Pacaran adalah sebuah tugas
perkembangan yang memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Erikson, seorang
psikolog perkembangan, menilai kalau remaja perlu belajar mengenal lawan
jenisnya, yang tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk
mengembangkan pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan
berpacaran, remaja akan belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun
tanggung jawab pribadi.
Pacaran pada hakikatnya
adalah proses untuk saling mengenal; proses seseorang belajar give and take, serta memegang tanggung jawab. Dalam
proses ini kata kunci yang harus muncul adalah “saling” sehingga dalam relasi
pacaran itu terwujud simbiose mutualisme.
Namun, hal inilah yang tidak dipahami remaja. Mereka lebih melihat pacaran
sebagai proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagi pribadi
dewasa serta masuk dalam dunia orang dewasa. Karena itu, tak jarang dalam
pacaran remaja menunjukkan “kedewasaan” dengan melakukan hubungan seks.
Bagaimana pacaran yang
sehat? Di bawah ini ada beberapa poin untuk direnungkan dan bisa menjadi tolok
ukur melihat relasi pacaran kita.
· Berpacaran
adalah proses mendewasakan kedua pihak. Tentu saja proses ini tidak pernah
berjalan mulus, rasa cemburu, rasa ingin memiliki tak jarang membuat orang
menjadi begitu over protective sehingga terjadi berbagai bentuk
pelarangan. Semua ini mau menunjukkan bahwa pacaran itu bukanlah sesuatu yang
mudah dijalani dan selalu indah. Namun jika hal ini bisa diatasi sehingga
timbul kemampuan mengelola diri, rasa tanggung jawab dan kemandirian, maka
pacaran telah mendewasakan.
Dalam berpacaran juga akan
tumbuh rasa trust, yang
memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk bereksplorasi dan mendewasakan diri.
Namun kebebasan itu tetap dalam batasan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Berpacaran dengan mengungkung, membatasi ruang gerak pasangan
bukanlah pacaran yang sehat.
· Berpacaran
adalah proses belajar untuk menghormati dan menghargai pasangan. Hal ini sering
disalahartikan sehingga muncul eksplorasi seks. Bagi remaja, pacaran menjadi
media belajar tentang seks dalam arti sebenarnya sehingga muncul kebanggaan
karena telah selangkah lebih maju dibandingkan teman sebayanya. Selain itu juga
remaja melihat bahwa memberi keperawanan dan keperjakaan adalah sebuah bentuk
pengorbanan dan perwujudan cinta. Padahal ini adalah sebuah bentuk nafsu yang
diselimuti dengan keinginan bawah sadar atau justru yang disadari untuk
memanipulasi pasangan.
Pacaran yang menuntut adanya
hubungan seksual adalah sebuah kesalahan besar dan kerugian terbesar bagi pihak
cewek. Dibalik tindakan itu ada pemanfaatan hanya oleh pihak cowok kepada cewek
dan karena itu di dalamnya tidak ada penghormatan apalagi penghargaan.
· Berpacaran
adalah proses yang membebaskan. Tak jarang rasa cinta yang begitu dalam justru
membuat seseorang merasa begitu mencekam oleh rasa itu. Rasa ini kemudian
dimaknai sebagai sebuah cinta yang mendalam dan tidak ada duanya. Namun, yang
terjadi tak jarang justru terhambatnya rasionalitas dan objektivitas dalam
berpikir dan bertindak. Rasa cinta yang begitu mencekam pada akhirnya hanya
akan membuat diri sendiri tidak bisa berkutik dan bebas bereksplorasi. Rasa
takut kehilangan, rasa ingin diperhatikan dan rasa ingin selalu bertemu menjadi
sebuah obsesi yang tiada ujung. Inilah yang membuat kita menjadi tidak
terbebaskan karena terus menerus dicekam oleh rasa ini. Kebebasan untuk
mencintai dan mewujudkan cinta, yang bisa kita maknai sebagai cinta yang
membebaskan.
Pada dasarnya mencintai
seseorang berarti juga memberi kesempatan bagi diri sendiri dan pasangan untuk
bebas, baik dalam bergaul maupun beraktivitas tanpa banyak kekhawatiran akan
kekangan dan batasan untuk bertemu, untuk selalu merespons segala bentuk
perhatian sekecil apapun. Berpacaran adalah proses yang memberi kesempatan bagi
diri sendiri untuk lebih mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki yang
didasari oleh kebutuhan untuk mengembangkan diri dan membebaskan diri untuk
mencari jati diri.
· Berpacaran
adalah proses untuk saling mengenal; proses bagi seseorang untuk mendalami bibit, bebet dan bobot pasangan, menyamakan sikap dan
pandangan, mencari titik temu dari berbagai perbedaan yang ada serta kesediaan
untuk menerima segala kekurangan pasangan.
Dalam berpacaran ada makna
bahwa ada penerimaan tanpa banyak syarat dan tuntutan terhadap pasangan untuk
mengubah dirinya sendiri dan menjadi orang lain. Tentu ini tidak sehat karena
mengubah diri sendiri hanya untuk kesenangan pihak lain. Di sini terjadi proses
pembungkaman terhadap identitas diri dan pertumbuhan diri. Jika dalam masa
pacaran ada ketidakcocokan yang mengakibatkan perpisahan, maka baiknya ini
dimaknai sebagai sebuah proses yang tidak perlu disesali. Yang terpenting adalah
perpisahan itu diputuskan bersama, dengan tidak banyak meninggalkan luka atau
bahkan trauma yang bisa melahirkan kebencian.
· Pada
akhirnya, jodoh ada di tangan Tuhan. Pacaran adalah sebuah proses, bukan tujuan
akhir dari sebuah relasi. Memberi dan menerima, belajar dan melatih diri untuk
menjadi lebih dewasa adalah esensi dari hubungan itu sendiri. Menunjukkan
kepercayaan dan tanggung jawab kepada orang tua akan memberi keyakinan kepada
orang tua bahwa kita sudah siap untuk dipercaya dan pasangan kita juga bisa
dipercaya. Namun, jika tidak mampu membuktikan kepercayaan tersebut, jangan
pernah menyesal bahwa sampai kapanpun akan sulit membuat orang tua kita percaya
kepada kita. Ibarat nila setitik rusak susu sebelanga.
by: adrian