Kamis, 14 Februari 2013

Mujizat Kasih

MUJIZAT  CINTA KASIH

Kathryn Kuhlman dalam bukunya I Believe in Miracles mengingatkan bahwa di zaman modern yang bergerak serba pesat ini, mujizat-mujizat tetap terjadi setiap hari dalam kehidupan manusia. ”Hanya saja manusia kerap tidak memperhatikan atau menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah semestinya terjadi,” ungkapnya.

Misalnya, peristiwa kelahiran manusia, yang sesungguhnya merupakan kejadian ajaib tetapi sudah dianggap biasa oleh kebanyakan orang. Ahli kebidanan ternama dari Pittsburgh, AS, Dr Charles Joseph Barone, berpendapat, “Sesungguhnya kelahiran bayi merupakan mujizat terbesar!”
Barone yang telah membidani lebih dari 25.000 bayi mengemukakan, kelahiran bayi sesungguhnya melampaui pemahaman manusia. ”Peristiwa kelahiran tetaplah merupakan suatu rahasia yang tidak dapat dipahami,” tandasnya.

Begitu pula dengan cinta. Banyak orang menganggap perasaan cinta sebagai sesuatu yang lumrah. Dua insan manusia saling tertarik, kemudian mereka merenda asmara. Padahal tidak semua orang bisa dengan mudah mewujudkannya. Tak terbilang orang yang tak kunjung mendapatkan pasangan karena mereka kesulitan menemukan orang yang bisa seiya-sekata dengan dirinya. Bagi orang yang berada dalam kondisi demikian, menemukan cinta merupakan mujizat.

Ada banyak kisah cinta pernah kita dengar, yang menunjukkqn bahwa apa yang mereka alami itu sebenarnya merupakan mujizat. Itu sebabnya, ”garam di laut, asam di gunung bertemu di belanga.”

Kuhlman mengatakan, Roh Kudus merupakan kunci terjadinya mujizat, sebab tidak ada yang mustahil bagi-Nya. “Bagaimanapun juga kebesaran Allah melampuai pengertian manusia. Tak ada manusia yang bisa menduga seberapa dalam dan seberapa luas kuasa-Nya,” tulis Kuhlman.

Renungan Kasih

Renungan Kasih
1Kor 13: 4 – 8,


Kasih itu sabar;
kasih itu murah hati;
ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan
dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan

Mewujudkan Pacaran Sehat

PACARAN  YANG  SEHAT
Pacaran adalah sebuah tugas perkembangan yang memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Erikson, seorang psikolog perkembangan, menilai kalau remaja perlu belajar mengenal lawan jenisnya, yang tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk mengembangkan pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan berpacaran, remaja akan belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun tanggung jawab pribadi.

Pacaran pada hakikatnya adalah proses untuk saling mengenal; proses seseorang belajar give and take, serta memegang tanggung jawab. Dalam proses ini kata kunci yang harus muncul adalah “saling” sehingga dalam relasi pacaran itu terwujud simbiose mutualisme. Namun, hal inilah yang tidak dipahami remaja. Mereka lebih melihat pacaran sebagai proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagi pribadi dewasa serta masuk dalam dunia orang dewasa. Karena itu, tak jarang dalam pacaran remaja menunjukkan “kedewasaan” dengan melakukan hubungan seks.

Bagaimana pacaran yang sehat? Di bawah ini ada beberapa poin untuk direnungkan dan bisa menjadi tolok ukur melihat relasi pacaran kita.
E  Berpacaran adalah proses mendewasakan kedua pihak. Tentu saja proses ini tidak pernah berjalan mulus, rasa cemburu, rasa ingin memiliki tak jarang membuat orang menjadi begitu over protective sehingga terjadi berbagai bentuk pelarangan. Semua ini mau menunjukkan bahwa pacaran itu bukanlah sesuatu yang mudah dijalani dan selalu indah. Namun jika hal ini bisa diatasi sehingga timbul kemampuan mengelola diri, rasa tanggung jawab dan kemandirian, maka pacaran telah mendewasakan.

Dalam berpacaran juga akan tumbuh rasa trust, yang memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk bereksplorasi dan mendewasakan diri. Namun kebebasan itu tetap dalam batasan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Berpacaran dengan mengungkung, membatasi ruang gerak pasangan bukanlah pacaran yang sehat.

