Rabu, 14 Agustus 2013

(Sharing Hidup) Moderator OMK

SHARING PASTORAL SEBAGAI MODERATOR OMK
Saya dipercaya mendampingi kaum muda sebagai moderator. Keberadaan moderator sesuai dengan yang disuarakan sinode (MGP. no 141). Saya tidak tahu sejak kapan saya bertugas sebagai moderator, karena tidak ada penugasan jelas dari Pastor Kepala Paroki. Sekedar diketahui, jabatan sebagai pendamping kaum muda saya dapat pertama kali dari pemerintah (Bimas Katolik), melalui surat tugas no. Kd.32.02/1/BA.01.1/0328/2011, pada tanggal 14 Januari 2011. Setelah sekian lama (sekitar awal tahun 2012) barulah Rm. Eman, secara resmi, meminta saya untuk mendampingi kaum muda. Itupun tanpa surat tugas.

Awalnya saya langsung melihat adanya kekacauan struktur kepengurusan OMK paroki. Saya melihat ada seksi kepemudaan dan ada seksi OMK. Kedua-duanya sama-sama dilantik. Dalam pertemuan pertama sekali saya dengan rekan-rekan kaum muda, saya coba bertanya apa batasan seksi kepemudaan dan OMK, tak ada satupun yang tahu. Semuanya serba bingung. Lalu saya memaparkan pemikiran saya sekalian memberikan gambaran singkat tentang struktur paroki baru yang akan diterapkan nantinya. Puncak kekacauan ini adalah perayaan valentine day 2012 dan ketika sosialisasi struktur baru.

Pada 21 April 2012, saya memberi pembekalan kepada pengurus OMK. Ini sebenarnya sebuah proyek dari bimas. Dalam salah satu sesi pembekalan ini saya menyampaikan adanya rencana pertemuan OMK tingkat nasional di Sanggau, Kalimantan Barat. Dengan berbagai penjelasan singkat, ada dua OMK yang menyatakan kesiapannya untuk itu: Rano dan Sonny. Namun saya tidak memberi jawaban pasti karena harus berkoordinasi dengan komisi kepemudaan keuskupan. Namun, ketika pada pertemuan imam saya tanyakan kepada Rm. Yustin perihal kegiatan itu, saya sama sekali tidak mendapatkan jawaban yang jelas. Dalam pertemuan-pertemuan pun tidak ada disinggung tentang acara tersebut. Akhirnya, saya putuskan bahwa tidak ada utusan dari Balai. Namun ketika di tingkat kevikepan (Agustus 2012) muncul kembali wacana itu (oleh Rm. Paschal), saya coba menyampaikannya kepada Rm. Eman. Akan tetapi, sama sekali tak ada tanggapan positip sehingga tak ada utusan dari Balai.

Setelah pertemuan imam, saya mulai mensosialisasikan kedudukan OMK dalam struktur paroki yang baru. Saya memberikan beberapa alternatif, namun saya tegaskan bahwa semuanya tergantung pada kebijakan pimpinan, yaitu Pastor Kepala Paroki. Hal ini berdasarkan kebiasaan yang sudah berlaku sejak dulu bahwa segala sesuatu diputuskan oleh Pastor Kepala Paroki. Kepada rekan-rekan OMK saya sampaikan bahwa konsekuensi dari organ baru ini adalah kepengurusan OMK yang belum lama dilantik harus membubarkan diri.

Sadar akan keterbatasan, saya membentuk tim pendamping OMK, sesuai amanat sinode (MGP. no 307). Maka, pada tanggal 30 Juli, lewat sebuah pertemuan, saya memilih 12 orang sebagai tim pendamping OMK. Angka 12 hanya sekedar mengikuti metode Yesus yang memilih 12 rasul. Setelah dua kali pertemuan, saya menghubungi Rm. Benny Ratuwalu untuk memberi pembekalan pada mereka. Dan ini terjadi sekitar Oktober 2012 lalu. Diharapkan ke depan akan ada lagi pembekalan lanjutan buat mereka.

