Kamis, 13 Maret 2014

Duka Gramedia, Sukanya Mizan

Gramedia dan Mizan adalah dua penerbit yang cukup terkenal. Gramedia jauh lebih dahulu dikenal publik ketimbang Mizan. Memperhatikan judul tulisan ini terkesan bahwa kedua penerbit ini terlibat dalam persaingan (meski dalam dunia bisnis, persaingan itu tak terhindari), namun bukan dalam kontek itu maksud tulisan ini. Tulisan ini hanya mau menampilkan perbedaan yang diterima oleh kedua penerbit ini dalam karyanya.

Tentu kita masih ingat pada peristiwa “Gramedia Membakar Buku” pada 13 Juli lalu. (tentang hal ini klik di Kompasiana atau di Blog saya). Gramedia membakar buku karya Douglas Wilson dengan judul “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”. Buku, yang merupakan buku terjemahan, diterbitkan Gramedia pada minggu pertama bulan Maret 2012. Buku ini bukanlah merupakan buku agama, melainkan buku sejarah umum, yang mengungkap lima kota berpengaruh di dunia. Pengaruh kota itu tentulah tak lepas dari peran manusia; dan manusia ini memiliki latar belakang peran. Ada yang berperan sebagai tokoh politik, agama, ilmuwan, dll.

Pada hari Senin, 11 Juni 2012, Irwan Arsidi melapor Gramedia Pustaka Utama ke Polda Metro Jaya, berkaitan dengan isi buku terjemahan itu. Pangkal masalah terdapat pada halaman 24 buku itu, di mana ada tulisan tentang nabi Muhammad SAW, yang bagi Irwan dianggap sebagai bentuk penghinaan dan bertentangan dengan agama islam. Irwan merasa dirugikan dengan beredarnya buku itu. Seperti tak mau kalah dengan umatnya, MUI juga mengharapkan adanya tindakan disiplin oleh kalangan internal Gramedia terhadap pihak yang dilaporkan.

Agar tidak berdampak luas, segera Gramedia bertindak, yang bagi banyak kalangan dinilai ekstrim, dengan menarik buku Douglas Wilson dari peredaran dan membakarnya. Pada 13 Juni, disaksikan beberapa pengurus MUI, Gramedia membakar 216 eksemplar. Sebelumnya Gramedia sudah memusnahkan 1.000 buku. Dampak luas yang dimaksud adalah ketakutan Gramedia akan adanya demo yang berujung pada penutupan Gramedia itu sendiri. Tentulah tragedi Monitor edisi 15 Oktober 1990 masih membekas dalam memori mereka.

Nasib berbeda dialami oleh penerbit Mizan. Pada April 2012 Mizan menerbitkan buku terjemahan karya Louay Fatoohi, “The Mystery of Historical Jesus”. Tampak sekali kalau isi buku itu bakal bertentangan dengan ajaran agama kristen; dan jika memakai cara pandang Irwan, hal itu dapat dinilai sebagai bentuk penghinaan. Akan tetapi, buku itu bebas dijual di toko buku mana saja.

Apakah karena tidak ada laporan dari umat kristen? Pertanyaannya adalah kenapa orang kristen tidak membuat laporan ke kepolisian? Ada beberapa kemungkinan: pertama, orang kristen mengikuti ajaran agamanya supaya umat kristen memberkati orang yang menghina, menindas atau menyiksa; bukan mengutuk. Tentu ini mendapat pendasarannya dari ajaran Yesus Kristus, “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat 5: 39). Kedua, mungkin orang kristen sudah dewasa dalam berpikir. Kedewasaan ini membuat mereka tahu mana yang baik dan buruk; mana yang benar dan tidak benar. Kedewasaan berpikir ini juga melahirkan sikap kompetitif, membiarkan buku-buku beredar dan mempersilahkan orang untuk membandingkan. Dari sinilah orang dapat menemukan kebenaran. 

Dari dua kemungkinan di atas, muncullah kemungkinan ketiga, yaitu orang kristen dapat menerima perbedaan. Kemampuan ini mungkin dilandaskan pada prinsip, "Itu pendapatmu, pendapat kami begini." Dari sinilah akhirnya orang kristen mau menghargai pendapat orang lain yang, bukan hanya sekedar berbeda tetapi bernada menghina atau melecehkan. Orang kristen tidak mau memaksakan pendapatnya. Berbeda dengan orang islam yang tidak bisa menerima perbedaan dan justru memaksakan kemauannya. Kasus buku 5 Kota di atas adalah salah satu buktinya. Yang berbeda, berkaitan dengan agama, dianggap menghina sehingga harus diberantas. Orang lain harus menerima fakta yang sesuai dengan mereka.

