Mantan
Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Al-Azhar, Kairo, dalam bukunya Islam and Terrorism, mengatakan bahwa
kebohongan atau penipuan adalah bagian dari pola pikir islam. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia online, kata ‘bohong’ dipahami dengan (1) tidak sesuai dengan
hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; (2) bukan yang sebenarnya. Dalam
keseharian, kata ‘bohong’ biasa disamakan dengan kata ‘tipu’. Berbohong sama
artinya dengan menipu. Karena itu, bisa dikatakan bahwa berbohong atau menipu
adalah lumrah dalam agama islam.
Hal
ini mungkin disebabkan karena Allah SWT sendiri melakukan kebohongan. Sangat
menarik kalau kita membaca dan mengkritisi surah an-Nisa ayat 142. Di sini Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka.” Terlihat
jelas kalau surah ini berisi pengakuan Allah SWT bahwa Dia adalah pembohong
atau penipu karena telah melakukan penipuan.
Malah
dapat dikatakan bahwa Allah SWT lebih suka memilih berbohong daripada memperbaiki
kesalahan umat. Dalam surah an-Nisa itu Allah SWT dikatakan hendak ditipu oleh
orang munafik. Berhadapan dengan situasi ini, Allah SWT sebenarnya dihadapkan
pada dua pilihan: mengingatkan akan niat buruk orang munafik sehingga mereka tidak
melakukannya (bertobat) atau balik
menipu mereka. Dalam surah tersebut ternyata Allah SWT memilih pilihan kedua. Allah bukannya menegur umat yang hendak menipu-Nya atau
memperbaiki kesalahan mereka, tetapi malah membalas dengan menipu atau berbohong.
Pilihan
Allah SWT untuk menipu membuktikan kalau karakter pembohong itu ada pada Allah.
Kata-kata Allah SWT dalam surah an-Nisa itu mirip dengan pernyataan yang lazim,
“Masak pembohong dibohongi.” Dari
sini dapat dikatakan bahwa Allah SWT adalah penipu atau pembohong. Untuk
menguatkan pernyataan ini, kita dapat menemukan kebohongan Allah itu dalam
Al-Qur’an.