Buku “The Historical of Jesus” merupakan karya L
Fatoohi, yang dalam riwayat hidupnya, mengaku sebagai seorang mualaf.
Artinya, dia sebelumnya adalah seorang kristen. Dengan latar belakang
kristianinya itu, ia mencoba membahas tentang Yesus secara historis. Dan seperti
biasanya para mualaf, pengetahuan kecil tentang agama awalnya, sering dijadikan
amunisi untuk menyerang. Dan itulah yang dilakukan oleh Fatoohi. Dan umat islam
tentu senang akan hal ini.
Ada satu kesalahan cara berpikir Fatoohi, yang langsung terlihat jelas.
Bisa dikatakan bahwa Fatoohi menggunakan Al-Quran sebagai batu ujinya,
sementara Fatoohi sendiri tak pernah mengkritisi Al-Quran. Ini memang tidak
bisa dilakukan, karena berbahaya. Al-Quran diterima tanpa sikap kritis karena
sudah dianggap sebagai kitab sempurna. Cara berpikir Fatoohi ini jamak dijumpai
pada diri kaum islam. Mereka melihat atau menilai orang lain dengan kacamata
mereka sendiri. Fatoohi tak pernah berpikir bagaimana seandainya umat agama
lain menilai islam dengan cara mereka juga.
Karena Al-Quran sebagai kitab yang benar dan sempurna, maka yang tidak
sesuai dengan Al-Quran adalah salah. Dan kebetulan semua Injil, yang diakui
Gereja, tidak sama atau mirip sehingga bisa disimpulkan Injil itu salah.
Sementara injil-injil apokrif, yang tidak diakui Gereja, namun karena ada
kemiripan dengan Al-Quran, maka dinyatakan benar; dan kitab itu juga yang
dipakai Fatoohi.
Mengkritisi Cara Berpikir Fatoohi
1.
Soal Anunsiasi Maria (hlm 146 – 156)
Dalam QS Al-Maryam dikatakan bahwa
Malaikat Jibril itu adalah Roh yang menyebabkan Maria hamil. Akan tetapi, dalam
QS Al-Anbiya dan juga Al-Tahrim dikatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke
dalam Maria sehingga ia hamil. Di sini mau dikatakan bahwa Roh itu adalah
Allah. Oleh karena itu, apakah bisa dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah
Allah?
Kekacauan ini dipertegas lagi dalam QS Ali
Imran. Dalam ayat 40 dikatakan bahwa Maria berbicara kepada Malaikat Jibril,
bukan kepada Allah. Namun dalam ayat 47 (selisih 7 ayat saja) terlihat bahwa
Maria berbicara kepada Allah.
2.
Kehamilan Perawan Maria (hlm 157 – 161)
Fatoohi mengatakan bahwa kisah kehamilan
Maria tidak historis hanya karena kisah itu berbeda dari satu Injil ke Injil
yang lain. Di sini terlihat jelas bahwa Fatoohi tidak memahami ajaran Katolik
tentang Injil. Kita bisa ambil contoh pembanding: perang Vietnam kisahnya bisa
berbeda antara versi Amerika dan Vietnam. Apakah kisah perang itu tak historis?
Karena itu, akan terasa lucu dengan tiga
kesimpulan Fatoohi (hlm 161). Terlihat jelas Fatoohi tidak mengerti soal Kitab
Suci orang kristen dan memaksakan cara pandang Quraninya. Kesimpulan pertama
seakan menyangkal sendiri pernyataan Fatoohi, “Ketiadaan bukti bukanlah bukti
ketiadaan.” (hlm 32).
Selain itu, perlu juga dilihat makna
antara berbeda dan bertentangan. Kedua
kata ini tidaklah sama maknanya. Tidak semua yang berbeda itu
bertentangan, tapi yang bertentangan itu pasti berbeda. Kalau diperhatikan
dengan baik-baik, yang terjadi dalam Injil perihal kehamilan Maria adalah
perbedaan, bukan pertentangan. Tidak seperti dalam Al-Quran yang menunjukkan
pertentangan.
Ada kesan bahwa Fatoohi mau supaya kisah kehamilan dan kelahiran harus ada pada semua Injil atau bahkan semua kitab Perjanjian Baru (hlm 167). Fatoohi tidak tahu bahwa pusat pewartaan Para Rasul (termasuk Paulus) adalah Yesus yang bangkit. Karena itu, peristiwa kelahiran-Nya tidak mendapat tempat yang cukup dalam pewartaan mereka.