukan Allah, sebuah luka kasih yang menimbulkan penderitaan, sebuah penantian, sebuah nostalgia kasih. Sesungguhnva rasa terbakar dan kerinduan inilah yang mencuci kita jika masih kotor dalam dosa. Api penyucian tempat kerinduan, terhadap kasih Allah, kerinduan akan Allah yang telah kita kenaI, karena kita telah melihatkan Dia, namun belum dapat kita bersatu dengan-Nya.
PW: Apakah jiwa-jiwa di Api Penyucian memiliki kebahagiaan dlan harapan di tengah penderitaan mereka?
Ya, tak ada jiwa-jiwa dari Api Penyucian yang ingin kembali ke dunia ini, mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari kita. Mereka hanya tidak bisa memutuskan kembali ke dalam kegelapan dunia. Di sini kita melihat perbedaan penderitaan di Api Penyucian dan di bumi. Di Api Penyucian, meskipun rasa sakit yang dialami suatu jiwa amat mengerikan, tapi masih ada kepastian untuk hidup selamanya bersama Allah. Ini adalah sebuah kepastian yang tak tergoyahkan. Kebahagiaamya lebih besar dari pada sakitnya. Tak ada di dunia ini yang bisa membuat mereka ingin kembali tinggal di sini, di mana orang tak pernah merasakan kepastian dalam segala hal
PW: Bisakah anda ceritakan, apakah Allah yang mengirimkan suatu jiwa ke Api Penyucian, ataukah jiwa itu sendiri yang memutuskan untuk pergi ke sana?

MS: Jiwa itu sendiri yang menginginkan pergi ke Api Penyucian agar dirinya menjadi suci dan murni sebelum dia ke Surga.
Jiwa-jiwa di Api Penyucian benar-benar taat dengan kehendak Allah, mereka senang dengan kebaikan, mereka merindukan kebaikan kita dan mereka mengasihi Allah dan mereka mengasihi kita juga. Mereka dipersatukan dengan Roh Allah, terang, dan kemuliaan Allah.
PW: Pada saat kematian, adakah orang bisa melihat Allah dengan sepenuhnya, atau secara samar-samar saja?
MS: Secara samar-samar, namun semuanya sama, dalam suatu tingkatan kecerahan tertentu di mana hal ini sudah cukup untuk menimbulkan kerinduan yang besar dalam dirinya. Sesungguhnya hal itu adalah terang yang begitu kemilau jika dibandingkan dengan kegelapan yang ada di dunia ini!
PW: Bisakah anda menceritakan apa peranan dari Bunda Maria terhadap jiwa-jiwa di Api Penyucian?
MS: Dia sering datang kesana untuk menghibur mereka dan berkata bahwa mereka telah banyak melakukan kebaikan. Dia menyemangati mereka.
PW: Apakah ada hari-hari tertentu dimana Bunda Maria mengentaskan mereka?
MS: Lebih dari yang lain, adalah pada hari Natal, hari Para Kudus, Jumat Agung, Pesta Kenaikannya ke Surga, serta Kenaikan Yesus.
PW: Mengapa harus pergi masuk Api Penyucian? Dosa-dosa apakah yang paling banyak menyebabkan orang masuk Api Penyucian ?
MS: Dosa-dosa melawan kemurahan hati, kasih disekitarnya, hati yang keras, kekejaman, memfitnah dan mengumpat, iri hati, dendam dan serakah dll. Ya, semua itulah.
Perkataan mengumpat serta memfitnah adalah yang paling jelek dari tindakan ternoda yang membutuhkan pemurnian yang panjang.
Maria Simma memberi contoh yang sangat menyentuh dirinya.
Suatu saat dia dimintai tolong mencarikan apakah ada seorang wanita dan pria tersebut berada di Api Penyucian. Dan sangat mengejutkan mereka yang bertanya, ternyata wanita itu telah berada di Surga sedangkan si pria itu berada di Api Penyucian. Padahal kenyataannya wanita ini telah mati ketika dia melakukan tindakan aborsi sementara si pria sering pergi ke Gereja serta menjalani kehidupan yang baik dan berdevosi.
Maria mencari informasi lebih jauh lagi dan mengira bahwa yang dilihatnya itu salah. Ternyata tidak, dia memang benar. Kedua orang itu mati pada saat yang sama, namun wanita itu mengalami pertobatan yang benar-benar dan dia sangat rendah hati, sementara si pria sering mengkritik orang lain. Dia selalu mengeluh dan berbicara hal-hal yang jelek tentang orang lain. Inilah sebabnya Api Penyucian bagi dia begitu lama. Maria Sima menyimpulkan "Kita tak boleh menghakimi penampilan seseorang". Dosa lain yang melawan kemurahan hati adalah penolakan kita terhadap beberapa orang tertentu yang tidak kita sukai, penolakan kita untuk berdamai, penolakan kita untuk mengampuni serta segala sikap kebencian dalam diri kita. Maria Simma juga menggambarkan hal ini dengan contoh lain yang memberi bayangan bagi pikiran kita. Adalah sebuah kisah tentang seorang wanita yang dia kenai baik. Wanita ini meninggal dan masuk ke Api Penyucian, di tempat yang paling mengerikan dari Api Penyucian, dengan penderitaan yang paling mengerikan pula disitu.
Ketika ia datang kepada Maria Simma, dia menjelaskan memiliki seorang teman sesama wanita dan di antara keduanya terjadi permusuhan yang besar, yang sebenarnya dimulai oleh dia sendiri. Dia mempertahankan permusuhan itu selama bertahun-tahun, meskipun sahabatnya telah berkali-kali minta berdamai dengannya, minta rekonsiliasi. Namun setiap kali dia menolaknva. Ketika dia sedang sakit berat, dia tetap saja menutup pintu hatinya, menolak untuk berdamai yang ditawarkan oleh sahabatnya itu, hingga saat kematiannya tiba. Aku percaya bahwa contoh ini memiliki arti yang penting yang berkaitan dengan rasa dendam yang dipertahankan. Dan dengan perkataan kitapun bisa juga semakin merusak: kita tak pernah menekankan dengan cukup betapa kritik atau perkataan pahit bisa membunuh orang dan juga sebaliknya, betapa sebuah kata juga bisa menyembuhkan.
PW: Siapakah orang yang berpeluang besar memasuki Surga?
MS: Mereka yang memiliki hati yang baik kepada setiap orang. Kasih mengatasi banyak dosa.
PW: Sarana apakah yang kita gunakan di dunia ini untuk menghindari Api Penyucian langsung masuk ke Surga?
Kita harus berbuat banyak bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Karena mereka nanti akan menolong kita. Kita harus rendah hati, karena ini adalah senjata kuat untuk melawan kejahatan, melawan setan. Kerendahan hati mengusir pergi setan. Aku tak bisa menahan untuk tidak bercerita kepada anda tentang sebuah kesaksian yang bagus dari Pastor Berlioux (yang menulis buku tentang jiwa-jiwa di Api Penyucian), tentang pertolongan yang ditawarkan oleh jiwa-jiwa ini kepada mereka yang telah menolong mereka dengan doa-doa dan kurban. Dia bercerita tentang seorang yang secara khusus berbakti bagi jiwa-jiwa malang di Api Penyucian dan dia persembahkan hidupnya untuk menolong mereka.
"Pada saat kematiannya, dia diserang dengan ganas sekali oleh setan yang melihat dia akan lolos dari cengkeramannya."
Nampaknya bahwa seluruh penghuni lembah Api Penyucian bersatu untuk melawan dia, melindunginya dari serangan-serangan yang mematikan". "Wanita yang sedang sekarat itu berjuang dengan penuh sengsara untuk beberapa saat, ketika tiba-tiba dia melihat ada kerumunan orang-orang tak dikenal memasuki apartemennya dimana orang-orang tadi dalam keadaan keindahan yang berkemilauan, yang membuat setan berlarian menjauh dan orang-orang itu mendekati tempat tidurnya, berbicara kepadanya untuk memberinya penghiburan dan dorongan semangat yang sangat menyenangkan. Dengan napas terakhir, dan sukacita yang besar, dia bertanya: Siapakah engkau? Kenapa engkau mau berbuat baik terhadapku? Tamu-tamu yang bijaksana itu menjawab: Kami adalah para penghuni Surga berkat pertolonganmu telah membawa kami kepada Kesucian. Kami datang untuk berterima kasih, dan menolongmu untuk melewati batas keabadian dan menyelamatkan engkau dari tempat yang menyedihkan ini, membawamu kebahagiaan di Kota Suci.
