Jumat, 14 Februari 2020

SEJARAH VALENTINE’S DAY


TANGGAL 14 Februari selalu diidentikkan dengan perayaan hari kasih sayang atau biasa dikenal dengan valentine’s day. Perayaan ini dirayakan diseluruh dunia. Pernak-pernik sebagai simbol atau yang memaknai kasih sayang, seperti bunga, coklat, warna pink menjadi sesuatu yang mendominasi kehidupan manusia pada hari ini.
Akan tetapi, tak sedikit orang yang menolak perayaan itu. Umumnya penolakan berasal dari umat islam. Dasar penolakannya adalah karena perayaan itu berasal dari tradisi kafir. Umat islam sangat anti dengan hal-hal yang berbau kafir, karena kafir bisa menjerumuskan umat islam kepada kemungkaran atau dosa. Sebenarnya Gereja Katolik juga pernah menolak perayaan ini, namun akhirnya kembai menerima dengan beberapa catatan.
Bagaimana sebenarnya tradisi valentine’s day ini? Berikut ini kami sampaikan uraian singkat dengan berfokus pada tekanan khususnya. Awal peringatan valentine’s day berasal dari tradisi Romawi sebagai upacara penghormatan Dewa Lupercus, dewa kesuburan. Tanggal peringatannya adalah 15 Februari. Tujuan peringatan ini adalah mendapatkan keturunan. Sarananya adalah hubungan seks.
Ketika kekristenan mulai muncul, ada banyak tradisi kafir diambil alih dan “dibaptis”. Salah satunya adalah hari raya Lupercalia ini. Adalah peran Paus Galasius I yang mengubah hari raya Lupercalia ini menjadi hari valentine. Pada tahun 496, Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai peringatan St. Valentinus. Sejak saat itu, tanggal 14 Februari dikenal sebagai valentine’s day, hari cinta muda-mudi. Tujuan peringatan ini adalah membangun keluarga. Sarananya adalah cinta.

PAUS FRANSISKUS: SABDA BAHAGIA ITU PESAN UNTUK SELURUH UMAT MANUSIA


Guna memberikan diri-Nya untuk kita, Allah sering memilih jalan yang “tidak terpikirkan” yang mengarahkan kita melampaui “keterbatasan, air mata, dan kegagalan,” menuju sukacita Paskah yang lahir dari perjalanan Kristus sendiri dari kematian hingga kehidupan. Demikian ungkap Paus Fransiskus kepada para peziarah yang berkumpul di aula Paulus VI untuk audensi umum hari Rabu, 29 Januari 2020, saat Paus Fransiskus merenungkan kotbah di bukit yang diucapkan Yesus untuk mencerahkan kehidupan umat beriman dan juga banyak orang yang tidak percaya.
Sulit untuk tidak tersentuh dengan kata-kata ini, ujar Paus Fransiskus, yang kemudian mendorong umat beriman untuk semakin penuh memahami dan menyambut kata-kata itu karena “mengandung semacam kartu identitas kristiani.” Paus Fransiskus menjelaskan bagaimana pernyataan pesan itu terjadi. Ketika melihat orang banyak, Yesus naik ke lereng yang indah di sekitar Danau Galilea, lalu duduk dan berbicara dengan para murid seraya menyatakan Sabda Bahagia. “Pesan itu ditujukan kepada para murid, tetapi banyak orang membentang cakrawala, semua manusia ada di sana. Itu pesan untuk seluruh umat manusia.” tutur Paus Fransiskus
Bukit, lanjut Paus Fransiskus, mengingatkan orang di Sinai, di sana Allah memberikan Sepuluh Perintah kepada Musa. Namun kali ini, kata Paus Fransiskus, setting bukan “badai mengerikan,” tetapi tempat mengudara kekuatan manis Kabar Gembira. Yesus pun mulai mengajarkan hukum baru yang memanggil kita menjadi miskin, menjadi lemah lembut, menjadi belas kasih. “Perintah-perintah baru” ini, demikian Paus Fransiskus, lebih dari sekedar norma. “Faktanya, Yesus tidak memaksakan apa pun, tetapi mengungkapkan jalan menuju kebahagiaan,” dengan mengulangi kata “berbahagialah” delapan kali.

PSIKOLOGI MANUSIA MEMBANTU KITA MEMAHAMI SEKITAR

Psikologi memungkinkan orang untuk lebih mengerti tentang bagaimana tubuh dan pikiran dapat bekerja sama. Ilmu ini dapat membantu dalam mengambil keputusan dan menghindari situasi yang penuh tekanan. Psikologi juga dapat membantu dalam managemen waktu, menetapkan tujuan dan hidup secara efektif. Di antara jutaan penelitian psikologi, ada 9 temuan penelitian psikologis yang dapat membantu Anda lebih memahami orang-orang di dunia Anda.
1.    Kita tidak sebaik sepeti yang kita kira
Sebagian besar manusia akan menolak membantu orang yang membutuhkan jika hal tersebut membuat mereka terlambat.
2.    Kepribadian Anda nyaris tidak mempunyai peran terhadap apa yang Anda lakukan
Penelitian tentang hubungan kepribadian dalam memprediksi perilaku menyatakan bahwa kepribadian Anda cenderung hanya berkontribusi paling banyak sekitar 9% dalam perilaku Anda.
3.    Kita seringkali salah dalam memberi alasan terhadap tindakan kita
Dalam serangkaian penelitian, Nisbett dan Wilson (1977) menyatakan bahwa orang tidak memiliki masalah dalam memberikan pembenaran atas tindakan mereka. Dalam kenyataannya, orang-orang ini sama sekali tidak menyadari penyebab sebenarnya dari perilaku mereka. Misalnya, peserta yang menonton film dengan gangguan suara keras yang terus menerus dari lorong menyukai film jauh lebih sedikit daripada peserta yang menonton film yang sama tanpa diberi gangguan suara keras. Ketika ditanya mengapa mereka tidak menyukai film tersebut, tidak ada satu orang pun yang menyebutkan suara bising sebagai penyebabnya.
4.    Orang cenderung akan lebih baik kepada orang lain saat ruangannya harum