Kita tentu pernah mendengar atau membaca kisah Yesus dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis (lih. Mat 3: 13 – 17). Awalnya Yohanes menolak itikad Yesus untuk
dibaptis. Ada kemungkinan bahwa Yohanes kenal siapa Yesus itu. Yohanes justru
merasa bahwa dirinya-lah yang harus dibaptis oleh Yesus. Artinya, Yohanes sadar
kalau posisi dia di bawah Yesus, sehingga ia tidak layak melakukan pembaptisan.
Namun Yesus tetap memintanya untuk membaptis, karena hal itu dilihat sebagai
penggenapan kehendak Allah (ay. 15).
Setelah pembaptisan, terjadilah sebuah peristiwa adikodrati. Langit
terbuka, Roh Kudus, seperti burung merpati, turun atas Yesus, dan terdengar
sebuah suara, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”
Peristiwa ini dilihat sebagai pemakluman kemesiasan Yesus. Ada kemungkinan
bahwa Yohanes melihat atau menyaksikan peristiwa tersebut. Karena itu,
kesimpulannya adalah bahwa Yohanes yakin akan kemesiasan Yesus.
Akan tetapi, bila kita membaca Matius 11: 2 – 3 kita akan berkesimpulan
kalau Yohanes Pembaptis meragukan Yesus. "Engkaukah yang akan datang itu
atau haruskah kami menantikan orang lain? Demikian pertanyaan Yohanes yang
disuarakan para muridnya. Memang, kalau dibuat urutannya, baik dari aspek
historis maupun tata letak, peristiwa Matius 3 terjadi lebih dahulu dari Matius
11. Karena itu, pantas bila orang berkesimpulan Yohanes Pembaptis meragukan
kemesiasan Yesus.
Muncul pertanyaan, kenapa Yohanes meragukan kemesiasan Yesus? Bukankah sebelumnya dia kenal akan Yesus? Bukankah sebelumnya dia yakin akan kemesiasan Yesus? Kenapa dia meminta para muridnya untuk mempertanyakan status Yesus?