Sejak Rakernas Lembaga Dakwa
PBNU selesai, 27 Oktober silam, kata atau istilah wahabi sering muncul di media
sosial. Umumnya semua bernada negatif. Wahabi selalu dikaitkan dengan aksi
kekerasan atas nama islam, entah itu kekerasan ringan atau juga berat, seperti
terorisme. Wahabi dihubungkan juga dengan aksi intoleransi atas nama islam,
kilafah dan juga pengkafir-kafiran. Soal yang terakhir ini sasarannya tidak
hanya umat non muslim saja, melainkan juga dari kalangan islam sendiri. Dan
biasanya yang memberi label itu adalah kalangan islam yang menyatakan dirinya
moderat. Dengan mengaitkan kekerasan, intoleransi, kilafah dan
pengkafir-kafiran kepada wahabi, ada kesan bahwa wahabi salah.
Bagi kami ini merupakan
pandangan yang keliru. Harap diingat dan disadari klaim kaum islam moderat ini
tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Bukan lantas berarti apa yang dikatakan
kaum islam moderat tentang wahabi itu berarti bahwa kaum wahabi itu salah dan
mereka adalah benar.
Kekeliruan lain adalah
mengatakan bahwa wahabi itu adalah aliran dalam islam. Jika dirunut dari
sejarahnya, haruslah dikatakan wahabi tak layak disebut sebagai (salah satu)
aliran dalam islam. Wahabi awalnya merupakan sebuah gerakan, yang dipimpin oleh
Muhammad Ibnu Abdul Wahab, yang mengajak umat islam untuk kembali menghidupi
ajaran islam yang sebenarnya. Hal ini karena Abdul Wahab melihat ada banyak
umat islam sudah tidak setia pada ajaran islam yang asli. Dengan demikian Abdul
Wahab hendak mengembalikan islam yang asli dan sejati.
Pada titik ini tidaklah salah
bila kaum Wahab diidentikkan dengan radikalisme. Sebenarnya kata ini tidaklah
berkonotasi negatif. Akar kata radikalisme adalah radix, yang berarti
akar. Secara sederhana kata radikalisme bisa dipahami sebagai gerakan kembali
ke akar. Inilah yang dilakukan oleh kaum wahabi. Mereka ingin kembali ke akar
ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis.
Dalam Al-Qur’an ada banyak
ajaran yang berisi kekerasan terhadap non muslim. Ada perintah membunuh orang
kafir dan orang musyrik. Kaum wahabi melakukan hal itu, sebagaimana yang
tertulis dalam Al-Qur’an. Di sini sering kali kaum islam moderat keliru
memandang kaum wahabi. Mereka mengatakan bahwa kaum wahabi salah menafsirkan
wahyu Allah itu. Padahal kaum wahabi sama sekali tidak sedang menafsirkan wahyu
Allah; justru kaum islam moderatlah yang melakukannya. Kaum wahabi hanya
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT sebagaimana tertulis dalam kitab
suci. Melakukan seperti yang tertulis berarti mengindahkan kehendak Allah.
Jadi, kaum wahabi berupaya melaksanakan kehendak Allah seperti yang tertulis
dalam Al-Qur’an.
Selain kekerasan, dalam Al-Qur’an ada banyak ajaran yang membangun sikap intoleran terhadap orang non muslim. Orang yang bukan islam akan disebut kafir, dan orang kafir harus dibenci dan dimusuhi. Allah SWT sudah memerintahkan kepada umat islam untuk tidak berteman atau menjalin relasi dengan orang kafir, serta untuk tidak memilih orang kafir sebagai pemimpin. Kaum wahabi melaksanakan itu tanpa harus menafsirkan wahyu Allah. Kaum moderatlah yang menafsirkan wahyu Allah tersebut. Karena itu, kenapa kaum wahabi disalahkan? Janganlah karena wajah terlihat buruk, cermin yang disalahkan. Janganlah pula selalu menyembunyikan wajah buruk dibalik topeng dan menyalahkan wajah buruk orang lain.
Allah SWT sudah menyatakan
dalam Al-Qur’an bahwa umat islam yang tetap berteman atau menjalin relasi
dengan kaum kafir, maka akan menjadi segolongan dengan mereka. Artinya, umat
islam itu menjadi kafir. Demikian pula mereka yang memilih orang kafir sebagai
pemimpin. Tidak saja disebut kafir, tetapi juga jenasahnya tidak akan
dishalatkan. Semua ini tertulis dalam Al-Qur’an, yang dipercaya sebagai wahyu
Allah SWT. Kaum wahabi melakukan hal tersebut. Karena itu, tidaklah salah bila
kaum wahabi mengkafir-kafirkan umat islam yang bertemanan dengan orang kafir.
Tidaklah salah bila kaum wahabi mengkafir-kafirkan umat islam yang memilih
orang kristen sebagai pemimpin dan tidak menshalatkan jenasah mereka yang
memilih orang Kristen itu. Kaum wahabi mengikuti apa yang diperintahkan Allah
SWT, lantas kenapa mereka disalahkan? Kenapa kaum wahabi dinilai buruk?
Jadi, bisa dikatakan kaum
wahabi sedang menampilkan wajah islam yang sebenarnya. Berhubung wajah itu
terkesan buruk, kaum islam moderat malu mengakuinya. Mereka menyembunyikan
wajah buruk itu dengan mengenakan topeng rahmatan lil alamin.
Persoalannya adalah sikap kaum islam moderat ini yang selalu menyalahkan kaum
wahabi. Tidaklah pantas menyalahkan orang yang berani tampil dan mengakui keburukannya
sendiri. Jangan karena tidak bisa membunuh orang kafir, kita lantas menyalahkan
orang yang bisa melakukannya. Jangan karena tidak bisa mengkafir-kafirkan orang
yang tidak sependapat, kita lantas menyalahkan orang yang mampu. Jangan karena
tak bisa memusuhi orang kafir, kita lantas menyalahkan mereka yang sanggup.
Janganlah seperti orang yang menyalahkan cermin ketika melihat wajah buruk di
sana. Sudah saatnya kaum islam moderat berani menanggalkan topengnya dan
mengakui wajah islam yang sebenarnya.
Ataukah sikap kaum islam
moderat ini didasari pada ketakutan? Mungkin dalam hati mereka ingin melakukan
kehendak Allah SWT, tapi mereka takut pada negara. Jika melakukan kekerasan
terhadap orang kafir tentulah nanti akan berhadapan dengan hukum, yang bisa-bisa
berakhir dipenjara. Mungkin inilah yang ditakuti kaum islam moderat. Kaum
wahabi sama sekali tidak takut. Mereka lebih takut pada Allah SWT daripada
negara. Jadi, bisa dikatakan kaum islam moderat lebih takut hukum negara
ketimbang hukum Allah. Karena itu, tidaklah layak menyalahkan kaum wahabi yang
taat setia pada kehendak Allahnya. Seharusnya kaum islam moderat bersyukur ada
sesama muslim yang sanggup melakukan kehendak Allah, bukannya menyalahkan
apalagi menjelek-jelekkan.
Lingga, 09 November 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar