Di setiap paroki umumnya ada terdapat lebih dari satu imam. Biasanya salah
satu dari antaranya menjabat sebagai Pastor Kepala Paroki, atau yang menurut
Kitab Hukum Kanonik disingkat dengan Pastor Paroki saja. Sementara yang lainnya
disebut sebagai Pastor Pembantu. Hukum Gereja menggunakan istilah itu.
Akan tetapi, di beberapa paroki muncul istilah lain untuk menggantikan
istilah Pastor Pembantu. Istilah yang biasa digunakan adalah Pastor Rekan.
Alasan penggunaan istilah ini adalah karena istilah Pastor Pembantu mempunyai
konotasi kurang baik. Ada kesan bahwa Pastor Pembantu, karena ada kata
“pembantu”, identik dengan pembantu di pastoran, seperti tukang masak, tukang
cuci atau tukang kebun. Jadi levelnya kurang lebih sama, cuma perannya saja
yang berbeda.
Oleh karena itu, tak heran kalau kita mendengar ada penggunaan istilah
Pastor Pembantu atau Pastor Rekan. Dan kini orang menggunakan istilah itu tanpa
ada makna sama sekali. Kebanyakan orang melihatnya sama saja. Karena ada pastor
disebut sebagai Pastor Pembantu, tapi diperlakukan Pastor Parokinya sebagai
Pastor Rekan; ada pula pastor yang disebut Pastor Rekan, tapi diperlakukan
sebagai Pastor Pembantu. Tak sedikit pula Pastor Paroki memperlakukan sesuai
dengan istilahnya (pembantu dan/atau rekan).
Apakah ada yang salah dari kedua istilah itu sehingga bisa membawa masalah? Tentu, kedua istilah itu, yaitu pembantu dan rekan, tidak membawa masalah berarti. Dan persoalannya bukan pada salah atau benar. Bagi orang yang saklek dengan hukum, maka ia akan melihat bahwa penggunaan kata “pembantu” adalah yang benar. Bukankah dalam Kitab Hukum Kanonik jelas-jelas tertulis Pastor Pembantu (lihat Kan 541 – 552).