Setelah membentuk tim pendamping, saya mulai mengadakan sosialisasi OMK. Sosialisasi ini bertujuan membangkitkan kesadaran OMK untuk aktif dalam hidup menggereja. Sosialisasi saya tempuh dengan membuat tulisan di Berita Paroki atau juga dengan suplemen pelengkap Berita Paroki. Cara lain adalah dengan bertemu langsung dengan mereka. Saya mewacanakan untuk membangun kelompok kategorial OMK, seperti yang diminta dalam sinode (MGP. no 306). Dalam acara tatap muka ini, saya melibatkan tim pendamping. Untuk wilayah Sei Bati, sosialisasi ini diberikan oleh Pak Inno dan Pak Polikarpus. Untuk Balai, awalnya saya minta kesediaan Pak Wawan. Akan tetapi, kegiatan tersebut tak pernah jalan. Akhirnya, diambil alih oleh Pak Pontius bersama Pak Andreas Eko dan Ibu Linda.

Pada 24 Januari 2013, OMK bekerja sama dengan SADO (LSM peduli anak) menggelar acara bincang-bincang tentang HIV/AIDS di sekolahan SMP St Yusup. Kegiatan ini mendapat sponsor dari CU Jembatan Kasih. Dalam acara ini OMK tidak hanya diberikan info umum soal HIV/AIDS, melainkan juga apa kata Kitab Suci tentang hal itu.

Pada tanggal 8 Februari 2013, saya menerima surat pengunduran diri dari Pak Wawan via email. Ada tiga alasan pengunduran diri beliau:
1.     Kesibukan di panitia pembangunan
2.     Kesibukan di Dewan Pengelola Harta Benda Gereja
3.      Hal lain yang tak bisa disebutkan

Saya tidak bisa memaksanya untuk bertahan, apalagi ada kepentingan umum yang lebih mendesak, paroki. Maka saya menyetujui pengunduran diri tersebut. Selang beberapa minggu, atas beberapa masukan, saya meminta kesediaan Pak Wiji untuk menggantikan posisi Pak Wawan. Beliau menyatakan kesediaannya, meski sadar akan keterbatasan dirinya.

Dalam rangka merayakan Valentine Day, OMK mengadakan acara misa, rekreasi dan aksi peduli kasih. Dengan acara ini OMK hendak mewujudkan visi keuskupan, yaitu Gereja Partisipatif, dengan perayaan ekaristi (Berpusat pada Kristus), membangun persaudaraan (Komunio) dan peduli kasih (Misi).

Pada 19 Mei ada pertemuan OMK. Saya sebagai moderator OMK sama sekali tidak tahu bahwa akan ada pertemuan ini. Ketika saya tanyakan kepada beberapa anggota tim pendamping OMK, tak satu pun yang tahu. Pertemuan ini dipimpin oleh Pak Wawan dengan persetujuan Rm. Eman. Awalnya saya binggung dengan aksi Pak Wawan ini. Bukankah beliau mengundurkan diri dari tim pendamping OMK karena kesibukan di PPG dan DPHBG? Bukankah beliau masih terlibat di PPG dan DPHBG? Ada apa ini?

Namun akhirnya saya sadar bahwa tindakannya sudah atas persetujuan Pastor Kepala Paroki, sehingga melangkahi kewenangan orang lain pun tidak menjadi masalah. Dan saya mendapat pencerahan dari Injil, ketika merayakan misa hari Rabu, 22 Mei. Dalam Injil hari itu dikatakan bahwa ada orang yang bukan kelompok para murid mengusir setan dalam nama Yesus. Para murid ingin mencegahnya, tapi Yesus melarangnya. “Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita,” demikian kata Yesus. Prinsip inilah yang saya pegang. Dan ketika pertemuan dengan tim pendamping OMK pada 27 Mei, prinsip ini kembali saya tekankan. Saya mengajak rekan-rekan tim pendamping agar tidak tersinggung dan mempermasalahkan peristiwa tersebut.

Akan tetapi, aksi Pak Wawan tidak hanya berhenti di sini. Minggu berikutnya beliau mendeklarasikan berdirinya komunitas Don Bosko. Dalam pertemuan dengan OMK Naposo, Pak Wawan mengatakan bahwa komunitas yang dibentuknya ini sesuai dengan buku sinode dan sudah mendapat persetujuan Pastor Kepala Paroki. Komunitas ini, kata Pak Wawan, tidak hanya dibatasi OMK saja, melainkan juga keluarga muda yang memiliki jiwa dan semangat muda.

