Minggu, 30 Maret 2014

Pantang Sesaat Kurang Bernilai

PANTANG SESAAT vs PANTANG SEPANJANG HAYAT
Masa prapaskah sering dikenal dengan istilah retret agung, karena retret ini diikuti oleh semua umat katolik seluruh dunia dan waktunya juga panjang, yaitu 40 hari. Ada beberapa kegiatan yang sering diisi selama masa retret agung ini. Salah satunya adalah puasa dan pantang.

Pantang adalah penolakan terhadap sesuatu yang menjadi kelekatan tiap individu. Soal apa saja yang dapat dipantangi tergantung tiap-tiap orang, karena tiap-tiap orang memiliki kelekatan dalam hidupnya yang berbeda satu dengan yang lain.

Di sini kami akan menampilkan satu cerita pantang. Cerita ini merupakan kisah fiksi, namun jamak terjadi di manapun. Karena itu, bila ada kesamaan cerita, bukan maksud kami untuk mempromosi, melecehkan atau hal lainnya. Alangkah bijak jika pembaca mencoba pada pantang yang lain; atau dengan kata lain mengganti pantang yang ada dalam cerita ini dengan pantang yang lain.

Pada umumnya kaum pria punya kelekatan pada rokok. Karena itu, sering terdengar atau terlihat ungkapan dan aksi penolakan selama masa prapaskah. Ada banyak kaum Adam berjuang untuk tidak merokok selama masa prapaskah. Jika bisanya sehari ia bisa menghabiskan 2 hingga 3 bungkus rokok, kini ada yang hanya 2 hingga 3 batang rokok saja dalam sehari. Malah ada yang sama sekali tidak merokok selama masa prapaskah (40 hari). Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.

Tak sedikit pujian dilemparkan kepada mereka-mereka ini atas keberhasilannya. Sebuah prestasi luar biasa. Tak jarang juga, ada yang lantas membanggakan diri atas keberhasilannya tidak merokok selama 40 hari. Hal ini dilihat sebagai kemenangan, sama seperti kemenangan Yesus mengalahkan godaan setan di padang gurun. Kalau Yesus langsung dilayani oleh para malaikat, para pemenang ini biasanya langsung mendapat hadiah rokok satu slop, entah itu dari rekan, keluarga, kenalan atau sahabat.

Akan tetapi, mari kita lihat apa yang terjadi setelah masa prapaskah selesai. Tak sedikit dari mereka kembali ke pola hidup yang lama. Bahkan ada juga, yang dalam beberapa bulan ke depan, melakukan “aksi balas dendam” dengan menghabiskan rokok 5 hingga 6 bungkus sehari, sebelum akhirnya kembali ke pola “normal”.

Inilah yang dinamakan “pantang sesaat”, yaitu melakukan pantang hanya di saat masa prapaskah. Orang melakukan pantang pada masa prapaskah, umumnya karena aturan. Bukankah pada masa prapaskah umat katolik yang sudah dewasa wajib melakukan pantang. Karena aturan inilah, maka orang berusaha mencari kelekatan dalam dirinya dan berusaha untuk dipantangi. Bagi perokok, rokok adalah pantang yang wajib dilakukan.

Selain karena aturan, pantang pada masa prapaskah juga dilakukan karena “tekanan” sosial. Pada masa prapaskah semua umat katolik wajib berpantang. Tanpa disadari ada semacam kontrol sosial jika saya tidak melakukan pantang. Orang sudah tahu kalau saya punya kelekatan dengan rokok. Oleh karena itu, saya akan pantang rokok. Dan pasti orang cepat akan tahu, karena tidak merokok dilihat sebagai sesuatu di luar kebiasaan saya. Ini terjadi di alam bawah sadar kita.

Jadi selama masa prapaskah orang akan menekan hasrat untuk merokoknya. Semakin kuat motivasinya, semakin kuat juga tekanannya. Namun hasrat itu ibarat pegas. Semakin ditekan, semakin kuat daya dorongnya. Jika ditekan, ia memang akan turun atau mengecil. Akan tetapi, jika dilepaskan, maka ia akan mental kuat. Demikianlah dengan pantang rokok tadi. Selama masa prapaskah orang hanya menekan hasrat merokoknya. Namun ketika masa prapaskah selesai, tak ada lagi alasan untuk menekan hasrat itu, sehingga ia menendang ke permukaan, bahkan dapat melewati batas normal.

Ada kesan usaha pantang sesaat ini kurang bernilai. Alasannya, kita hanya menekan hasrat yang merupakan kelekatan tadi cuma untuk waktu sesaat saja. Lepas dari waktunya, kita kembali kepada kelekatan tadi. Padahal, jika memang kelekatan itu dirasakan buruk, bukankah lebih baik kelekatan itu dihilangkan; minimal dikurangi.

Di sinilah kita membutuhkan pantang sepanjang hayat. Pantang sepanjang hayat berarti kita menolak keletakan dalam diri kita sepanjang hayat. Bukan lantas berarti pantang dalam masa prapaskah tidak dibutuhkan lagi. Pantang pada masa prapaskah dijadikan sebagai batu loncatan untuk pantang sepanjang hayat.

Misalnya, jika kita berhasil untuk tidak merokok selama masa prapaskah (40 hari), maka itu merupakan langkah awal untuk memasuki pantang sepanjang hayat. Mungkin tidak langsung menolak sama sekali. Mungkin sebungkus rokok dihabiskan dalam sehari sebagai langkah awal untuk seminggu dan kemudian sebulan. Bukan tidak mungkin, pada titik tertentu kita akan berhasil menghentikan kelekatan tersebut.