Mendengar ucapan itu sebuah senyuman menyungging di wajah wanita yang sekarat itu. Matanya tertutup dan dia tertidur di dalam damai Allah. Jiwanya, dalam keadaan murni bagaikan merpati, dihadirkan di hadapan Allah dari segala allah, menjumpai banyak para pembela dan pendukungnya sebanyak jiwa-jiwa yang telah ditolongnya sebelumnya, dan dia layak menerima kemuliaan, dia memasuki kemenangan, diiringi sambutan serta berkat dari mereka yang telah dia selamatkan dari Api Penyucian. Semoga kita, suatu hari nanti, memiiiki kebahagiaan yang sama.
Jiwa-jiwa yang telah diselamatkan oleh doa-doa kita sangatlah berterima kasih: mereka akan menolong di kehidupan kita yang akan datang. Hal itu sangat terasa sekali. Maka dengan sungguh-sungguh kuanjurkan agar anda dapat rasakan sendiri hal ini. Mereka benar-benar membantu kita. Mereka tahu kebutuhan kita dan memberikan banyak rahmat dan berkah bagi kita.
PW: Aku merenungkan kisah tentang "pencuri yang baik" yang di samping Yesus ketika disalib. Aku ingin tahu apa yang dia lakukan bagi Yesus, hingga Yesus menjanjikan pada hari itu dan selanjutnya dia akan bersama Yesus berada dalam Kerajaan Allah?
MS: Dia rendah hati menerima penderitaannya dan mengakui kesalahannya dan mengatakan hal itu tidak adil. Dia menganjurkan pencuri yang lain untuk menerima Yesus sebagai juru selamat. Dia merasa segan dan takut akan Allah, berarti bahwa dia melaksanakan tindakan kerendahan hati yang tulus dari hatinya.
Contoh lain yang cukup baik dari Maria Simma menunjukkan betapa sebuah perbuatan baik dapat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan seumur hidup.
Marilah kita dengar cerita dari Maria Simma.
Maria Simma kenal seorang pria muda berusia 20-an tahun dari desa sebelah. Desa orang muda ini dilanda runtuhan salju yang amat hebat dan membunuh sejumlah besar orang.
Suatu malam, pria muda ini berada di rumah orang tuanya ketika dia mendengar runtuhan salju di samping rumahnya.
Dia mendengar jeritan-jeritan yang keras, jeritan yang menyayat hati. Tolonglah kami. Kami terjebak di bawah timbunan salju! Dengan segera dia melompat dari tempat tidurnya dan berlari menuruni anak tangga untuk menolong orang-orang itu.
Tetapi ibunya yang juga mendengar jeritan itu mencegah dia. Ibunya menghalangi di depan pintu sambil berkata: "Tidak, biarlah orang lain saja yang pergi menolong mereka, jangan kita! Terlalu berbahaya di luar sana, aku tidak ingin ada yang mati lagi!"
Tetapi pria itu, karena tersentuh dan kasihan oleh jeritan tadi, ingin untuk pergi menolong orang-orang itu. Dia mendorong ibunya ke samping dan berkata: "lbu biarkan aku pergi menolongnya, aku tak tega membiarkan mereka mati seperti itu! Dia bermaksud mau menolong, tapi di tengah jalan, dia sendiri tertimpa oleh runtuhan salju itu hingga mati.
Tiga hari setelah kematiannya, pria itu datang menemui aku pada malam hari, dan berkata: "Mohon lakukanlah tiga kali Misa Kudus untukku. Jikalau engkau melakukannya, aku dapat dilepaskan dari Api Penyucian".
Maria Simma lalu pergi memberitahu keluarganya dan sahabat-sahabatnya, dan mereka heran demi mengetahui bahwa hanya dengan tiga kali Misa Kudus dia bisa dibawa keluar dari Api Penyucian.
Sahabat-sahabatnya berkata kepadaku: “Oh aku tidak akan mau menjadi seperti dia pada saat kematian itu, jika saja kamu mengetahui segala perbuatan buruknya". Tetapi orang muda ini menjelaskan kepadaku: engkau tahu, aku telah melakukan sebuah tindakan kasih yang tulus dengan merelakan nyawaku bagi orang-orang itu. Terima kasih karena Allah telah menyambutku begitu cepatnya ke dalam Surga.
Ya, ketulusan hati mengatasi banyak dosa .....
Dengan kasih ini, menunjukkan kepada kita bahwa ketulusan hati atau tindakan kasih yang diberikan secara cuma-cuma, telah cukup untuk memurnikan orang muda ini dari sebuah kehidupan yang jelek. Dan Allah telah memberikan sebuah kesempatan untuk berbuat kasih yang istimewa ini. Maria Simma menambahkan bahwa pria muda ini mungkin tak akan memiliki kesempatan lain untuk mempersembahkan tindakan kasih sebesar ini dan mungkin dia akan menjadi jelek.
Allah di dalam kerahiman-Nya, membawa dia kepada saat tertentu dimana dia hadir di hadapan Allah dalam keadaannya yang paling indah, paling murni, karena karya kasih ini.
Adalah sangat penting agar kapan dan dimana saja disaat tertentu kita dapat menolong orang yang sedang mendapat musibah atau disaat kematian kita untuk mengabaikan diri sendiri demi kehendak Allah.
Maria Simma juga menceritakan kepadaku tentang seorang ibu dengan empat orang anak yang telah meninggal.
Bukannya dia menghujat atau menyalahkan tapi wanita ini berdoa pada Allah: aku menerima kematian, sepanjang hal itu sudah menjadi kehendak-Mu dan aku serahkan hidupku di dalam tangan-Mu. Aku rnempercayakan anak-anakku kepada-Mu dan aku tahu bahwa Engkau akan memelihara mereka. Maria Simma berkata bahwa karena kepercayaannya (imannya) yang besar kepada Allah, ibu ini langsung menuju ke Surga, dan terhindar dari Api Penyucian.
Maka sesungguhnya bahwa: kasih, ketulusan dan penyangkalan diri demi Allah, adalah merupakan tiga kunci untuk langsung menuju ke Surga.
PW: Bisakah anda ceritakan kepada kami, cara yang paling efektif Untuk menolong melepaskan jiwa-jiwa dari Api Perryucian?
MS: Cara yang paling baik adalah Misa Kudus.
PW: Mengapa Misa Kudus?
MS: Karena disitu, Kristus sendirilah yang menyerahkan diri-Nya demi kasih bagi kita. Persembahan Kristus kepada Allah itulah yang merupakan persembahan yang paling indah.
Imam adalah wakil Allah, tetapi Allah yang mempersembahkan dan mengurbankan diri-Nya bagi kita. Efektifitas Misa Kudus selama hidupnya. Jika mereka mengikuti Misa Kudus dan berdoa dengan segenap hatinya, dan mereka mengikuti Misa Kudus pada hari-hari menurut waktu yang dimilikinya, maka mereka bisa menarik keuntungan besar dari Misa Kudus yang diselenggarakan bagi mereka nanti. Di sini juga berlaku bahwa seseorang akan memanen apa yang telah ditaburnya sendiri. Suatu jiwa di Api Penyucian bisa melihat jelas pada hari penguburannya jika kita benar-benar berdoa baginya atau jika kita menunjukkan bahwa diri kita hadir disitu. Jiwa-jiwa malang itu mengatakan bahwa air mata tidaklah baik bagi mereka, hanya doa saja yang baik.
Sering mereka mengeluh bahwa orang-orang pergi kepada suatu upacara penguburan tanpa mendaraskan satu doapun kepada Allah, tetapi dia justru menumpahkan banyak air mata. Hal ini tidaklah berguna. Tentang Misa Kudus aku akan memberikan contoh yang baik diberikan oleh Cure of Arts kepada umat. Dia berkata pada mereka: ''Anak-anakku, ada seorang imam yang baik dan merasa tidak senang kehilangan seorang sahabat yang dia cintai, maka dia berdoa banyak sebagai korban bagi jiwa itu". Suatu hari malaikat memberitahu kepadanya bahwa sahabatnya itu berada di Api Penyucian dan sangat menderita.”
Imam yang baik itu percaya bahwa dirinya bisa berbuat lebih besar lagi daripada sekedar mempersembahkan kurban kudus di dalam Misa Kudus bagi sahabatnya yang terkasih yang telah meninggal itu.
Pada saat konsentrasi dia memegang Hosti diantara jari-jarinya sambil berkata: "Bapa Abadi yang Suci, marilah kita saling bertukar milik Engkau memegang sahabatku yang ada di Api Penyucian, dan aku memegang Tubuh Putera-Mu di tanganku. Ya Bapa yang baik dan maha rahim, angkatlah sahabatku itu dan aku persembahkan Putera-Mu kepada-Mu beserta segala jasa-jasa kematian dan penderitaan-Nya".
Permintaan ini kemudian dijawab.
Dan sesungguhnya pada saat dia mengangkat Hosti, dia melihat jiwa sahabatnya yang bercahaya dengan mulia naik ke Surga. Ternyata Tuhan telah menerima permintaan itu.
"Anak-anakku, jika kita ingin mengangkat suatu jiwa yang kita kasihi di Api Penyucian, marilah kita melakukan hal sama: marilah kita persembahkan kepada Allah, melalui Kurban Kudus dari Putera Terkasih-Nya, dengan seluruh jasa penderitaan dan kematian-Nya. Tuhan tak akan menolak permohonan kita".
Ada cara lain yang amat kuat untuk menolong jiwa-jiwa malang itu: persembahan dari penderitaan kita, silih kita, seperti puasa, penyangkalan diri dan sebagainya dan tentu saja penderitaan-penderitaan yang sifatnya tak dikehendaki, misalnya penyakit atau berduka cita.
PW: Anda telah berkali-kali diminta untuk menderita bagi jiwa-jiwa malang itu, untuk bisa membebaskan mereka. Bisakah anda ceritakan apa yang telah anda alami dan anda lakukan selama saat-saat itu?
MS: Yang pertama, suatu jiwa memintaku untuk menderita dalam tubuhku selama tiga jam bagi wanita itu. Lalu sesudah itu aku bisa bekerja lagi seperti biasa. Aku berkata pada diriku: "Jika hal itu hanya untuk tiga jam saja, aku mau melakukannya".
Selama tiga jam itu aku merasakan seolah hal itu berlangsung selama tiga hari, dimana hal itu sangat menyakitkan sekali. Namun pada akhirnya, aku melihat pada jamku, aku sadar bahwa hal itu hanya berlangsung selama tiga jam saja.
Jiwa itu berkata kepadaku bahwa dengan menerima penderitaan itu dengan rasa kasih selama tiga jam, aku telah menyelamatkan dia dua puluh tahun masa tinggalnya di Api Penyucian.

PW: Mengapa hanya menderita selama tiga jam untuk menebus 20 tahun di Api Penyucian? Apa penderitaanmu bisa berharga lebih besar lagi?
MS: Hal itu karena penderitaan di dunia ini tak mempunyai nilai yang sama (dengan penderitaan di Api Penyucian). Di dunia, jika kita menderita, kita bisa bertumbuh di dalam kasih kita, kita bisa memperoleh jasa-jasa, di mana hal ini tidak berlaku bagi penderitaan di Api Penyucian. Di Api Penderitaan, kita memiliki segala rahmat, kita bebas untuk memilih.
Semua ini sangat menimbulkan semangat karena ia memberikan arti yang luar biasa bagi penderitaan kita, penderitaan yang kemudian dipersembahkan, baik secara sadar ataupun tidak, bahkan kurban yang terkecil sekalipun yang bisa kita lakukan, penderitaan atau sakit, dukacita, kecewa. Jika kita menerimanya dengan tulus, maka penderitaan-penderitaan itu memiliki kuasa yang tak kelihatan untuk menolong jiwa-jiwa. Hal terbaik yang harus kita lakukan adalah menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Yesus, dengan menaruhnya melalui tangan Bunda Maria.
Bunda Maria tahu baik bagaimana menggunakannya, karena sering kita sendiri tidak tahu kebutuhan-kebutuhan yang terpenting di sekitar kita. Dan semua ini oleh Bunda Maria akan dikembalikan kepada kita pada saat kematian kita. Kini anda tahu bahwa penderitaan-penderitaan yang dipersembahkan ini akan menjadi harta kita yang paling berharga di dunia sana. Kita harus saling mengingatkan orang lain tentang hal ini dan saling mendorong orang lain ketika kita menderita.
Cara lain yang amat efektif adalah stasi-stasi dari Jalan Salib, karena dengan merenungkan penderitaan-penderitaan Tuhan Yesus, maka sedikit demi sedikit kita akan menjadi benci terhadap dosa, dan merindukan penyelamatan bagi semua orang.
Dan kecenderungan ini membawa kesembuhan yang besar bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Jalan Salib juga mendorong kita kepada penyesalan: "kita akan segera menyesal bila berbuat dosa". Hal ini yang sangat menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah menyelaraskan doa rosario, 20 peristiwa, bagi orang yang mati. Melalui rosario, banyak jiwa telah diangkat dari Api Penyucian setiap tahun.
Doa itu harus dilaraskan disini sehingga Bunda Allah sendiri yang datang ke Api Penyucian untuk mengangkatnya hal ini begitu indahnya, karena jiwa-jiwa di Api Penyucian menyebut Bunda Maria sebagai "Bunda Kerahiman"
Jiwa-jiwa itu juga berkata kepada Maria Simma bahwa indulgensi memiliki nilai yang tak terkirakan bagi penyelamatan mereka.

MS: Kejam sekali jika kita tidak menggunakan kekayaan ini, yang dianjurkan oleh Gereja demi kepentingan jiwa-jiwa itu. Tentang masalah indulgensi itu terlalu panjang kalau harus diuraikan di sini namun aku bisa menunjukkan kepada anda akan tulisan yang amat bagus yang dibuat oleh Paus Paulus VI pada 1968 tentang masalah itu. Anda bisa menanyakan kepada pastor paroki anda tentang hal itu atau carilah di toko-toko buku raohani. Kita bisa mengatakan bahwa cara-cara utama untuk menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah dengan doa secara umum, segala macam doa.

Orang Kudus 7 Juli: St. Odo

Santo odo, abbas
Odo lahir sebagai karunia khusus dari Allah. Ayahnya – seorang perwira militer – terus berdoa memohon dari Tuhan seorang anak laki-laki. Dan Tuhan mengabulkan permohonannya dengan mengaruniakan Odo kepadanya.

Ketika dipermandikan, sang ayah mempersembahkan Odo kepada perlindungan Santo Martinus dari Tours. Sepanjang hidupnya, Odo menaruh hormat dan devosi khusus kepada Santo Martinus. Ayahnya menginginkan Odo menjadi seorang ksatri yang tangkas menggunakan pedang. Tetapi Tuhan merencanakan sesuatu yang lain dari kehendak ayahnya.

Kesehatan Odo yang terus terganggu dank arena itu tidak layak untuk menjalani hidup kemiliteran, menjadi suatu alas an yang kuat baginya untuk menolak rencana ayahnya. Sementara itu keinginannya untuk menjadi imam semakin membara. Akhirnya ia secara terbuka mengatakan keinginan dan cita-citanya itu kepada ayahnya. Lalu dengan restu ayahnya, Odo berangkat ke Tours untuk menjalani pendidikan imamat.

Odo masuk Ordo Benediktus. Pada tahun 927 ia dipilih menjadi Abbas di biara Cluni. Sebagai pemimpin biara, ia bersikap tegas dalam hal pelaksanaan aturan-aturan hidup membiara, tetapi bijaksana dan lembut kepada rekan-rekannya sebiara. Ia pun tetap menjadi seorang pengagum Santo Martinus dengan devosi-devosinya.

Ia pergi ke Roma dan di sana ia jatuh sakit. Ia segera kembali ke Tours, karena keinginannya untuk meninggal di sana dan dikuburkan di samping Santo Martinus. Ia tiba di Tours tepat pada pesta Santo Martinus. Setelah menyiapkan diri selama beberapa hari, Odo meninggal pada tanggal 18 November 942.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun