Muslim adalah orang yang menganut agama islam, agama yang
diturunkan oleh Muhammad SAW (meninggal 8 Juni 632). Salah satu syarat utama untuk
menjadi muslim adalah dengan mengucapkan syahadat "Assh Haduala ilahailallah wa Assh Haduana
muhammadur rasulullah", yang artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah.
Tentu sebagian besar orang langsung kaget dengan judul
tulisan ini. Bagi orang kristiani dan bagi kebanyakan orang umumnya, Yesus adalah peletak dan dasar bagi iman dan
ajaran agama kristen. Bukankan Yesus sudah ada jauh sebelum Muhammad lahir dan
menjadi rasul Allah? Bagaimana mungkin Yesus disebut sebagai seorang muslim
tanpa menyebut wa Assh Haduana
muhammadur rasulullah?
Agar kita tidak bingung dan dapat memahami judul di atas,
maka kita terlebih dahulu harus mengetahui arti dan makna kata "islam". Kata ini
tak bisa dipisahkan atau dilepaskan dari kata muslim. Keduanya berkaitan erat.
Muslim adalah orang yang memeluk agama islam. Karena itu, orang yang benar-benar
memeluk agama islam, artinya melaksanakan islam secara sempurna, disebut
sebagai muslim sejati. Dan itulah Yesus. Dan apa arti islam?
Secara
etimologis kata “islam” berasal dari bahasa Arab, yang diambil dari kata salima
dengan arti selamat. Dari kata salima
itu terbentuk kata aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh/taat.
Kata ini terdapat dalam QS al-Baqarah ayat 112: “Bahkan, barangsiapa menyerahkan
diri (aslama) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di
sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
bersedih hati”
Selain
dua kata itu, Al-Quran juga memakai kata kerja “islam” dengan kata yuslim
yang berarti tunduk atau menyerah/berserah diri kepada Allah. Tentang makna
penyerahan diri secara total, kita dapat menemukan akar kata “islam” pada kata istalma
mustaslima. Ini seperti
terdapat dalam QS
Ash-Shaffat ayat 26: ”Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” Karena itu,
menjadi muslim berarti beriman kepada Allah dengan tunduk kepada kehendak-Nya
dan melaksanakan perintah-Nya. Mungkin dengan ketaatan ini maka datanglah selamat atau keselamatan.
Selain
berarti berserah diri, tunduk/taat, akar kata “islam” juga memiliki arti
menyelamatkan orang lain. Ini dapat ditemukan pada kata sallama. Kata ini tentu tak bisa dilepaskan
dari kata salima yang berarti
selamat. Maka orang muslim berarti orang yang sallama, menyelamatkan orang lain.
Sampai
di sini kita menemukan dua makna besar dari kata “islam”, yaitu berserah diri
sebagai ungkapan ketaatan atau kepatuhan dan menyelamatkan. Oleh karena itu,
orang islam, atau seorang muslim harus berserah diri kepada Allah. Sikap berserah
diri ini terlihat dari membiarkan kehendak Allah yang terjadi pada dirinya. Seorang
muslim wajib taat pada kehendak Allah sekalipun kehendak Allah itu bertentangan
dengan keinginan dirinya. Selain itu juga, seorang muslim terpanggil untuk
menyelamatkan orang lain (umat manusia). Menyelamatkan manusia ini tidak boleh
mengikuti kehendak pribadi, melainkan kehendak Allah. Jadi, ada kaitan erat antara
menyelamatkan dengan sikap tunduk dan berserah diri kepada Allah.
Gambaran
muslim itu terlihat dalam diri Yesus. Hari Jumat Agung diperingati sebagai hari
kematian Yesus Kristus. Kematian Yesus di kayu salib, secara tidak langsung, mengungkapkan
dua hal tadi, yaitu menyelamatkan umat manusia yang sesuai dengan kehendak
Allah. Yesus menunjukkan ketaatan-Nya kepada kehendak Allah dengan wafat di
kayu salib. Di sanalah terlihat penyerahan diri-Nya secara total. Karena itulah,
sudah sepantasnya jika dikatakan bahwa Yesus itu adalah orang islam sejati. Dia benar-benar
melaksanakan apa yang ada di dalam Al-Quran: dengan berserah diri dan taat pada
perintah Allah.
Demikianlah
alasan kenapa Yesus dikatakan seorang muslim sejati. Dia berserah diri secara
total dan patuh setia pada kehendak Allah hingga wafat di kayu salib demi
keselamatan umat manusia. Semua yang dilakukan Yesus adalah gambaran dari kata “islam”.
Akan tetapi, kenapa Al-Quran malah menolak kematian Yesus di kayu salib? Di satu
sisi Al-Quran menyarankan agar umat muslim berserah diri dengan tunduk pada
kehendak Allah, namun ketika ada orang yang berserah diri dengan taat pada
kehendak Allah (yaitu Yesus Kristus), malah ditolak. Al-Quran, dalam surah al-Nisa’ ayat 157, tidak mengakui
bahwa yang tergantung di kayu salib itu adalah Yesus Kristus. Dan ini menjadi
kepercayaan orang islam hingga kini. Karena itu, berkaitan dengan kematian
Yesus ini, bisa dikatakan bahwa Al-Quran membantah pernyataannya sendiri.
Ketidak-tegasan
dan ketidak-jelasan ini tentu dapat berdampak pada kebingungan orang yang beritikad baik. Karena,
ketika ia hendak berserah diri kepada Tuhan, patuh dan setia melaksanakan
perintah Tuhan, ia akan dihadapkan pada “penolakan” Al-Quran. Yesus sudah
mengalaminya. Di satu sisi Yesus terlihat sebagai seorang muslim sejati
(menurut Al-Quran) dengan berserah diri dan taat pada kehendak Allah sampai
wafat di kayu salib, namun di sisi lain Al-Quran sendiri menolak sikap dan
tindakannya yang sudah sesuai dengan Al-Quran.
Jakarta,
18 April 2014
by:
adrian
sumber:
3. Louay Fatoohi, The Historical Jesus. Bandung: Mizan, 2013