Awalnya, saya tidak mempermasalahkan. Namun akhirnya komunitas ini sungguh mengganggu akal sehat saya. Saya dapat informasi bahwa komunitas ini merupakan bagian dari Seksi OMK; artinya, Komunitas Don Bosko ini adalah OMK Kategorial. Seperti yang dikatakan Pak Wawan, komunitas ini sesuai dengan buku sinode dan sudah disetujui Rm. Eman. Inilah yang menggangu akal sehat saya. Apakah Pastor Kepala Paroki sudah membaca buku sinode? Saya sudah membolak-balik buku sinode, tapi tak menemukan pendasaran komunitas ini. Saya juga bingung, apakah Pastor Kepala Paroki tahu kriteria OMK? Kriteria OMK yang diterima keuskupan kita berdasarkan kriteria KWI adalah usia 15 – 35 tahun dan belum menikah. Sementara Komunitas Don Bosko terdiri dari OMK dan keluarga muda. Koq, masuk OMK kategorial? Apalagi bila saya lihat bahwa Pak Wawan masih sibuk dengan keterlibatannya di PPG dan DPHBG. Kenapa ketika di tim pendamping OMK beliau mengundurkan diri, sementara di Komunitas Don Bosko tidak, padahal alasan yang diutarakannya masih berlaku? Ada permainan apa ini?

Jika dikatakan bahwa Komunitas Don Bosko ini berdiri sendiri sebagai wujud keterlibatan pastoral Gereja dan tidak membawa-bawa buku sinode sebagai pendasarannya, saya dapat menerimanya, meski masih diganggu dengan alasan pengunduran diri Pak Wawan. Namun konsekuensinya, di paroki harus ada seksi baru. Karena Komunitas Don Bosko benar-benar berdiri sendiri. Dia tidak bisa masuk seksi OMK, juga bukan bagian dari seksi keluarga. Mungkin Pastor Kepala Paroki sudah menemukan jawabannya. Hanya saya tak pernah diberitahu, karena memang selama ini semua kebijakan dari Pastor Kepala Paroki tak pernah dikumunikasikan kepada pembantunya. Ini seperti yang sudah diungkap dalam buku sinode (MGP. no 60, 76).

Pada pertemuan dengan tim pendamping OMK pada 27 Mei 2013, saya melontarkan gagasan program pembinaan kaum muda dalam kegiatan Kemah Rohani. Semua anggota tim setuju, lalu dipilih beberapa orang OMK Karya untuk dijadikan panitia. Awal Juni saya sudah mendapat informasi pemindahan diri saya dari Bapak Uskup. Pada 17 Juni diadakan pertemuan dengan OMK Karya dan langsung dibentuk Panitia Kemah Rohani. Saya berharap acaran ini dapat berlanjut meski saya tidak lagi berkarya di Balai.

Saya memiliki mimpi akan adanya program pembinaan yang berkelanjutan bagi kaum muda di paroki ini. Karena itu, saya merancang pedoman program pembinaan. Pada tanggal 17 Juni, pedoman ini saya bagikan kepada tim pendamping OMK dengan pesan agar mereka meninjau dan mengkritisi pedoman yang saya buat. Dengan pedoman ini, maka pembinaan kaum muda dapat berjalan tanpa tergantung pada saya. Pada 8 Juli lalu, saya bertemu dengan tim pendamping OMK untuk membahas pedoman yang telah saya bagikan.

Demikianlah sekedar sharing tugas saya. Terus terang, masih sedikit yang baru saya kerjakan. Dan semuanya itu tidak ada artinya. Dalam melaksanakan tugas ini, tantangan dan kesulitan selalu menghadang. Namun saya menemukan kekuatan dalam kebersamaan dengan tim pendamping OMK ini. Saya selalu berkomunikasi untuk meminta masukan dan ide. Tak lupa juga komunikasi dengan Tuhan.

Dalam setiap pertemuan, baik dengan OMK maupun dengan tim pendamping, saya selalu membuatkan notulensi yang kemudian saya serahkan kepada Partor Kepala Paroki. Dengan ini Pastor Kepala Paroki senantiasa mengetahui gerak dan kegiatan kami.

