Minggu, 03 Februari 2013

(Sharing Iman) Dari Yehova ke Katolik


DARI SAKSI YEHOWA KE GEREJA KATOLIK

Saya terlahir di New Orleans, Louisiana pada tahun 1967. Keluarga ayah saya adalah Katolik dan keluarga ibu saya adalah Lutheran (Lutheran Church Missouri Synod – LCMS). Ibu saya adalah pemimpin spiritual di keluarga kami. Saya bisa mengingat saat saya menghadiri sekolah minggu di gereja Lutheran dan saya juga ingat saat saya menghadiri kindergarten di gereja Lutheran di New Orleans. Ibu saya adalah seorang Lutheran yang sungguh aktif. Ia mengajar sekolah Minggu kepada anak-anak kecil dan adalah “room mother” bagi kelas kindergarten saya. Saya dapat mengingat saat saya diajarkan untuk mencintai Kristus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa saya telah dibaptis ketika saya masih bayi dan bahwa Yesus mencintai saya. Saya ingat gereja menjadi tempat yang menyenangkan untuk dihadiri dan saya secara khusus menikmati waktu dengan ibu saya dan anggota keluarga lainnya dari pihak ibu saya di gereja. Hal ini semua berubah ketika nenek saya dari pihak ibu meninggal. Saya berusia sekitar 5 tahun pada waktu itu.

Dalam satu tahun setelah kematian nenek saya, ibu saya telah berhenti mengikuti gereja Lutheran dan mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa. Selama masa ini, ayah saya ingin membawa kami anak-anaknya ke Misa Katolik pada waktu tertentu di mana kami anak-anaknya semua akan segera tertidur pulas. Saya tidak tahu bahwa ibu saya tidak lagi mengikuti gereja Lutheran sehingga saya memohon kepadanya untuk kembali ke gereja Lutheran itu. Bagaimanapun juga, dengan segera seluruh keluarga saya mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa dan dalam sekitar 3 tahun, ayah saya, orang tua ayah saya dan salah seorang saudari ayah saya (semuanya Katolik) meninggalkan iman Katolik dan menjadi Saksi Yehowa.

Jadi, dari masa saya berusia 5 tahun sampai 29 tahun, saya adalah seorang Saksi Yehowa. Sebagai seorang Saksi Yehowa, saya menghadiri lima kali pertemuan selama seminggu. Tidak ada layanan peribadatan. Semua pertemuan ini adalah kelas yang didesain untuk mengajarkan bagaimana membawa orang-orang beragama lain pindah menjadi Saksi Yehowa. Saya sungguh mengerjakan hal itu dengan baik. Saya mulai pergi dari pintu ke pintu mendistribusikan literatur Watchtower ketika saya masih berusia 6 tahun. Saya memberikan khotbah pertama saya di depan jemaat pada usia 8 tahun. Pada saat saya berusia 19 tahun, saya memberikan presentasi di konvensi Para Saksi Yehowa yang dihadiri oleh ribuan Saksi Yehowa. Setelah sekolah tinggi, saya menjadi pelayan pioneer Saksi Yehowa, yang berarti saya menghabiskan 1000jam/tahun pergi berkarya dari pintu ke pintu. Dengan segera, saya diundang untuk melayani di Kantor Pusat dari Saksi Yehowa Se-dunia di Brooklyn, New York, yang mana menjadi tempat saya bertemu dengan wanita yang kelak akan menjadi istri saya, Kathy. Saya menghabiskan waktu setahun di sana.

Kathy dan saya pindah ke Lousiana setelah meninggalkan kantor pusat dan kami menikah pada Agustus 1988. Saya mulai mengikuti kuliah dan mendapat sebuah gelar sarjana di ilmu kimia dari Universitas Lousiana Tenggara pada tahun 1993. Kathy dan saya kemudian pindah ke Arkansas pada tahun 1994 sehingga saya dapat mengikuti sekolah pasca-sarjana di Universitas Arkansas. Saya membaktikan seluruh waktu saya untuk studi-studi pasca-sarjana di bidang biokimia dan meninggalkan Allah di belakang. Kami hidup selama beberapa tahun dalam masa yang Kathy gambarkan sebagai “limbo rohani” di mana saya bahkan mempertanyakan cinta kasih Allah kepada saya. Seperti orang-orang Israel, saya memiliki sebuah memori singkat mengenai semua berkat Allah yang diberikan kepada saya, salah seorang putra-Nya, yang tidak mengenal-Nya dengan baik.

