
Tanggal
15 Maret 2019 merupakan hari berkabung bagi warga Selandia Baru. Negeri yang
selama ini terbilang aman dan tenang digoncang aksi teror warga negara
Australia, negeri tetangga. Uniknya adalah korban semuanya umat muslim yang
baru saja menyelesaikan shalat Jumat di masjid Al-Noor, di pinggiran kota
Christchurch. Setidaknya ada 49 korban tewas akibat aksi biadab tersebut (kemungkinan jumlah korban tewas dapat bertambah).
Selama
ini terorisme selalu diidentikkan dan dikaitkan dengan islam, karena semua
pelaku teror beragama islam. Dan sasaran targetnya adalah yang bertentangan
dengan islam, sekalipun korbannya dapat juga umat islam sendiri. Akan tetapi,
kali ini pelaku terornya bukan beragama islam. Malah sasaran korbannya justru
umat islam.
Tentu
semua kita sepakat bahwa aksi terorisme adalah tindakan yang sangat biadab dan
di luar batas kemanusiaan. Tindakan tersebut patut dikutuk dan dikecam, dan
pelakunya harus mendapatkan hukuman seberat-beratnya.
Sekalipun
terorisme islam dan terorisme di Selandia Baru sama-sama merupakan tindakan
biadab dan harus dikutuk, namun terdapat perbedaan yang mencolok di antara
keduanya. Yang paling mendasar adalah bahwa terorisme islam mendasarkan
tindakannya pada ajaran agama. Dua sumber agama islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, sering dijadikan landasan aksi para teroris. Para pelaku
teror mendapat inspirasi dan perintah dari ajaran agama islam. (untuk hal ini,
silahkan baca Motivasi Para Teroris dan
Tak Mungkin Membasmi Terorisme).
Dapat disimpulkan bahwa para teroris islam melakukan aksi terornya karena mengikuti
perintah Allah dan teladan Nabi Muhammad SAW. Karena itu, pelaku terorisme
islam adalah juga seorang religius.