E  Berpacaran adalah proses belajar untuk menghormati dan menghargai pasangan. Hal ini sering disalahartikan sehingga muncul eksplorasi seks. Bagi remaja, pacaran menjadi media belajar tentang seks dalam arti sebenarnya sehingga muncul kebanggaan karena telah selangkah lebih maju dibandingkan teman sebayanya. Selain itu juga remaja melihat bahwa memberi keperawanan dan keperjakaan adalah sebuah bentuk pengorbanan dan perwujudan cinta. Padahal ini adalah sebuah bentuk nafsu yang diselimuti dengan keinginan bawah sadar atau justru yang disadari untuk memanipulasi pasangan.

Pacaran yang menuntut adanya hubungan seksual adalah sebuah kesalahan besar dan kerugian terbesar bagi pihak cewek. Dibalik tindakan itu ada pemanfaatan hanya oleh pihak cowok kepada cewek dan karena itu di dalamnya tidak ada penghormatan apalagi penghargaan.

E  Berpacaran adalah proses yang membebaskan. Tak jarang rasa cinta yang begitu dalam justru membuat seseorang merasa begitu mencekam oleh rasa itu. Rasa ini kemudian dimaknai sebagai sebuah cinta yang mendalam dan tidak ada duanya. Namun, yang terjadi tak jarang justru terhambatnya rasionalitas dan objektivitas dalam berpikir dan bertindak. Rasa cinta yang begitu mencekam pada akhirnya hanya akan membuat diri sendiri tidak bisa berkutik dan bebas bereksplorasi. Rasa takut kehilangan, rasa ingin diperhatikan dan rasa ingin selalu bertemu menjadi sebuah obsesi yang tiada ujung. Inilah yang membuat kita menjadi tidak terbebaskan karena terus menerus dicekam oleh rasa ini. Kebebasan untuk mencintai dan mewujudkan cinta, yang bisa kita maknai sebagai cinta yang membebaskan.

Pada dasarnya mencintai seseorang berarti juga memberi kesempatan bagi diri sendiri dan pasangan untuk bebas, baik dalam bergaul maupun beraktivitas tanpa banyak kekhawatiran akan kekangan dan batasan untuk bertemu, untuk selalu merespons segala bentuk perhatian sekecil apapun. Berpacaran adalah proses yang memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk lebih mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki yang didasari oleh kebutuhan untuk mengembangkan diri dan membebaskan diri untuk mencari jati diri.

E  Berpacaran adalah proses untuk saling mengenal; proses bagi seseorang untuk mendalami bibit, bebet dan bobot pasangan, menyamakan sikap dan pandangan, mencari titik temu dari berbagai perbedaan yang ada serta kesediaan untuk menerima segala kekurangan pasangan.

Dalam berpacaran ada makna bahwa ada penerimaan tanpa banyak syarat dan tuntutan terhadap pasangan untuk mengubah dirinya sendiri dan menjadi orang lain. Tentu ini tidak sehat karena mengubah diri sendiri hanya untuk kesenangan pihak lain. Di sini terjadi proses pembungkaman terhadap identitas diri dan pertumbuhan diri. Jika dalam masa pacaran ada ketidakcocokan yang mengakibatkan perpisahan, maka baiknya ini dimaknai sebagai sebuah proses yang tidak perlu disesali. Yang terpenting adalah perpisahan itu diputuskan bersama, dengan tidak banyak meninggalkan luka atau bahkan trauma yang bisa melahirkan kebencian.

E  Pada akhirnya, jodoh ada di tangan Tuhan. Pacaran adalah sebuah proses, bukan tujuan akhir dari sebuah relasi. Memberi dan menerima, belajar dan melatih diri untuk menjadi lebih dewasa adalah esensi dari hubungan itu sendiri. Menunjukkan kepercayaan dan tanggung jawab kepada orang tua akan memberi keyakinan kepada orang tua bahwa kita sudah siap untuk dipercaya dan pasangan kita juga bisa dipercaya. Namun, jika tidak mampu membuktikan kepercayaan tersebut, jangan pernah menyesal bahwa sampai kapanpun akan sulit membuat orang tua kita percaya kepada kita. Ibarat nila setitik rusak susu sebelanga.

by: adrian

Hari Kasih Sayang



SEJARAH  VALENTINE’S  DAY


Awal peringatan valentine’s day berasal dari tradisi Romawi sebagai upacara penghormatan Dewa Lupercus, dewa kesuburan. Tanggal peringatannya adalah 15 Februari. Tujuan peringatan ini adalah mendapatkan keturunan. Sarananya adalah hubungan seks.

