MENYINGKAP KEBOHONGAN “THE HISTORICAL JESUS”
Ketika membeli buku “The Historical of Jesus” karya L Fatoohi, saya bertanya apakah buku
ini mengungkap sebuah kebenaran? Saya takut kebenaran sebenarnya akan terungkap. Dan tentu
hal itu dapat
menggoncang iman saya. Akan tetapi, saya ingin menghilangkan rasa
penasaran atas isi buku itu. Maka membaca buku itu dengan membuat beberapa kesepakatan:
a) Saya akan membaca buku itu
dengan sikap kritis. Artinya, saya tidak serta merta menerima begitu saya apa
yang dikatakan Fatoohi dalam buku itu, melainkan akan saya kritisi. Pertama-tama
saya tidak mengkritisi pemikiran
Fatoohi dengan pemikiran Kristen, tetapi saya coba mengupas pemikiran Fatoohi
itu sendiri. Saya akan melihat kelemahan cara berpikir Fatoohi.
b) Konsekuensi dari sikap kritis
itu, saya akan menerima kebenaran yang ada dalam buku ini sekalipun kebenaran
itu bertentangan dengan apa yang selama ini saya yakini.
c) Sekalipun sudah diduga bahwa isi buku itu akan
menghina agama kristen, namun saya akan tetap membacanya dengan sikap terbuka dan
kritis, bukan dengan sikap antipati dan kebencian.
Sebelum mengkritisi
pemikiran-pemikiran Fatoohi, terlebih dahulu kita lihat kesalahan cara berpikir
Fatoohi. Bisa dikatakan bahwa Fatoohi menggunakan Al-Quran sebagai batu ujinya,
sementara Fatoohi sendiri tak pernah mengkritisi Al-Quran. Ini memang tidak bisa dilakukan, karena berbahaya. Al-Quran diterima tanpa
sikap kritis sebagai kitab sempurna.
Karena Al-Quran sebagai kitab yang
benar dan sempurna, maka yang tidak sesuai dengan Al-Quran adalah salah. Dan
kebetulan semua Injil, yang diakui Gereja, tidak sama atau mirip sehingga bisa
disimpulkan Injil itu salah. Sementara injil-injil apokrif, yang tidak diakui
Gereja, namun karena ada kemiripan dengan Al-Quran, maka dinyatakan benar; dan
kitab itu juga yang dipakai Fatoohi.
Mengkritisi Cara Berpikir Fatoohi
1.
Soal Anunsiasi Maria (hlm 146 – 156)
Dalam QS Al-Maryam dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu
adalah Roh yang menyebabkan Maria hamil. Akan tetapi, dalam QS Al-Anbiya dan
juga Al-Tahrim dikatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke dalam Maria sehingga
ia hamil. Di sini mau dikatakan bahwa Roh itu adalah Allah. Oleh karena itu,
apakah bisa dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah Allah?
Kekacauan ini dipertegas lagi dalam QS Ali Imran.
Dalam ayat 40 dikatakan bahwa Maria berbicara kepada Malaikat Jibril, bukan
kepada Allah. Namun dalam ayat 47 (selisih 7 ayat saja) terlihat bahwa Maria
berbicara kepada Allah.
2.
Kehamilan Perawan Maria (hlm 157 – 161)
Fatoohi mengatakan bahwa kisah kehamilan Maria tidak
historis hanya karena kisah itu berbeda dari satu Injil ke Injil yang lain. Di
sini terlihat jelas bahwa Fatoohi tidak memahami ajaran Katolik tentang Injil.
Kita bisa ambil contoh pembanding: perang Vietnam kisahnya bisa berbeda antara
versi Amerika dan Vietnam. Apakah kisah perang itu tak historis?
Karena itu, akan terasa lucu dengan tiga kesimpulan
Fatoohi (hlm 161). Terlihat jelas Fatoohi tidak mengerti soal Kitab Suci orang
kristen dan memaksakan cara pandang Quraninya. Kesimpulan pertama seakan
menyangkal sendiri pernyataan Fatoohi, “Ketiadaan bukti bukanlah bukti
ketiadaan.” (hlm 32).
Selain itu, perlu juga dilihat makna antara berbeda dan bertentangan. Kedua kata ini tidaklah sama maknanya. Tidak semua yang berbeda itu bertentangan,
tapi yang bertentangan itu pasti berbeda. Kalau diperhatikan dengan
baik-baik, yang terjadi dalam Injil perihal kehamilan Maria adalah perbedaan,
bukan pertentangan. Tidak seperti dalam Al-Quran yang menunjukkan pertentangan.
Ada kesan bahwa Fatoohi mau supaya kisah kehamilan dan
kelahiran harus ada pada semua Injil atau bahkan semua kitab Perjanjian Baru
(hlm 167). Fatoohi tidak tahu bahwa pusat pewartaan Para Rasul (termasuk
Paulus) adalah Yesus yang bangkit. Karena itu, peristiwa kelahiran-Nya tidak
mendapat tempat yang cukup dalam pewartaan mereka.
3.
Fatoohi menulis, “Al-Quran telah menjelaskan
bahwa kitab-kitab religius yang dimiliki oleh kaum Yahudi dan Kristen ditulis
dan diubah oleh manusia.” (hlm 174). Hal ini karena Fatoohi, juga semua umat
islam memakai cara pandang Al-Quran. Mereka melihat bahwa Al-Quran itu turun
langsung dari Allah. Seharus juga demikian dengan kitab suci Yahudi dan
Kristen. Padahal, baik Yahudi dan Kristen punya cara pandang sendiri.