Jumat, 31 Januari 2014

(Sharing Hidup) Misa Imlek di Gereja MBK

MISA IMLEK DI GEREJA MARIA BUNDA KARMEL
Tanggal 31 Januari merupakan tepat awal tahun baru China, yang dikenal dengan Hari Raya Imlek. Umat katolik Paroki Maria Bunda Karmel, Tomang (Jakarta Barat) merayakan hari raya itu dengan ekaristi. Perayaan ekaristi dibawakan oleh para romo yang bertugas di paroki
tersebut. (Hal ini jauh berbeda dengan kebiasaan, atau malah cendrung menjadi kebijakan, di salah satu paroki di Kepulauan Riau, dimana misa imlek hanya akan dipimpin oleh pastor kepala parokinya, sementara pastor pembantunya “disingkirkan” ke stasi). Saat itu Gereja Maria Bunda Karmel didominasi warna  merah.

Di setiap pintu masuk gereja ada petugas penerima tamu yang sekaligus pembagi angpao dan kue. Para petugas ini adalah anak-anak OMK Maria Bunda Karmel. Setiap orang yang masuk akan mendapatkan angpao dan kue itu. Yang unik dan menarik dari kue itu adalah, di dalam kue itu ada kertas yang bertuliskan ayat Kitab Suci. Dengan ide ini, setiap orang akan dapat menikmati santapan jasmani (kue) dan santapan rohani (ayat Kitab Suci). Hal ini seakan hendak menegaskan perayaan yang akan dirayakannya.


Misa dimulai pukul 08.00, diawali dengan tarian oleh anak-anak dengan berseragamkan pakaian China. Dengan mengenakan kasula merah, para imam diiringi petugas liturgi lainnya, memasuki gereja. Ada lima orang romo yang memimpin misa. Selebran utamanya adalah Rm. Jefri. Pastor kepala paroki justru tidak hadir. Dan sebagai gantinya ada pastor misionaris dari Tanah Jawa yang bertugas di Negeri Tirai Bambu. Saat itu ia sedang cuti.


Dalam perayaan ekaristi itu, Romo Jefri mengawali kata pengantarnya dengan menggunakan bahasa mandarin. Banyak orang berwajah bengong. Saya coba bertanya kepada seorang ibu yang duduk di samping saya, apakah dia mengerti apa yang dikatakan oleh romo tadi. Ibu itu hanya menggeleng dan berkata bahwa idak tidak mengeerti sama sekali. Tapi untungnya Romo Jefri langsung menerjemahkannya sehingga banyak orang mengangguk-angguk kepala.

Pada liturgi sabda, bacaan pertama dan Injil dibacakan Sabda Tuhan dengan menggunakan bahasa Mandarin. Untuk panitia menyiapkan terjemahan dalam bahasa Indonesia melalui infokus. Inti Sabda Tuhan dalam perayaan itu adalah agar umat tidak terlalu cemas akan hidupnya dan menyerahkan hidup ini kepada penyelenggaraan ilahi. Hal ini kemudian ditekankan oleh romo tamu dalam sharingnya ketika bertugas di Negeri China sebagai misionaris.

Sebelum berkat penutup, Romo Jefri memberkati jeruk-jeruk yang telah disiapkan oleh panitia. Jeruk-jeruk ini nantinya akan dibagikan kepada setiap umat sebagai berkat. Dan itulah yang terjadi. Setelah berkat penutup, para romo menyebar ke tempat-tempat strategis untuk membagi-bagi jeruk tadi. Umat maju dengan tertib, tanpa desak-desakan untuk menerima berkat dari imamnya.


Cukup menarik. Apa yang saya lihat, yaitu acara membagi-bagi berkat, merupakan tradisi yang ada hampir di semua daerah Asia. Di Indonesia ada juga tradisi itu. Biasa dikenal dengan “rebutan”, karena orang mendapatkannya dengan cara berebut. Saat lebaran juga ada tradisi bagi-bagi uang, yang dinyakini sebagai membagi berkat. Biasanya dalam kegiatan ini selalu ada korban. Orang berjuang untuk mendapatkan berkat, sampai-sampai dia harus menindas sesamanya. Namun di sini ada yang berbeda. Kalau di tempat lain acara bagi-bagi itu selalu membawa korban, karena orang berebutan dan berdesak-desakan, di gereja tidak ada budaya rebutan itu. Semuanya mendapat berkat tanpa harus “menindas” orang lain.


Wajah umat, setelah perayaan ekaristi, terlihat ceria. Mereka mendapat berkat dari para imamnya. Mereka yakin juga mendapat berkat dari Tuhan. Seperti biasa, akhir dari semuanya itu adalah acara foto-foto. Maklum, dekorasi perayaan syukur imlek ini sangat indah. Terlalu sayang kalau tidak diabadikan. Saya pun tak mau ketinggalan. Hanya sayang, tiba-tiba batrei kamera saya low. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang kembali ke asrama.
Jakarta, 31 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 31 Januari: St. Yohanes Bosko

SANTO YOHANES BOSKO, IMAM & PENGAKU IMAN
Yohanes Melkior Bosko lahir pada tanggal 16 Agustus 1815 di Becchi, sebuah desa dekat dengan kota Torino, Italia. Ketika menanjak remaja, anak petani yang sederhana ini tidak diperkenankan masuk sekolah oleh orang tuanya karena diharuskan bekerja di ladang. Dalam situasi ini ia diajar oleh seorang imam yang baik hati. Jerih payah imam tua itu menyadarkan orang tua Bosko akan pentingnya nilai pendidikan. Oleh karena itu, sepeninggal imam tua itu, ibunya menyekolahkannya ke Castelnuovo. Pendidikan di Castelnuovo ini diselesaikannya dalam waktu satu setengah tahun. Kemudian ia mengikuti pendidikan imam di seminari Chieri dan ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1841. Karyanya sebagai imam diabdikan seluruhnya pada pendidikan kaum muda. Ia membuka sebuah perkumpulan untuk menampung anak-anak muda yang terlantar, buta huruf dan miskin. Cita-citanya ialah mendidik para kawula muda itu menjadi manusia-manusia yang berguna dan mandiri. Ia berhasil mengumpulkan 1000 orang pemuda dari keluarga-keluarga miskin. Dengan penuh kesabaran, pengertian dan kasih sayang, ia mendidik mereka hingga mereka menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab. Salah seorang muridnya yang terkenal adalah Dominikus Savio, yang kemudian hari menjadi orang kudus.

Keberhasilannya ini terus membakar semangat untuk memperluas karyanya. Untuk itu ia mendirikan sebuah rumah yatim piatu dan asrama. Dengan demikian para pemuda itu dapat tinggal bersama dalam satu rumah untuk belajar dan melatih diri dalam ketrampilan-ketrampilan yang berguna untuk hidupnya. Untuk pendidikan ketrampilan, Bosko mengubah dapur di rumah ibunya menjadi sebuah bengkel sepatu dan bengkel kayu. Bengkel inilah merupakan Sekolah Teknik Katolik yang pertama. Sekolah ini tidak hanya menghindarkan pemuda-pemuda dari kenakalan remaja, tetapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin di bidang industri dan teknik. Lebih dari itu, cara hidup Bosko sendiri berhasil membentuk kepribadian pemuda-pemuda itu menjadi orang-orang Kristen yang taat beragama bahkan saleh. 

Pada tahun 1859 atas restu Paus Pius IX (1846 - 1878), Bosko mendirikan sebuah tarekat religius untuk para imam dan bruder, yang dinamakan Kongregasi Salesian. Kemudian pada tahun 1872, bersama Santa Maria Mazzarello, Bosko mendirikan Serikat Puteri-puteri Maria yang mengabdikan diri dalam bidang pendidikan kaum puteri. Bosko mendirikan banyak perkumpulan di sekolah. Ia dikenal sebagai perintis penerbitan Katolik dan rajin menulis buku-buku dan pamflet. Ia pun mendirikan banyak gereja dan membantu meredakan pertentangan antara tahta Suci dengan para penguasa Eropa. Dalam karyanya yang besar ini, Bosko selalu menampilkan diri sebagai seorang imam yang saleh, penuh disiplin dan rajin berdoa. Ia menjadi seorang Bapa Pengakuan yang terpercaya di kalangan kaum remaja. Pada saat-saat terakhir hidupnya, ia menyampaikan pesan indah ini: Katakanlah kepada anak-anakku, aku menanti mereka di surga. 

Yohanes Bosko meninggal dunia pada tahun 1888 dalam usia 72 tahun. Pada tanggal 2 Juni 1929, Yohanes Melkior Bosko dinyatakan sebagai "Beato" dan pada tanggal 1 April 1934 ia digelari "Santo" oleh teman dekatnya Paus Pius XI (1922 - 1939).

Renungan Hari Jumat Biasa III - Thn II

Renungan Hari Jumat Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 11: 1–4a, 5–10a, 13–17; Injil        : Mrk 4: 26–34

Bacaan pertama hari ini mengisahkan dosa Daud. Berawal dari nafsu yang kemudian diikuti dengan perzinahan. Terakhir Daud berdosa karena terlibat secara tak langsung atas kematian Uria, suami teman perzinahannya. Daud-lah yang merencanakan kematian Uria. Di sini mau dikatakan bahwa dosa Daud yang besar itu berawal dari hal yang kecil dan sederhana.

Sama sekaligus berbeda, demikian halnya dengan Injil hari ini. Dalam Injilnya, Markus menyampaikan dua perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Allah. Keduanya memiliki kesamaan, yaitu Kerajaan Allah berawal dari sesuatu yang kecil. Di sinilah letak kesamaannya dengan bacaan pertama. Perbedaannya, kalau Injil menekankan Kerajaan Allah, bacaan pertama bisa dikatakan sebagai kerajaan setan. Keduanya bermula dari hal-hal yang sepele.

Sesuatu yang besar itu selalu berawal dari yang kecil. Kiranya inilah yang mau disampaikan sabda Tuhan hari ini. Kejahatan besar atau kebaikan dapat dimulai dari hal kecil dan sepele. Namun bukan berarti kita diminta untuk mengikuti teladan Daud. Bacaan pertama menyadarkan kita bahwa dosa atau pelanggaran besar bisa bermula dari hal-hal sederhana. Untuk itu, Tuhan menghendaki supaya kita menghindarinya. Tuhan mengajak kita untuk tidak memberi peluang kepada dosa. Sebaliknya Tuhan meminta kita untuk senantiasa berbuat baik, sekalipun itu kecil, sepele dan sederhana. Dari yang kecil itulah, nantinya kebaikan itu tumbuh menjadi besar sehingga orang lain dapat merasakan dan menikmatinya.

by: adrian