Akhir kata, saya menghaturkan banyak terima kasih atas kesediaan Rm. Eman yang telah memberi saya kesempatan berkarya di parokinya. Ini merupakan pengalaman pertama saya berpastoral di paroki. Tak lupa juga saya minta maaf atas kesalahan dan kekurangajaran sikap saya selama ini.

Tanjung Balai, 12 Juli 2013

by: Adrian
bersambung ke: Sharing kewenangan....

Delapan Syarat Menjadi Pemimpin

8 SYARAT  JADI  PEMIMPIN

Setiap manusia terlahir sebagai pemimpin. Minimal ia memimpin dirinya sendiri. Memimpin diri sendiri juga membutuhkan keahlian tersendiri. Sebelum orang tampil memimpin orang dalam dalam sebuah organisasi, adalah baik jika ia dapat memimpin dirinya sendiri dahulu. Bagaimana ia bisa memimpin orang lain jika diri sendiri saja tidak bisa dipimpin?

Sebagaimana bila memimpin orang lain, seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah, mendengarkan orang lain, menjadi contoh, merancang dan membuat skala prioritas dan sebagainya, demikian pula terhadap diri sendiri. Setiap individu tentu tak luput dari masalah. Oleh karena itu, bagaimana kita sebagai pribadi mengatasi masalah pribadi itu, membuat rencana hidup, dll.

Dalam tulisan ini uraian “pemimpin” lebih pada masalah keorganisasian. Artinya, yang mau dilihat di sini adalah pemimpin dalam sebuah organisasi, seperti paroki, lembaga, yayasan, kelompok, dll. Sekalipun terlahir sebagai pemimpin, namun tidak semua manusia bisa tampil sebagai pemimpin; sekalipun sebuah organisasi itu memiliki pemimpin, namun belum tentu ada kepemimpinan di sana.

Untuk menjadi pemimpin dibutuhkan beberapa syarat. Pemimpin yang dimaksudkan di sini bukan semata leader, melainkan lebih pada leadership. Syarat-syarat yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut.

1.    PROBLEM  SEEKER
Pertama-tama seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk dapat melihat dan menemukan masalah. Sekecil apapun suatu masalah, harus dapat ditemukan akar masalahnya dan diusahakan untuk segera mengatasinya. Masalah kecil yang dibiarkan akan dapat menjadi masalah besar. Setelah menemukan masalah dan akar masalahnya, maka seorang pemimpin diminta untuk dapat menyelesaikannya, bukan dengan membiarkan waktu yang menyelesaikannya. Penyelesaian masalah itu tidak harus oleh pemimpin sendirian, melainkan dapat meminta bantuan kepada rekan lainnya atau dalam kebersamaan sebagai team work.

2.    PROBLEM SOLVER
Setelah menemukan akar masalah, seorang pemimpin dituntut mampu membuat keputusan penting dan mencari jalan keluar dari permasalahan. Jika tak mau julukan miss no solution tercetak di punggung, mulailah bertindak tegas dan hapus kebiasaan Anda bersikap plin-plan. Jangan pula memupuk kebiasaan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebagai ‘nakhoda’ Andalah yng berkewajiban mengemudikan ‘kapal’ ke arah yang benar. Di sini seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menyortir masalah yang ada berdasarkan skala prioritas. Penyelesaian masalah pun harus berdasarkan skala prioritas.

3.   BERSIKAP POSITIF
Setiap orang tak luput dari kesalahan. Bila hal ini menimpa anak buah Anda, jangan langsung mencecarnya dengan ‘segudang’ omelan. Selidiki latar belakang permasalahan sehingga Anda dapat bersikap proposional. Jika Anda yang melakukan kesalahan, tak perlu ragu mengakuinya dan meminta maaf kepada orang-orang terkait. Jangan lupa melakukan perbaikan untuk menebus kekeliruan Anda tersebut. Jadi, sikap positip tidak lantas menghilangkan hal yang negatif. Kebenaran dan kebaikan menjadi tujuannya.

