Senin, 02 April 2018

Solusi Bijak Nikah Campur dari Gereja Katolik

Umat katolik tidak hidup dalam masyarakat yang homogen, hanya terdiri dari satu agama saja, melainkan dalam masyarakat heterogen. Istilahnya, masyarakat majemuk. Dalam hidup berdampingan dengan orang dari suku dan agama lain tak bisa dihindari perjumpaan yang melahirkan hubungan khusus antar dua manusia yang berbeda keyakinan. Saat pacaran biasanya soal perbedaan ini tak terpikirkan, karena hidup sudah dirasuki romantisme pacaran. Ketika hendak menikah, baru orang sibuk memikirkan.
Jika menikah dengan cara islam, maka yang katolik harus masuk islam dengan mengucapkan kalimat syahadatin. Hal ini disebabkan karena islam tidak punya ritus nikah campur. Demikian pula dengan agama lain. Artinya, bila menikah di luar Gereja Katolik, orang katolik harus meninggalkan iman katoliknya.
Akan jauh berbeda bila pernikahan dilangsungkan dalam Gereja Katolik, karena dalam Gereja Katolik ada ritus pernikahan campur, baik beda Gereja maupun beda Agama. Jika menikah dalam Gereja Katolik, pihak yang non katolik tidak harus masuk katolik. Pihak non katolik tetap pada iman keyakinannya. Gereja Katolik tidak boleh memaksa orang lain memeluk iman katolik hanya karena pernikahan. Hal ini sejalan dengan semangat Kristus dan Para Rasul yang tertuang dalam dokumen Dignitatis Humanae. Dasarnya adalah bahwa iman itu merupakan hak asasi seseorang yang harus dihormati.
Menikah dengan orang Protestan ada ritus pemberkatan ekumenis. Upacara pemberkatan nikah bisa berlangsung di gereja protestan (atau gereja katolik) dan dipimpin oleh pendeta, tapi yang meneguhkannya adalah pastor.
Oleh karena itu, kaum muda katolik hendaknya menggunakan solusi yang ada dalam Gereja Katolik. Jangan tinggalkan Gereja dan Kristus hanya demi pernikahan.
by: adrian