Jadi, selepas masa prapaskah, bukannya kembali kepada kenormalan pada kelekatan, melainkan kita memulai berjuang untuk meneruskan pantang masa prapaskah. Sekalipun suatu saat kita jatuh, hal itu adalah wajar. Yang penting kita bangkit lagi. Bukankah selama masa prapaskah kita sudah merenungkan jalan salib, di mana Yesus jatuh sampai tiga kali, namun Ia bangkit dan terus meneruskan perjalanan salib-Nya.
Jakarta, 16 Maret 2014
by: adrian

Orang Kudus 30 Maret: St. Yohanes Klimakus

SANTO YOHANES KLIMAKUS, PETAPA
Kisah masa kecil dan masa muda Yohanes Klimakus kurang diketahui dengan pasti. Banyak orang menduga bahwa ia berasal dari Palestina dan telah berkeluarga sewaktu memasuki biara pertapaan di gunung Sinai. Ia dikenal sebagai seseorang yang mampu bertahan terhadap aneka macam cobaan. Ia mampu mengekang dirinya terhadap segala macam godaan. Setelah selesai masa novisiatnya selama 4 tahun, ia mengikrarkan kaulnya. Melihat kepribadiannya yang menarik, Abbas biara itu meramalkan bahwa Yohanes akan menjadi Terang Besar bagi Gereja.

Beberapa tahun setelah kaulnya, Yohanes mengundurkan diri dari pertapaan gunung Sinai itu dan memencilkan diri ke gurun pasir yang sunyi. Di sana ia mempelajari riwayat para kudus serta berbagai tulisan mereka. Usaha ini berhasil membentuk kepribadiannya menjadi seorang yang bijaksana dan suci. Banyak orang yang tertarik dengan kepribadiannya yang rajin datang meminta nasehat dan bimbingannya. Ia sendiripun sangat sering mengunjungi para pertapa lain di Mesir. Tentang para pertapa Mesir itu, Yohanes berkata: Kebanyakan mereka sudah tua; rambut mereka sudah putih termakan usia; kulit mereka berkerut keriput; tetapi wajah mereka ceria dan memancarkan kebijaksanaan hidup yang mendalam; keramahan dan kegembiraan mereka membuat saya senang berada di antara mereka; hati mereka tertuju kepada Allah dalam kepolosan dan kemurnian.

Dalam usia 70 tahun, Yohanes dipilih sebagai Abbas di tempat pertapaan di Gunung Sinai. Ia menulis sebuah buku mengenai kesempurnaan hidup kristiani, yang terkenal selama berabad-abad. Pada hari-hari menjelang kematiannya, ia mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa dan bertapa. Ia meninggal pada tahun 649.

Renungan Hari Minggu Prapaskah IV - A

Renungan Hari Minggu Prapaskah IV, Thn A/I
Injil       : Yoh 9: 1 – 41

Bacaan pertama diambil dari Kitab Samuel yang pertama. Di sana diceritakan tentang kekecewaan Samuel akan Raja Saul yang hidup tidak sesuai dengan harapan. Terkesan bahwa Samuel larut dalam kekecewaannya, sehingga ia sedikit mendapat teguran dari Allah. Tuhan menghendaki agar Samuel segera melupakan Saul dan mencari yang baru. Tuhan merujuknya kepada keluarga Isai. Awalnya Samuel terkesan akan salah satu putra Isai, yaitu Eliab. Namun Tuhan menolaknya. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah.” (ay. 7).

Apa yang dikatakan Allah kepada Samuel, itu juga yang diungkapkan Yesus kepada para murid-Nya. Berhadapan dengan orang buta sejak lahir, mereka mengira bahwa penyakit itu lantaran dosa: mungkin orang tuanya atau orang itu sendiri. Namun Yesus mengubah pola pikir mereka dengan menunjukkan apa yang dikehendaki Allah. Bagi Yesus melalui penyakit itu karya Allah hendak dinyatakan dalam diri orang buta itu. Dan itulah yang terjadi. Yesus menunjukkan karya Allah bahwa Dia adalah terang dunia. Orang buta yang merasakan karya Allah dalam diri Yesus itu akhirnya mengakui percaya kepada terang dunia itu (ay. 38).

Bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus, seakan merefleksikan peristiwa yang terjadi dalam Injil. Dalam suratnya, Paulus melihat bahwa kita tak jauh beda dengan orang buta dalam Injil. Karena kebutaan, kita hidup dalam kegelapan. Akan tetapi, sejak menerima Kristus, kita hidup dalam terang Tuhan (ay. 8). Kristus adalah terang dunia. Paulus mengajak jemaat untuk tetap hidup dalam terang dan menghindari perbuatan kegelapan. Paulus merincikan hidup dalam terang itu sebagai hidup dalam kebaikan, keadilan dan kebenaran (ay. 9).

Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus adalah Terang Dunia, dan kita hidup dalam terang-Nya. Oleh karena itu, kita diminta untuk senantiasa menghasilkan perbuatan terang. Di masa prapaskah ini, buah-buah perbuatan terang itu dapat menjadi salah satu aksi kita. Misalnya, aksi amal kasih atau menghasilkan buah-buah pertobatan. Bertobat berarti juga kita meninggalkan kegelapan dan hidup dalam terang Tuhan.

by: adrian