4.   KOMUNIKASI,  KOMUNIKASI
Karyawan sebaik apapun akan kehilangan arah bila dibiarkan ‘berjalan dalan gelap’. Sebagai pemimpin, Anda perlu menjelaskan seterang mungkin tentang tujuan bersama yang hendak diraih dan strategi mencapainya. Bekali pula anak buah dengan penilaian terhadap hasil kerjanya selama ini, sehingga mereka dapat belajar cara melakukan tugas dengan benar. Pelihara komunikasi dua arah dengan bawahan dan mintalah feedback dari mereka setiap kali Anda meluncurkan kebijakan baru. Untuk itu dibutuhkan sikap mau mendengarkan, bukan hanya diri sendiri tetapi juga orang lain, baik dari kalangan atas maupun dari bawah. Seorang pemimpin harus mempunyai prinsip ini: kebenaran bukan berasal dari jabatan dan gelar seseorang, melainkan dari kedalaman hati manusia. Untuk bisa mendengarkan itu maka seorang pemimpin harus memiliki keutamaan kerendahan hati. Hanya orang yang rendah hati mau mendengarkan suara orang lain.

5.   MENJADI  INSPIRASI
Seorang pemimpin harus mampu menetapkan standard dan jadi contoh bagi anak buahnya. Jadilah inspirasi bagi bawahan. Up date benak Anda dengan informasi terkini, tidak pelit membagi pengalaman dan patuhi peraturan yang Anda buat sendiri, misalnya selalu tiba di kantor on time.

6.   TUMBUHKAN  MOTIVASI
Berikan penghargaan terhadap prestasi – sekecil apapun itu, yang dilakukan anak buah Anda. Bahkan karyawan yang paling hobi telat sekalipun akan berusaha memperbaiki diri apabila Anda memujinya ketika ia datang tepat waktu (apalagi bila pujian itu diberikan tanpa ada kesan menyindir). Secara berkala, ajukan pula pertanyaan dan tantangan yang mampu merangsang kreativitas berpikir anak buah Anda. Misalnya, meminta pendapat mereka atas sebuah proyek kecil. Atau minta ide mereka untuk mempercantik kantor. Intinya, jangan hanya puas dengan keadaan yang sudah ada. Terkadang perubahan dibutuhkan, sejauh itu baik dan berguna bagi perkembangan bersama.

7.   HUBUNGAN   BAIK
Jalin hubungan profesional dan interpersonal yang harmonis dengan seluruh anak buah. Ingat, di balik statusnya sebagai bawahan, karyawan adalah pribadi yang memiliki latar belakang unik dan permasalahan tertentu. Luangkan waktu untuk mengenal karyawan secara personal sehingga Anda mampu melakukan coaching tepat sasaran. Akan tetapi perlu juga menjaga jarak dengan mereka agar tetap ada pembeda antara Anda dengan bawahan. Relasi baik dengan bawahan hanya mau menunjukkan kepedulian dan perhatian seorang pemimpin.

8.   TURUN   GUNUNG
Mentang-mentang kartu nama telah dihiasi title manager atau pastor kepala paroki, lantas Anda merasa bebas dari kewajiban dan melakukan ‘dirty job’ atau pekerjaan anak buah. Seorang pemimpin akan dihargai anak buahnya apabila ia bersedia terjun ke lapangan, dan tidak asal main perintah saja. Semakin hebat lagi hormat anak buah bila pekerjaan itu bisa dilakukan dengan lancar. ‘Turun gunung’, masuk lumpur, itu perlu karena akan menunjukkan kualitas Anda kepada anak buah. Dalam hal ini, ajaran Yesus tentang kepemimpinan menjadi kena. Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang mau melayani (Mat 20: 26; 23: 11).

