Senin, 04 Maret 2013

(Inspirasi Hidup) Belajar dari Kupu-kupu

BELAJAR DARI KUPU-KUPU
Seorang lelaki menemukan sebuah kepompong kupu-kupu. Suatu hari sebuah lubang tampak terlihat. Ia duduk dan mengamati kupu-kupu itu beberapa jam ketika kupu-kupu itu berjuang untuk keluar dari lubang kecil itu. Kemudian perjuangan itu tampak tidak ada perkembangan lagi. Tampaknya kupu-kupu itu sudah berjuang sejauh yang ia bisa, dan tidak dapat melanjutkan lagi.

Lalu lelaki itu memutuskan untuk menolong kupu-kupu itu. Ia mengambil gunting dan memotong sisa-sisa kepompong itu.

Kupu-kupu itu muncul dengan mudah. Tetapi ia memiliki tubuh yang bengkak dan sayap yang kecil.

Lelaki itu lanjut mengamati kupu-kupu itu karena ia berharap, suatu saat, sayapnya akan membesar dan berkembang sehingga mampu menopang tubuhnya.

Tidak ada yang terjadi! Malahan, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak dengan tubuh bengkak dan sayap kecil. Ia tidak akan pernah bisa untuk terbang.


Apa yang lelaki itu, dalam kebaikan dan ketergesa-gesaannya, tidak mengerti bahwa kepompong yang sempit dan perjuangan yang diperlukan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil itu adalah cara Tuhan untuk membuat cairan dari tubuh kupu-kupu mengalir ke sayapnya sehingga kupu-kupu itu siap untuk terbang ketika mendapatkan kebebasan dari kepompong.

Kadang perjuangan adalah sesuatu yang persis kita butuhkan di dalam hidup. Jika Tuhan mengijinkan kita melalui hidup tanpa rintangan sama sekali, itu akan melumpuhkan kita. Kita tidak akan bisa menjadi sekuat yang kita bisa. Kita tidak akan pernah terbang!

Orang Kudus 4 Maret: St. Kasimirus

SANTO KASIMIRUS, PENGAKU IMAN
Putera kedua Kasimir III, Raja Polandia dan maharaja Lithuania ini, lahir pada tahun 1461. Keluarganya tergolong saleh dan taat agama. Ibunya, Elisabeth dari Austria, mendidik dia menurut tata cara hidup kerajaan dan hidup kristiani yang berlaku pada masa itu. Setelah menanjak remaja, pendidikannya diserahkan kepada Yohanes Longinus. Kasimirus berkembang dewasa menjadi seorang putera raja yang berhati mulia, murah hati, sopan dan ramah dalam pergaulan dengan sesamanya. Ia disenangi banyak orang terutama teman-temannya sebaya. Kecuali itu, pendidikan itu berhasil menanamkan dalam dirinya sikap yang tepat dan terpuji terhadap kesemarakan dan kemewahan duniawi. Bahwasanya semua kemewahan dan hormat duniawi itu bersifat sia-sia dan bisa saja menjerumuskan manusia ke dalam keserakahan dan ingat diri.

Sikap itu terbukti kebenarannya tatkala ia terlibat dalam suatu perkara politik yang terjadi di kerajaan Hongaria. Banyak bangsawan Hongaria tidak suka akan Matias, rajanya. Mereka datang kepada Kasimirus dan memohon kesediaannya untuk menjadi raja mereka. Kasimirus mengabulkan permohonan itu dan segera berangkat ke Hongaria. Mendengar hal itu Raja Matias segera menyiapkan sepasukan prajurit untuk berperang melawan Kerajaan Polandia. Tetapi perang tidak terjadi karena campur tangan Paus.

Dengan malu, pangeran Kasimirus pulang ke Polandia. Peristiwa itu menyadarkan dirinya akan kesia-siaan hormat duniawi. Maka mulai saat itu ia meninggalkan cara hidupnya yang mewah dan kehormatan duniawi, lalu memusatkan perhatiannya pada doa, puasa dan tapa. Banyak waktunya dihabiskan untuk berdoa. Pagi-pagi sekali ia sudah berdiri di depan pintu gereja untuk mengikuti perayaan misa kudus dan mendengarkan kotbah. Ia juga mulai lebih banyak memperhatikan kepentingan kaum fakir miskin dengan membagi-bagikan harta kekayaannya. Cinta kasih dan hormatnya kepada Bunda Maria sangatlah besar. “Omni die hic Mariae” (Mengasih Maria, kini dan selalu) adalah semboyannya.

Semua usahanya untuk memusatkan diri pada doa, tapa dan puasa membuat dia menjadi seorang beriman yang saleh. Ia menjadi orang kesayangan warganya, terutama kaum miskin di kota itu. Ia meninggal dunia pada tanggal 4 Maret 1484 karena serangan penyakit sampar. Seratus duapuluh tahun kemudian, kuburnya di Katedral Wein dibuka kembali dan relikuinya dipindahkan ke sebuah kapela. Tubuhnya masih tampak utuh dan menyebarkan bau harum. Tulisan doanya: “Mengasihi Maria, kini dan selalu” masih terletak rapi di kepalanya. Hal ini menunjukkan bahwa devosinya kepada Maria merupakan suatu persembahan yang berkenan di hati Maria

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Prapaskah III-C

Renungan Hari Senin Prapaskah III, Thn C/I
Bac I : 2Raj 5: 1 – 15a; Injil       : Luk 4: 24 – 30

Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa jalan pikiran kita bukanlah jalan pikiran Allah; kehendak kita bukanlah kehendak Allah. Kita tidak boleh memaksakan kemauan kita atau memaksa agar orang lain mengikuti kemauan kita.

Dalam bacaan pertama, pemaksaan kemauan itu tampak dalam diri Naaman sebelum ia 'bertobat'. "Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama TUHAN, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku!" (ay. 11). Hal yang sama juga dalam kisah Injil hari ini, di mana orang Israel menolak Yesus. Mereka menghendaki supaya Yesus tampil sesuai dengan keinginan mereka.

Sikap memaksakan kemauan atau keinginan kerap terjadi dalam kehidupan kita dewasa ini, baik pemaksaan keinginan terhadap Tuhan maupun terhadap sesama. Hari ini sabda Tuhan menghendaki agar kita mau bersikap rendah hati untuk menerima apa yang baik bagi kehidupan kita, sekalipun itu tidak sesuai dengan keinginan. Contohlah sikap Naaman setelah ia sadar. Ia melakukan apa yang diminta Nabi Elisa, yang awalnya bertentangan dengan harapannya. Namun akhirnya ia memperoleh kesembuhan.

by: adrian