Perjanjian Baru adalah sebuah kumpulan 27 kitab dari Kitab Suci yang
ditulis selama 70 tahun setelah kebangkitan Yesus. Gereja para rasul melihat
dalam kitab-kitab ini suatu ungkapan iman mereka yang otentik. Gereja telah
mengakui secara resmi bahwa kitab-kitab ini diilhami oleh Allah, sabagai sabda
Allah. Sama seperti dalam Perjanjian Lama, kitab-kitab ini tidak begitu saja
jatuh dari langit, sebaliknya kita mengakuinya sebagai milik para rasul dan
para pewarta Injil dalam Gereja Perdana. Kitab-kitab ini tidak bermaksud untuk
menjawab semua pertanyaan kita mengenai iman, melainkan suatu kumpulan
kesaksian dimana kita menemukan pribadi Yesus dan cara Gereja perdana melihat dirinya
dijiwai dan digerakkan oleh kuasa kebangkitan-Nya. Kehendak Allahlah yang
membuat orang-orang Kristen dari segala abad dapat mengenal Yesus dan karya
penebusan-Nya melalui kesaksian-kesaksian yang dahsyat ini.
Tetapi mengapa suatu perjanjian baru ditempatkan setelah Perjanjian Lama?
Semata-mata karena setiap perjanjian membentuk suatu bagian sejarah keselamatan
dan pewahyuan Allah dalam sejarah. Salib Yesus memisahkan dua fase ini.
Dalam Perjanjian Lama sebuah bangsa dibentuk. Mereka bertumbuh melalui pengalaman mereka, dan setelah berharap akan seribu satu hal yang dicari semua orang, mereka baru mengerti bahwa yang benar-benar penting adalah mengharapkan dan mencari kerajaan keadilan dimana semua orang akan diciptakan baru. Ketika kita membaca sejarah Kitab Suci, kita dapat melihat arah yang ditempuh dan menemukan tahap-tahap berbeda dan tokoh-tokoh kuncinya. Israel menemukan nilai luhur eksistensi dan kehidupan sosial. Kita mengerti mengapa mereka memerlukan waktu berabad-abad untuk menemukan suatu yang melampaui pemahaman mereka. Kita mengerti mengapa kesejahteraan Kerajaan Israel kuno tidak dapat bertahan lama dan mengapa penting bagi umat Allah untuk menginsafi dan menyadari apa yang hilang dalam kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Kita melihat mengapa, setelah bermunculan banyak juruselamat palsu, Juruselamat sejati datang bagi mereka yang sementara mengalami krisis akhir di bawah penindasan Romawi dan radikalisasi kekuatan-kekuatan politik.