Ada
dualisme atau ambivalensi pandangan islam tentang miras. Di satu sisi miras
dianggap sebagai perbuatan setan (QS al-Maidah: 90), namun di sisi lain Allah
sendiri menyediakan miras di sorga, khusus bagi umat-Nya yang takwa (QS.
As-Saffat: 45; QS Muhammad: 15 dan QS al-Buruj: 25). Di satu pihak Allah
melarang miras (QS al-Maidah: 90), tetapi di lain pihak Allah membolehkan
umat-Nya memproduksi dan menjual miras (QS an-Nahl: 67) demi razeki. Dengan
membolehkan memproduksi dan menjual miras, secara tidak langsung Allah
mengizinkan perbuatan setan dilakukan umat-Nya. Aneh dan lucu!
Dualisme
miras juga terdapat dalam pandangan Allah SWT (Al-Qur’an) dan nabi Muhammad SAW
(hadis). Umat islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan perkataan Allah yang
langsung diucapkan. Karena merupakan perkataan langsung Allah, maka apa yang
tertulis dalam Al-Qur’an tidak boleh diubah seenak manusia. Allah sengaja
membuat Al-Qur’an jelas dan mudah dipelajari oleh umat-Nya (QS al-Qamar: 17).
Dengan demikian Al-Qur’an menjadi pedoman atau petunjuk yang jelas bagi umat
islam, dan setiap umat islam diminta untuk taat pada apa yang dikatakan oleh
Allah. Bagaimana pebedaan pandangan Allah dan Muhammad terkait masalah miras?
Dalam
surah an-Nahl Allah berfirman, “Dan dari
buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik.” Wahyu Allah SWT dalam surah di atas bisa ditafsirkan demikian: “Dan
dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan kamu
membuat rezeki yang baik.” Frase minuman
yang memabukkan dalam surah ini, itulah miras. Dan miras ini dibuat dari
bahan buah kurma dan anggur. Dengan lain perkataan, Allah meminta umat membuat
miras dari buah kurma dan anggur. Sedangkan frase (kamu membuat) rezeki yang baik terkait dengan hasil
penjualan miras yang dibuat. Dengan menjual miras yang telah dibuat itulah maka
datang rezeki yang baik. Dapatlah dikatakan bahwa rezeki itu dikehendaki oleh
Allah SWT.