Namun, Allah mengizinkan saya untuk terlibat diskusi dengan banyak orang Kristen, kebanyakan orang-orang Protestan, di internet selama masa ini dan diskusi-diskusi mereka dengan saya sungguh sangat membantu. Pada beberapa poin, Kathy dan saya berdua mengekpresikan keyakinan kami kepada Allah dan keinginan kami untuk menyembah bersama dengan umat beriman lain. Sekitar masa ini, saya mulai melakukan riset di area doktrinal yang besar di mana Saksi Yehowa dan orang-orang Kristen umumnya tidak saling setuju dan menyadari bahwa gereja-gereja Kristen jalur utama menggambarkan ajaran-ajaran iman Kristiani historis lebih baik daripada Saksi-saksi Yehowa.

Kathy dan saya ingin menemukan sebuah gereja untuk saya ikuti dan saya telah berbicara dengan sanak saudara Lutheran saya sehingga saya memutuskan bahwa kami sebaiknya menjadi anggota gereja Lutheran. Dengan segera, kami mengikuti sebuah gereja Lutheran di Arkansas yang menjadi anggota Gereja Lutheran Sinode Missouri. Kami bergabung dengan gereja tersebut sekitar satu tahun sebelum saya menyelesaikan sekolah pasca-sarjana saya. Sekali waktu saya menyelesaikan sekolah pasca-sarjana, saya mulai mengajar di Universitas Concordia di Seward, Nebraska pada bulan Januari 1999. Kampus ini adalah bagia dari Sistem Universitas Concordia yang dimiliki dan dijalankan oleh Gereja Lutheran Sinode Missouri. Setelah tiba di Nebraska, Kathy dan saya berpikir bahwa kami akhirnya “telah berada di rumah”. Bagaimanapun juga, Allah ingin memberikan kami lebih banyak.

Ketika pertama kali kami pindah ke Seward, Nebraska, orang-orang Mormon baru saja memulai membangun sebuah gereja di kota kecil ini. Mereka telah dikunjungi oleh banyak umat Lutheran sehingga gereja Lutheran lokal memutuskan untuk mengajarkan kelas Sekolah Minggu mengenai ajaran-ajaran Mormon [demi menghindari perpindahan umat Lutheran ke Mormon]. Salah satu komentar dari Pastor yang memimpin diskusi adalah bahwa gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus akan selalu ada dan tidak akan pernah dihancurkan. Dia membuat poin ini karena Mormon mengajarkan (sama seperti Saksi Yehowa) bahwa gereja perdana telah jatuh murtad pada suatu titik waktu tertentu dalam sejarahnya dan bahwa Allah memilih Joseph Smith (Saksi Yehowa akan berkata Charles Russell) untuk mengembalikan Gereja-Nya yang benar di bumi. Pastor itu mengutip ayat ini:

“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” – Mat 16:18

Saya duduk di sebelah Kathy dan saya mengambil selembar kertas dan mengajukan pertanyaan. “Bila ini benar, maka apa yang sedang dilakukan oleh Luther ketika dia memisahkan diri dari Gereja Katolik?” Adalah juga “dengan keras” selama masa ini bahwa saya mulai untuk mencoba membagi iman Kristiani yang baru saya temukan dengan beberapa teman saya yang baru saja meninggalkan Saksi Yehowa. Saya mencoba untuk menunjukkan kepada mereka bahwa beberapa ajaran tertentu seperti Trinitas, immortalitas jiwa, dll adalah ajaran-ajaran iman Kristiani yang benar dan bahwa Saksi Yehowa salah menolak ajaran-ajaran ini. Saya menggunakan Kitab Suci untuk membuktikan ajaran-ajaran itu kepada mereka. Respon mereka, “Bagaimana saya tahu penafsiran kamu adalah benar karena ketika kami dulu Saksi Yehowa, kami akan menafsirkan ayat-ayat itu 180 derajat bertentangan?”

Jadi, saya berkata kepada diri saya sendiri, “Saya bertaruh ada tulisan-tulisan lain dari orang-orang Kristiani yang berada di sekitar masa Para Rasul yang dapat memberikan terang mengenai apa yang Gereja Perdana sungguh percayai.” Jadi, saya mulai membaca tulisan Para Bapa Gereja. Pertama, saya membaca beberapa surat yang ditulis sekitar tahun 98 AD oleh seorang Uskup Kristiani bernama Ignatius. Dalam suratnya, dia berbicara mengenai Kehadiran Nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi dan dia mengajarkan Yesus adalah Allah. Bagaimanapun, Ignatius juga menggambarkan Gereja Perdana sebagai “Gereja Katolik” dan dia berkata bahwa “Gereja yang benar adalah Gereja di mana uskup berada”. Sebagai seorang Lutheran kami tidak memiliki uskup [yang valid], saya menemukan pemahaman mengenai Gereja ini menyulitkan. Saya juga membaca sebuah buku ditulis oleh seorang uskup abad ke-3 bernama Eusebius mengenai sejarah Gereja Kristiani. Eusebius menggambarkan Gereja perdana sedemikian rupa sehingga saya dapat lihat bahwa Gereja perdana terlihat lebih banyak kemiripan dengan Gereja Katolik. Perbedaan utama adalah bahwa Gereja Katolik pada masa ini jauh lebih besar [dari Gereja Perdana].

Saya bahkan membaca sebuah buku sejarah gereja di mana sejarahwan Protestan mengakui bahwa Gereja menggunakan suksesi apostolik (meskipun dia tidak menyebut demikian, tetapi ia menggambarkan bagaimana suksesi apostolik ini bekerja) untuk melawan ajaran-ajaran sesat pada abad ke-2. Dan, saya menemukan bahwa jika bukan karena Gereja Katolik, saya tidak akan tahu kitab apa saja yang termasuk ke dalam Perjanjian Baru karena mereka (Gereja Katolik) memutuskannya untuk saya di sekitar abad ke-4 setelah Kristus!

Sekarang, kamu mungkin akan berpikir bahwa dengan semua data ini, saya segera akan menjadi Katolik saat itu juga. Tetapi, jawabannya adalah tidak. Pada waktu itu, saya bertemu kembali dengan seorang teman dari sekolah tinggi. Namanya adalah Jim. Sekarang ia adalah Romo Jim dan ia adalah seorang Imam Katolik. Romo Jim sendiri adalah seorang yang berpindah ke dalam Gereja Katolik. Ia dibesarkan sebagai seorang umat Presbiterian. Romo Jim dan saya melakukan diskusi-diskusi mendalam mengenai ajaran agama dan sejarah melalui email dan kami seringkali saling setuju. Romo Jim berkata bahwa saya lebih Katolik daripada beberapa umat parokinya. Tetapi, saya selalu berkata, “Saya belum siap untuk menyeberangi sungai Tiber.” Dan dia berkata, “Apa yang Roh Kudus harus lakukan? Memukul kepalamu dengan sebuah 2 x 4?” Akhirnya Romo Jim menantang saya untuk membaca Katekismus Gereja Katolik dan berkata bila saya menemukan apapun yang salah dengan KGK itu, beritahu kepadanya; dan bila saya tidak menemukan kesalahan berarti saya tahu apa yang harus saya lakukan. Jadi, selama musim panas 2002, saya menyelesaikan membaca Katekismus Gereja Katolik dan beberapa buku lainnya yang ditulis oleh Scott Hahn dan setelah waktu ini, Allah akhirnya menemukan 2x4-nya. Saya pulang ke rumah dan memberitahu istri saya bahwa ini adalah saatnya saya menjadi Katolik.

Kathy dan saya setuju untuk mengikuti program RCIA (katekumenat) di Katedral Kristus Bangkit di Lincoln, Nebraska. Program ini mengajarkan saya bagaimana menjadi Katolik dalam sense yang berbeda sejak saya menjadi seorang Katolik dalam sense akademik. Sementara saya mengikuti RCIA, saya diajarkan bagaimana mengikuti Misa Kudus dan bagaimana cara untuk berdoa Rosario serta Ibadat Harian. Selama waktu ini, istri saya, Kathy, juga menyadari bahwa masa itu adalah saatnya ia pulang ke dalam Gereja Katolik. Jadi, pada Malam Paskah tahun 2003, Kathy pulang kembali ke Gereja Katolik dan pada Minggu Pentakosta tahun 2003, saya mendapatkan keistimewaan untuk memasuki Gereja Katolik yang kudus juga.

Kisah Jeffery Schwehm, dikutip dari Indonesian Papist
Baca juga sharing lainnya:

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (5)

Sambungan sebelumnya....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

15. (Hubungan gereja dengan orang kristen bukan katolik)
Gereja tahu bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka, yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan di bawah Pengganti Petrus.[28] Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab Suci sebagai tolok ukur iman dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat,[29] ditandai oleh baptis yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejawi mereka sendiri. Banyak pula di antara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah.[30] Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan di bawah satu Gembala.[31] Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.

16. (Umat bukan-kristiani)
Akhirnya mereka yang belum menerima Injil dengan berbagai alasan diarahkan kepada Umat Allah.[32] Terutama bangsa yang telah dianugerahi perjanjian dan janji-janji, serta merupakan asal kelahiran Kristus menurut daging (lih. Rom 9:4-5), bangsa terpilih yang amat disayangi karena para leluhur; sebab Allah tidak menyesali kurnia-kurnia serta panggilan-Nya (lih. Rom 11:28-29). Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maharahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menghendaki keselamatan semua orang (lih. 1Tim 2:4). Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.[33] Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja dipandang sebagai persiapan Injil,[34] dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan. Tetapi sering orang-orang, karena ditipu oleh si Jahat, jatuh ke dalam pikiran-pikiran yang sesat, yang mengubah kebenaran Allah menjadi dusta dengan lebih mengabdi kepada ciptaan daripada Sang Pencipta (lih. Rom 1:21 dan 25). Atau mereka hidup dan mati tanpa Allah di dunia ini dan menghadapi bahaya putus asa yang amat berat. Maka dari itu, dengan mengingat perintah Tuhan: “Wartakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15), Gereja dengan sungguh-sungguh berusaha mendukung misi-misi, untuk memajukan kemuliaan Allah dan keselamatan semua orang itu.

17. (Sifat misioner Gereja)
Sebab seperti Putera diutus oleh Bapa, begitu pula Ia sendiri mengutus para Rasul (lih. Yoh 20:21). Sabda-Nya: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala-sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20). Perintah resmi Kristus itu mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para Rasul, dan harus dilaksanakan sampai ujung bumi (lih. Kis 1:8). Maka Gereja mengambil alih sabda Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor 9:16). Maka dari itu Gereja terus-menerus mengutus para pewarta, sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya, dan mereka sendiripun melanjutkan karya pewartaan Injil. Sebab Gereja didorong oleh Roh Kudus untuk ikut mengusahakan, agar rencana Allah, yang menetapkan Kristus sebagai azas keselamatan bagi seluruh dunia, terlaksana secara efektif. Dengan mewartakan Injil Gereja mengundang mereka yang mendengarnya kepada iman dan pengakuan iman, menyiapkan mereka untuk menerima baptis, membebaskan mereka dari perbudakan kesesatan, dan menyaturagakan mereka ke dalam Kristus, supaya karena cinta kasih mereka bertumbuh ke arah Dia hingga kepenuhannya. Dengan usaha-usahanya Gereja menyebabkan, bahwa segala kebaikan yang tertaburkan dalam hati serta budi orang-orang atau dalam upacara-upacara dan kebudayaan para bangsa sendiri bukan saja tidak hilang, melainkan disehatkan, diangkat dan disempurnakan demi kemuliaan Allah, demi tersipu-sipunya setan dan kebahagiaan manusia. Setiap murid Kristus mengemban beban untuk menyiarkan iman sekadar kemampuannya.[35] Setiap orang dapat membaptis orang beriman. Tetapi tugas imamlah melaksanakan pembangunan Tubuh Kristus dengan mempersembahkan korban Ekaristi. Dengan demikian terpenuhilah sabda Allah melalui nabi: “Dari terbitnya matahari sampai terbenamnya besarlah nama-Ku di antara para bangsa dan disetiap tempat dikorbankan dan dipersembahkanlah persembahan murni kepada nama-Ku” (Mal 1:11).[36] Begitulah Gereja sekaligus berdoa dan berkarya, agar kepenuhan dunia seluruhnya beralih menjadi Umat Allah, Tubuh Tuhan dan Kenisah Roh Kudus, dan supaya dalam Kristus, Kepala semua orang, dipersembahkan kepada Sang Pencipta dan Bapa semesta alam segala hormat dan kemuliaan.


[28] Lih. LEO XIII, Surat apostolik Praeclara gratulationis, 20 Juni 1894: ASS 26 (1893-94) hlm. 707.
[29] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis cognitum, 29 juni 1896: ASS 28 (1895-96) hlm. 738. Ensiklik Caritatis studium, 25
[30] Lih. PIUS XI, Ensiklik Rerum Orientalium, 8 September 1928: AAS 20 (1928) hlm. 287. PIUS XII, Ensiklik
Orientalis Ecclesiae, 9 April 1944: AAS 36 (1944) hlm. 137.
[31] Lih. Instruksi Kongregasi S. OFFICII, 20 Desember 1949: AAS 42 (1950) hlm. 142.
[32] Bdk. S. THOMAS, Summa Theol. III, soal 8, art. 3 ad 1.
[33] Lih. Surat Kongegrasi S.OFFICII kepada Uskup Agung Boston, DENZ, 3869-72
[34] Lih. EUSEBIUS dari Sesarea, Persiapan Injil, 1,1: PG 21, 28AB.
[35] Lih. BENEDIKTUS XV, Surat apostolik Maximum illud: AAS 1 (1919)hlm. 440, terutama hlm. Dsl. PIUS XI, Ensiklik Rerum Ecclesiae: AAS 18 (1926) hlm. 68-69. PIUS XII, Ensiklik Fidei Donum, 2 April 1957: AAS 49 (1957) hlm. 236-237).
[36] Lih Didache (Pengajaran) 14: terb. FUNK, 1, 32. S. YUSTINUS, Dialog 41: PG 6,564. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah, IV, 17,5: PG 7,1023; HARVEY 2, hlm. 199 dsl. KONSILI TRENTE, Sidang 22, bab 1: DENZ. 939 (1742).

Orang Kudus 3 Februari: St. Blasius

SANTO BLASIUS, USKUP & MARTIR
Blasius adalah uskup di Sebate, di wilayah Armenia, Asia Kecil. Ia dikenal sebagai seorang ahli fisika dan seorang gembala yang baik hati. Pada masa pemerintahan Kaisar Licianus, ia ditangkap dan dipenjarakan. Kemudian pada tahun 316 ia dihukum mati.

Menurut cerita rakyat, Blasius berhasil menyelamatkan seorang anak laki-laki dari kematian karena tulang ikan yang tersangkut pada tenggorokannya. Doa dan berkat Santo Blasius melepaskan anak itu dari bahaya kematian. Doa dan berkat Santo Blasius itu terus dilestarikan oleh Gereja hingga dewasa ini. pada setiap tanggal 3 Februari, pesta Santo Blasius, umat katolik menghadiri Misa Kudus untuk menerima berkat Santo Blasius dari imam-imamnya.

Berkat yang diberikan imam-imam disertai doa berikut: “Moga-moga Allah, karena perantaraan Santo Blasius, Uskup dan Martir, membebaskan dikau dari penderitaan tenggorok dan dari kemalangan lainnya. Atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.”

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Minggu Biasa IV-C

Renungan Hari Minggu Biasa IV, Thn C/I
Injil       : Luk 4: 21 – 30

Sabda Tuhan hari ini, dalam bacaan pertama dan Injil, mau membicarakan nasib para nabi, utusan Allah, yang menyuarakan kebaikan dan kebenaran. Dalam bacaan pertama, secara implisit, terungkap keraguan Yeremia untuk melaksanakan tugas kenabian. Keraguan itu bukan cuma pada kemampuan dirinya, melainkan juga adanya penolakan dari umat.

Penolakan dari umat inilah yang dirasakan oleh Tuhan Yesus. Dasar penolakan itu bukan pada apa yang diwartakan-Nya, melainkan pada status diri-Nya. Soal perkataan atau pengajaran Tuhan Yesus tidak ada masalah, karena "semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya." (ay. 22). Akan tetapi, ketika melihat siapa Tuhan Yesus itu: asal-Nya dan keluarga-Nya, orang mulai menolak Dia. Menolak Tuhan Yesus berarti juga menolak perkataan-Nya.

Perilaku orang yang menolak "suara nabi" ini dapat kita jumpai dalam kehidupan dewasa ini. Tak jarang orang menilai "buku dari kulitnya, bukan dari isinya." Orang masih suka melihat status orang yang berbicara, daripada apa yang dibicarakannya. Karena itu, sering terjadi suara baik dan benar ditolak hanya karena lahir dari seseorang yang memiliki status sosial rendah (mungkin bawahan, orang miskin, anak-anak, dll).

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk mengubah pola pikir lama. Hendaklah kita tidak "mengadili buku dari sampulnya, tetapi dari isinya." Sejauh sesuatu itu baik dan benar serta berguna, hendaklah kita mau menerimanya tanpa melihat sumbernya. Kita harus menerima apa yang baik dan benar dari orang lain tanpa memandang status sosial, suku atau agamanya.

by: adrian