by: adrian, dari berbagai sumber

Orang Kudus 14 Agustus: St. Maximilian Kolbe

Santo Maximillian Kolbe, martir
Maximillian Kolbe lahir di Zdunska-Wola, dekat Lodz Polandia, pada tanggal 7 Januari 1894. Ia kemudian dipermandikan dengan nama Raymond. Setelah dewasa, ia masuk biara Fransiskan dan mengambil nama Maximillianus. Kaul kebiaraannya yang pertama diucapkannya pada tahun 1911. Sebagai seorang biarawan Fransiskan, Maximillian dikenal sebagai seorang yang saleh. Pada tahun 1917, ia mendirikan Militia Maria Immaculata di Roma untuk memajukan kebaktian kepada Bunda Maria yang dikandung tanpa noda. Pada tahun 1918, Maximillian ditahbiskan menjadi imam dan kemudian kembali ke Polandia untuk berkarya di sana. Di Polandia, ia menyebarkan berbagai tulisan tentang Bunda Maria dalam bulletin ‘Militia Maria Immaculata’. Selain itu ia mendirikan biara di Niepokalanov pada tahun 1927 untuk member tempat bagi 800 biarawan. Biara yang sama didirkannya di Jepang dan India. Di kemudian hari, ia menjadi superiornya sendiri. Itulah sekilas kebesaran dan karya Maximillian.

Tuhan mencobai Maximillian yang saleh dan setia ini melebihi orang-orang lain. Kiranya benar juga bahwa semakin kuat dan besar iman seseorang, semakin berat juga cobaan yang harus dialami, demi memurnikan imannya dan mempertinggi kesuciannya. Pada tahun 1939 Gestapo Jerman yang keji itu memasuki wilayah Polandia. Dictator Jerman itu yakin bahwa untuk mematahkan semangat orang Polandia perlulah menahan, memenjarakan dan membunuh para pemimpinnya, baik pimpinan politik maupun pimpinan keagamaan dan para ahlinya. Lebih-lebih jajaran pers Polandia harus dihancurkan.

Maximillian Kolbe dikenal sebagai seorang penulis dan editor majalah. Maka ia ditangkap oleh Gestapo dan diasingkan ke Lamsdorf, Jerman, dan dimasukkan ke dalam Kamp Konsentrasi Amstitz. Pernah ia dilepaskan, tetapi kemudian ditangkap lagi pada tahun 1941, dan dipenjarakan di Pawiak, lalu dipindahkan ke Kamp Konsentrasi Auscwitz. Di kam konsentrasi ini, Maximillian dengan diam-diam menjalankan tugasnya sebagai imam bagi para tahanan yang ada di sana. Dengan kondisi tubuh yang kurus kering, Maximillian turut serta dalam kerja paksa. Penyakit TBC yang dideritanya semakin menjadi parah karena kerja paksa itu.

Pada suatu hari seorang sersan bernama Gajowniczek dijatuhi hukuman mati. Karena sangat takut, ia berteriak-teriak menyebut anak-anaknya dan isterinya. Mendengar teriakan sersan itu, Maximillian Kolbe maju dengan tegap untuk meminta menggantikan sersan malang itu. “Daripada sersan yang beranak-isteri ini mati, lebih baiklah saya yang mati. Karena toh saya tidak beranak-isteri,” kata Maximillian. Bersama dengan para sandera lainnya, Maximillian tidak diberi makan dan minum. Namun ia bisa bertahan sebagai korban terakhir dan baru mati setelah disuntik dengan carbolic acid.


sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Rabu Biasa XIX-C

Renungan Hari Rabu Biasa XIX, Thn C/I
Bac I   : Ul 34: 1 – 12; Injil            : Mat 18: 15 – 20

Bacaan pertama hari ini merupakan kelanjutan kisah suksesi kepemimpinan Israel, dari Musa kepada Yosua. Dikisahkan bahwa Musa memiliki kelebihan yang tak dimiliki orang lain (ay. 10 – 12). Umat merasa sedih atas kematian Musa, tapi mereka tidak mau larut dalam kesedihan. Mereka menerima Yosua, sama seperti mereka menerima Musa. Di sini kuncinya ada pada kepercayaan. “Sebab itu orang Israel mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.” (ay. 9).

Kepercayaan juga yang ditekankan dalam Injil hari ini. Kepada para murid-Nya, Yesus menekankan, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.” (ay. 9). Di sini kuncinya adalah percaya, maka permintaan itu akan terkabulkan.

Sabda Tuhan hari ini menghendaki kita untuk membangun sikap percaya kepada-Nya. Tentulah setiap kita memiliki kebutuhan dalam hidup ini. Tuhan akan dapat memenuhi kebutuhan itu asal kita meminta kepada-Nya dengan penuh kepercayaan.

by: adrian