Ketika kekristenan mulai muncul, ada banyak tradisi kafir diambil alih dan “dibaptis”. Salah satunya adalah hari raya Lupercalia ini. Adalah peran Paus Galasius I yang mengubah hari raya Lupercalia ini menjadi hari valentine. Pada tahun 496, Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai peringatan St. Valentinus. Sejak saat itu, tanggal 14 Februari dikenal sebagai valentine’s day, hari cinta muda-mudi. Tujuan peringatan ini adalah membangun keluarga. Sarananya adalah cinta.

Dalam perjalanan waktu, peringatan valentine’s day menjadi milik dunia. Akan tetapi terjadi degradasi nilai. Tak jarang ditemukan adanya penyimpangan makna sampai mengakibatkan hubungan seks di luar nikah. Artinya, ada usaha untuk mengembalikan peringatan valentine’s day ini ke hari raya Lupercalia. Tahun 1969 Gereja menghapus peringatan St. Valentinus, namun peringatan valentine’s day terus berlangsung.

Akhirnya, valentine’s day tidak lagi menjadi peringatan liturgi gerejawi. Valentine’s day menjadi peringatan umum. Gereja tidak melarang umatnya merayakannya. Gereja hanya melarang penyalahgunaan kegiatan valentine’s day yang tidak memanusiawikan manusia atau merendahkan martabat luhur manusia. Misalnya yang menyebabkan orang jatuh ke dalam seks bebas atau mental hedonis-konsumtivistik.

Sebaliknya Gereja malah mengajak umatnya merayakan valentine’s day dengan kualitas yang lebih baik, tidak berhenti pada cinta sepasang kekasih melainkan berkembang ke arah cinta universal.

by: adrian

Orang Kudus 14 Februari: St. Valentinus

SANTO VALENTINUS, MARTIR
Daftar para martir Roma menetapkan dua orang Santo Valentinus. Valentinus yang pertama ialah seorang imam yang disiksa dan dianiaya pada tahun 269 pada masa penganiayaan umat Kristen Roma oleh Kaisar Klaudius (268 – 270). Valentinus ini dimakamkan di Jln Flaminia. Di jalan ini dibangunlah sebuah basilik pada tahun 350 untuk menghormati dia.

Valentinus kedua adalah seorang uskup dari Terni, sebuah dusun kecil di bagian utara kota Roma. Beliau juga mengalami nasib yang sama. Ia disiksa dan dianiaya hingga mati pada masa penganiayaan umat Kristen Roma oleh Kaisar Klaudius pada tahun 269.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Kamis setelah Rabu Abu

Renungan Hari Kamis setelah Rabu Abu Thn C/I
Bac I : Ul 30: 15 – 20; Injil       : Luk 9: 22 – 25

Dalam Injil hari ini Yesus mengajukan sebuah "syarat" untuk mengikuti Dia. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari." (ay. 23). Orang tak perlu merasa takut, sekalipun nyawa taruhannya. Bersama Kristus umat akan mendapatkan keselamatan.


Lewat Injil ini kita kembali disadarkan akan peran kita sebagai pengikut Kristus. Dengan mengikuti Yesus berarti kita musti menyangkal diri dan memikul salib kita setiap hari. Semuanya dilakukan demi Yesus. Atau dengan kata lain, dengan menjadi pengikut Yesus berarti kita menyatukan penderitaan kita dengan derita Yesus.

Pesan sabda Tuhan ini sangat relevan buat kita pada masa prapaskah, di mana kita diajak untuk pantang dan puasa. Aktivitas pantang dan puasa merupakan wujud kita menyangkal diri, mengendalikan diri dari dorongan nafsu tidak baik. Di sana kita menyatukan diri dengan derita Yesus

by: adrian