Senin, 10 April 2017

SINGAPURA USIR IMAM ISLAM YANG MERESAHKAN

Seorang tokoh islam asal India yang membuat komentar yang meresahkan tentang Kristen dan Yahudi di Singapura telah didenda sebesar S$4,000 dan akan dipulangkan ke negara asalnya. Nalla Mohamed Abdul Jameel tampil di Pengadilan Negara Singapura pada 3 April dan dituduh melakukan tindakan yang mengancam keharmonisan antara kelompok agama di Singapura, dan kemungkinan bisa menggangu ketenangan publik.
Nalla dinyatakan bersalah atas tindakan yang dilakukan pada 6 Januari di Masjid Jamae Chulla (Singapura) dimana ia menjadi imam. Setelah ceramah Jumat waktu itu, Nalla menyampaikan doa dalam bahasa Arab, “Berilah kami pertolongan melawan Yahudi dan Kristen.”
Dokumen pengadilan mengatakan, “Terdakwa mengetahui arti kata-kata yang diucapkannya dan mengetahui bahwa yang dimaksudkan adalah meminta Tuhan untuk memberikan kemenangan kepada muslim melawan umat Yahudi dan Kristen.”
Nalla menjelaskan dalam permintaan maaf secara publik pada 31 Maret ketika ia bertemu dengan sejumlah tokoh dari agama lain, bahwa doa tambahan yang ia bacakan tidak berasal dari Quran, tapi teks bahasa Arab lama dari desanya di India.
Sebuah video tentang doa itu diunggah ke internet pada Februari, menyebabkan keributan di komunitas muslim dan juga publik, sehingga polisi melakukan penyidikan. Dalam hukum Singapura, Nalla bisa dipenjara hingga tiga tahun atau didenda, atau bisa juga keduanya.
Tidak lama setelah sidang pengadilan, Meteri Dalam Negeri Singapura dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa imam tersebut akan dideportasi ke negaranya. Doa yang dia sampaikan “tidak bisa diterima di masyarakat multi-budaya dan multi-agama,” lanjut pernyataan itu.

SAKSI PERNIKAHAN KATOLIK

Untuk sahnya sebuah pernikahan katolik, maka dibutuhkan adanya saksi nikah yang berjumlah dua orang (Kan 1108 §1). Perlu diketahui bahwa tugas saksi ini hanyalah sebagai saksi mata sebuah pernikahan demi sahnya pernikahan tersebut. Walau bagaimana pun, saksi nikah seharusnya memahami secara baik pernikahan katolik dan mengetahui bahwa pernikahan yang disaksikannya itu bebas dari halangan yang dapat menggagalkan.
Akan tetapi, ada orang melihat saksi nikah ini sebagai bentuk lain seperti wali baptis. Kepada saksi nikah ini dikenakan juga kewajiban untuk menuntun kedua mempelai dalam menghayati nilai-nilai keluarga kristiani. Tak jarang juga saksi ini akan dimintai bantuannya untuk membantu menyelesaikan persoalan dalam kehidupan rumah tangga yang ia saksikan. Karena itu, saksi nikah harus diambil dari pasangan keluarga yang sudah mapan secara spiritual dan kehidupan rumah tangganya sehingga bisa dijadikan panutan dan memiliki wibawa.
Penyamaan peran saksi nikah seperti wali baptis membuat banyak pihak merasa keberatan untuk bertindak sebagai saksi nikah. Banyak pasangan suami isteri yang diminta untuk menjadi saksi nikah (baca: wali nikah) menolak tugas tersebut karena merasa tak layak. Kebanyakan mereka merasa keluarganya belumlah menjadi keluarga sempurna yang bisa dijadikan contoh.
Pemaknaan saksi nikah seperti wali baptis ini adalah ide yang muncul kemudian yang bisa dikatakan di luar aturan Gereja Universal. Kitab Hukum Kanonik sama sekali tidak mengatur demikian. Norma-norma Koplementer Gereja Partisipatif, sebagai statuta atau produk hukum bagi Keuskupan Pangkalpinang, juga tidak mengatur hal tersebut. Artinya, untuk Keuskupan Pangkalpinang diberlakukan hukum universal, yaitu KHK.
Mungkin ada yang akan bertanya, jika terjadi masalah (pertengkaran, misalnya) dalam keluarga, siapa yang harus turun tangan. Siapa saja terpanggil untuk membawa damai. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk senantiasa membawa damai (bdk. Luk 10: 5, Mat 5: 9, Rom 14: 19) Secara khusus, tugas itu diemban oleh para pastor paroki atau seksi keluarga. Di beberapa paroki di kota-kota besar ada tersedia ruang konsultasi, termasuk untuk keluarga, yang ditangani oleh ahli di bidangnya.
Apa saja ketentuan untuk saksi pernikahan katolik? Pertama-tama dia itu haruslah orang katolik dewasa yang sudah dibaptis dan tidak terkena hukuman Gerejawi. Saksi bukan orangtua kedua mempelai. Saksi boleh diambil dari kedua pihak, masing-masing satu orang, atau keduanya hanya dari satu pihak saja. Saksi nikah tidak dibatasi hanya pada jenis kelamin tertentu, dan juga tidak harus pasangan suami isteri; kedua saksi nikah bisa pria semuanya atau sebaliknya perempuan semua, bisa juga berpasangan (pria dan wanita) meski bukan suami isteri.
by: adrian
Sumber: