Rabu, 15 September 2021

DOA SI TONI KECIL

 

Toni sedang mengerjakan PR Matematika bersama ibunya di ruang keluarga saat Stefanus Rachmat Hadi Purnomo masuk sambil mendesah. Antonius Padua Hadi Purnomo, yang dipanggil Toni, adalah siswa SD St. Fransiskus Asisi kelas satu. Toni dan ibunya, Monika Fitria Handayani, segera menghentikan aktivitas mereka sementara. Lirikan mata ibu dan anak itu mengikuti langkah kaki Stefanus hingga di sofa. Persis di depan mereka.

Stefanus menghempaskan tubuhnya di sofa itu sambil meletakkan map berkas di atas meja, di samping lembaran tugas Toni. Ia merentangkan kedua tangannya di bahu sofa sambil menerawang langit-langit rumah, tak peduli pada empat mata yang sedari tadi mengawasinya.

“Ada apa sih, Pa? Gagal lagi, ya?” Monika mencoba memecah kebekuan.

“Yah…,” jawab Stefanus singkat sambil mendesah. “Kami tak tahu apa sih maunya mereka. Semua tuntutan dalam SKB sudah dipenuhi, eh malah dicurigai ada pemalsuan tandatanganlah, permainan uanglah, inilah, itulah.” Stefanus terus merocos menumpahkan unek-unek kekesalannya atas penolakan izin pembangunan gedung gereja di parokinya.

***

Penolakan itu bukan baru terjadi satu atau dua kali saja, melainkan sudah berkali-kali. Sudah enam tahun panitia pembangunan berjuang untuk mendapatkan IMB, namun yang didapat hanyalah penolakan.

Gedung gereja Paroki St. Yohanes Paulus II merupakan gedung lama, ketika masih berstatus stasi dari Paroki Kristus Raja Semesta Alam. Sejak pemekaran, terjadi peningkatan jumlah umat. Gedung lama, yang bisa menampung 1500 orang, dirasakan sudah tidak memadai lagi, baik dari segi daya tampung maupun dari segi kondisi bangunan. Di beberapa bagian dari gedung sudah terlihat rusak. Dengan dasar pertimbangan inilah akhirnya Dewan Pastoral Paroki memutuskan untuk membangun gedung gereja yang baru.

Memang sedari awal pembentukan panitia, Pastor Paroki sudah memperingati bahwa mereka bakal menghadapi tantangan berupa penolakan. Mereka juga berpikir begitu. Namun semua mereka tidak menyangka penolakan akan berlangsung lama.

Dasar pertimbangan mereka adalah relasi Gereja dengan umat non katolik di sekitarnya amat sangat baik. Sering terjadi kegiatan lintas agama. Karena itulah, umumnya mereka memperkirakan sekitar satu atau dua tahun IMB pasti keluar. Akan tetapi semua perkiraaan itu buyar sama sekali. Kini sudah enam tahun. Dan IMB belum juga muncul. Bukan cuma dari pemerintah, tetapi juga warga, yang notabene berasal dari luar.

***