Tidak adanya laporan bukan berarti tidak adanya penghinaan dalam buku itu (jika memakai cara pikir Irwan). Namun yang pasti buku itu bebas beredar hanya karena tidak terlihat jelas menghina agama islam. Padahal, jika buku itu dibaca dengan teliti dan kritis, dapat saja disimpulkan bahwa buku itu menghina agama islam.

Jadi, tampak jelas adanya perlakuan yang berbeda diterima oleh dua penerbit ini. Gramedia, ketika sedikit saja menyinggung agama islam, langsung menjadi berita heboh, sementara Mizan, ketika terang-terangan menyinggung agama kristen, tidak mendapat hambatan. Akan tetapi, bukan cuma buku Fatoohi saja yang menjadi obyek pembicaraan kita. Kalau kita buka situs basweidan.wordpress.com, di sana ada sekitar 59 buku terbitan Mizan, yang bagi pemilik situs itu dinilai berbahaya bagi umat islam. Salah satu buku, dengan judul "Dialog Sunnah-Syiah" ditulis oleh A. Syarafuddin Al-Musawi, dilarang beredar di Malaysia karena bertentangan dengan ajaran agama islam. Anehnya, di Malaysia dilarang beredar karena bertentangan dengan ajaran agama, di Indonesia bebas beredar. Apakah karena sesuai dengan ajaran agama sehingga tidak dilarang?

Menjadi pertanyaan kita, kenapa sikap islam terhadap Gramedia berbeda dengan sikap Mizan? Kenapa kepada Gramedia dilaporkan kepada kepolisian, sementara yang lain tidak? Kenapa terhadap Gramedia, MUI menuntut adanya tindakan disiplin oleh kalangan internal Gramedia, sementara Mizan tidak?
Jakarta, 27 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 13 Maret: St. Ludovikus Casoria

SANTO LUDOVIKUS CASORIA
Archangelo Palmentieri lahir pada 11 Maret 1814 di Casoria, Naples, Italia. Sebelum menjadi biarawan, ia adalah seorang pembuat lemari. Pada tahun 1832, ia bergabung dengan Ordo Fransiskan, dan mengambil nama Ludovikus. Lima tahun setelah ditahbiskan, ia mengajar kimia, fisika, dan matematika, kepada anggota muda di provinsialnya. Pada tahun 1847, akibat sebuah peristiwa mistik, ia mengubah hidupnya. Ludovikus menjadi mengabdikan dirinya pada orang miskin dan lemah, mendirikan klinik, dan panti asuhan. 

Pada tahun 1852, ia membuka sekolah bagi anak-anak keturunan Afrika. Ludovikus juga mendirikan institut untuk anak-anak bangsawan, dan juga institut bagi para anak yatim-piatu. Ia juga berkarya kepada orang-orang bisu-tuli, tuna netra, orang-orang jompo, dan para wisatawan. Atas saran dari berbagai pihak, pada tahun 1859, ia mendirikan kongregasi Ordo Ketiga Fransiskan di San Pietro. Kongregasi ini juga dikenal dengan Kongregasi Bruder-Bruder Kasih. Tiga tahun kemudian ia mendirikan Kongregasi Suster-Suster dari St. Elisabeth. 

Sembilan tahun sebelum meninggal, Ludovikus terserang penyakit yang serius dan menyakitkan. Ludovikus dari Casoria, O.F.M., meninggal pada 30 Maret 1885 di Pausilippo, Italia. Pada 18 April 1993, ia dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II.

Renungan Hari Kamis Prapaskah I - A

Renungan Hari Kamis Prapaskah I, Thn A/I

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Esther. Kitab ini mengisahkan tentang raja yang baik, yaitu Raja Mordekhai. Kebaikan itu terlihat dari ungkapan raja yang berbelas kasih terhadap orang yang mendapat hukuman mati. “Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup.” (ay. 11). Orang yang akan mati (karena hukuman mati) mendapatkan apa yang diharapkan, yaitu hidup.

Pesan yang disampaikan dalam Kitab Esther, kembali ditegaskan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Memang dalam Injil Yesus memberikan pengajaran tentang doa, namun di sana hendak ditegaskan bahwa Allah itu adalah Bapa yang Maha Baik. Allah akan memberikan apa yang baik, yang dibutuhkan oleh umat-Nya. Karena itulah, hendaknya umat senantiasa datang dan meminta kepada Tuhan. Salah satunya melalui doa.

Saat ini kita berada dalam masa prapaskah. Sebagaimana yang sudah diketahui, masa prapaskah memiliki tiga aktivitas, yaitu puasa, doa dan amal kasih. Hari ini, sabda Tuhan mengangkat satu aktivitas itu, yaitu doa. Tuhan menghendaki agar kita senantiasa datang kepada-Nya dan berdoa. Tuhan akan mendengarkan dan mengindahkan doa kita itu, karena Dia adalah Allah yang Maha Baik. Allah akan senantiasa memperhatikan kebutuhan umat-Nya.

by: adrian