BONGKAR KEBIASAAN LAMA!!
Minggu siang (28 Juli) saya nonton film The Amazing Spider-man di televisi stasiun FOX Movie. Dalam adegan puncak diperlihatkan perjuangan spiderman
untuk menggagalkan niat jahat The Lizard
(manusia kadal). Namun Spiderman mendapat hambatan dari polisi. Kepala
Kepolisian, yang adalah ayah Gwen (pacar si Spiderman), memerintahkan anak
buahnya untuk menangkap Spiderman.
Tentu kita akan bertanya, kenapa harus Spiderman dan bukannya
the lizard? Bukankah the lizard itu jahat? Bukankah polisi
bertugas membasmi yang jahat? Kenapa Spiderman yang diurusi? Padahal Spiderman tak
pernah melakukan kejahatan dan tak punya niat jahat kepada warga kota. Malahan Spiderman
membantu polisi dalam memberantas kejahatan.
Nah, inilah letak masalahnya. Memang Spiderman mirip seperti
polisi dalam memberantas kejahatan. Namun cara Spierman dalam menangani
penjahat di luar batas kebiasaan; tidak seperti polisi. Jadi, di sini ada
pertentangan antara kebiasaan dan keluarbiasaan. Polisi ingin agar
penanganan kejahatan harus seperti biasanya. Mereka tidak mau menerima cara di
luar kebiasaan, sekalipun cara tersebut memiliki tujuan yang sama dengan mereka
dan lebih efektif.
Maka the lizard
dengan bebas melaksanakan niat jahatnya. Sementara Spiderman, sambill terus
memburu the lizard, ia harus bergulat
membebaskan diri dari kejaran polisi. Para polisi hanya disibukkan dengan
Spiderman.
Gambaran film Spiderman tadi secara tidak langsung mau
menampilkan realita kehidupan manusia. Tak jarang kita terlalu kaku dengan
kebiasaan yang sudah ada sehingga ketika ada sesuatu yang baik dan benar tapi
di luar kebiasaan, kita menjadi gelisah dan risih. Terkadang kita tampil
seperti polisi tadi yang lebih sibuk merepoti diri dengan urusan orang yang di
luar kebiasaan tanpa pernah mau berusaha untuk memahami dan menerimanya.
Ketika saya merenungkan peristiwa ini, saya jadi teringat
akan Yesus Kristus. Tuhan Yesus hadir di dunia ini dengan membawa sesuatu yang
benar-benar di luar kebiasaan bagi hidup orang Yahudi. Para pemimpin agama
tidak bisa menerimanya karena mereka sudah biasa dengan kebiasaannya. Akhirnya,
para pemuka agama ini lebih sibuk mengurusi Yesus daripada yang lainnya. Puncak
pertentangan mereka adalah kematian Yesus di Kalvari.
Akankah kita mengulangi kesalahan polisi dalam film
Spiderman? Apakah kita mau mengulangi tragedi salib di Kalvari? Tak selamanya
kebiasaan itu baik selamanya. Ada saatnya kebiasaan lama itu tak baik dan tak
relevan lagi. Kita harus berani membongkar kebiasaan lama itu. Kita harus
berani mencoba sesuatu yang baru yang baik dan relevan, sekalipun ia
bertentangan dengan kebiasaan lama. Hendaklah kita jangan menghakimi “yang baru”
hanya demi kebiasaan.
Tiban, 28 Juli 2013
Adrian, Pr
Baca
juga refleksi lainnya: