Selasa, 09 Juni 2015

(Pencerahan) Dikabulkan atau Kebetulan

DOA SEORANG PELACUR
Di hadapan para muridnya, sang Guru Agung duduk bersila. Tak lama kemudian ia bercerita. “Ada seorang perempuan. Sore, setelah selesai mandi, perempuan itu khusyuk berdoa: ‘Tuhan, berilah malam ini pria hidung belang yang banyak dan royal. Ibu sedang sakit. Aku butuh duit untuk biaya berobat. Kabulkanlah doa hamba-Mu yang hina ini. Amin!’

Setelah berdoa, ia segera mengenakan pakaian “dinas”-nya, merias wajahnya dengan make up supaya kelihatan menarik. Sesudah semuanya beres, ia ke luar rumah dan berjalan menuju tempat biasanya ia mangkal bersama wanita-wanita seprofesi.

Sungguh di luar dugaan, dia mendapatkan pengguna jasanya cukup banyak. Kalau biasanya dia hanya melayani maksimal 2 orang sepanjang malam, kali itu ia mendapat 5 orang. Semuanya royal dan murah hati. Perempuan itu mendapatkan uang yang banyak.”

Cerita berhenti sampai di situ. Suasana hening. Para murid serius mendengarkan cerita sang Guru Agung. Dan mereka masih menunggu kelanjutannya.

Tak lama kemudian sang Guru Agung angkat bicara. Ia bertanya, “Menurut kalian, apakah doa perempuan itu dikabulkan Tuhan atau kebetulan saja?”

Langsung saja suasana hening pecah dalam suasana debat dan diskusi. Ada murid yang menyatakan bahwa Tuhan telah mengabulkan doa perempuan itu. Ada juga murid yang menentangnya. Bagi mereka, mana mungkin Tuhan mendengarkan doa seorang pelacur. Berbagai argumen tumpah ruah di ruangan itu. Debat pun semakin seru di antara para murid. Sang Guru Agung hanya diam dalam diamnya.

Tiba-tiba seorang murid bersuara. “Menurut Guru gimana?”

Sang Guru Agung menatap wajah para muridnya satu per satu dengan bijak. Lalu ia berkata, “Aku tidak tahu. Yang kutahu, besok paginya perempuan itu membawa ibunya ke rumah sakit untuk berobat, dan setelah itu ia menghaturkan syukur terimakasih kepada Tuhan.”
Pangkalpinang, 30 November 2015
by: adrian
Baca juga:

Orang Kudus 9 Juni: St. Anna M Taigi

BEATA ANNA MARIA TAIGI, PENGAKU IMAN
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia.” Demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan ‘beata’ atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu rumah yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria Taigi yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi lahir di Siena pada tahun 1769. Ketika berumur 6 tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan di sana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan ketujuh orang anaknya bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. beban tanggungannya semakin bertambah ketika Sophia, anaknya, menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Urusan-urusan rumah tanggah dibereskannya dengan senang hati. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasib orang lain.
Terdorong oleh pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai korban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja yang tengah dilanda banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayaninya dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang yang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran.
Anna Taigi digelari ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya, tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa. Ia meninggal dunia pada tahun 1837.
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Baca juga orang kudus hari ini:

Renungan Hari Selasa Biasa X - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa X, Thn B/I
Bac I  2Kor 1: 18 – 22; Injil                 Mat 5: 13 – 16;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang garam dunia. Ia mengajak para pendengar-Nya untuk menjadi garam dunia. Di sini Tuhan Yesus memakai garam sebagai pembanding. Umat adalah garam, dan dunia adalah lingkungan sekitar, entah itu alam maupun sesama. Tuhan Yesus menegaskan bahwa garam itu berfungsi jika ia memberi rasa. Jika tanpa rasa, garam itu sama sekali tidak berguna. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak para pendengar-Nya untuk dapat berguna bagi kehidupan, baik kepada sesama maupun kepada alam sekitar. Jadi, jika para pendengar memilih menjadi garam maka hendaklah kehadiran mereka selalu memberi rasa bagi orang lain.
Bacaan pertama diambil dari Surat paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus. Dalam suratnya itu Paulus menegaskan kepada jemaat soal kesetiaan kepada Kristus yang telah mereka wartakan. Dalam Kristus jemaat dapat memuliakan Allah. Hanya dalam Kristus. Karena bagi Paulus, dalam Kristus hanya ada “ya”. Jadi, oleh Kristus jemaat dapat mengatakan “amin” untuk memuliakan Allah.
Kita adalah murid Tuhan Yesus. Sebagai murid kita harus senantiasa mengikuti Dia. Seperti kata Paulus, dalam Dia hanya ada “ya”. Maka ketika Tuhan Yesus meminta kita untuk menjadi garam dunia, maka jawaban kita pun adalah “ya”. Kita terpanggil untuk menjadi garam dalam kehidupan kita. Kemanusiaan dan kemuridan kita baru berfungsi jika kita memberi warna dan rasa dalam kehidupan kita. Dengan memberi warna dan rasa, atau dengan menjadi garam dunia, secara tidak langsung kita sudah memuliakan Allah dalam Kristus.***
by: adrian