Sabtu, 21 Februari 2015

Antara Pastor Pembantu dan Pastor Rekan

Di setiap paroki umumnya ada terdapat lebih dari satu imam. Biasanya salah satu dari antaranya menjabat sebagai Pastor Kepala Paroki, atau yang menurut Kitab Hukum Kanonik disingkat dengan Pastor Paroki saja. Sementara yang lainnya disebut sebagai Pastor Pembantu. Hukum Gereja menggunakan istilah itu.

Akan tetapi, di beberapa paroki muncul istilah lain untuk menggantikan istilah Pastor Pembantu. Istilah yang biasa digunakan adalah Pastor Rekan. Alasan penggunaan istilah ini adalah karena istilah Pastor Pembantu mempunyai konotasi kurang baik. Ada kesan bahwa Pastor Pembantu, karena ada kata “pembantu”, identik dengan pembantu di pastoran, seperti tukang masak, tukang cuci atau tukang kebun. Jadi levelnya kurang lebih sama, cuma perannya saja yang berbeda.

Oleh karena itu, tak heran kalau kita mendengar ada penggunaan istilah Pastor Pembantu atau Pastor Rekan. Dan kini orang menggunakan istilah itu tanpa ada makna sama sekali. Kebanyakan orang melihatnya sama saja. Karena ada pastor disebut sebagai Pastor Pembantu, tapi diperlakukan Pastor Parokinya sebagai Pastor Rekan; ada pula pastor yang disebut Pastor Rekan, tapi diperlakukan sebagai Pastor Pembantu. Tak sedikit pula Pastor Paroki memperlakukan sesuai dengan istilahnya (pembantu dan/atau rekan).

Apakah ada yang salah dari kedua istilah itu sehingga bisa membawa masalah? Tentu, kedua istilah itu, yaitu pembantu dan rekan, tidak membawa masalah berarti. Dan persoalannya bukan pada salah atau benar. Bagi orang yang saklek dengan hukum, maka ia akan melihat bahwa penggunaan kata “pembantu” adalah yang benar. Bukankah dalam Kitab Hukum Kanonik jelas-jelas tertulis Pastor Pembantu (lihat Kan 541 – 552).

Namun ada orang yang melihat persoalan ini bukan hanya dari sisi hukum saja. Mereka tidak melihat soal benar salahnya penggunaan istilah, melainkan bagaimana perlakuan. Karena sekalipun bergelar Pastor Pembantu, Kitab Hukum Kanonik masih melihatnya sebagai rekan-kerja Pastor Paroki (bdk. Kan 545 §1).

Mungkin orang akan bertanya, apakah ada perbedaan dari dua istilah ini? Jelas ada perbedaan. Perbedaan kedua istilah ini dapat disandingkan dengan perbedaan hamba dan sahabat dalam Injil Yohanes: “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yoh 15: 14 – 15). Di sini istilah pembantu dapat disejajarkan dengan hamba, sedangkan rekan dengan sahabat.

Menurut Tuhan Yesus, seorang hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya. Demikian pula halnya dengan pembantu. Ada banyak Pastor Pembantu tidak tahu apa-apa berkaitan dengan kebijakan di paroki, karena Pastor Paroki tak pernah menyampaikannya. Bahkan informasi dari keuskupan pun bisa didapat dari orang lain yang bukan Pastor Paroki. Kebanyakan Pastor Pembantu hanya tahu urusan misa saja: apa, kapan dan dimana. Soal keuangan paroki pun sama sekali tidak tahu, malah diusahakan untuk tidak tahu. Karena itu, Pastor Pembantu tak jauh beda dengan hamba yang diungkapkan Tuhan Yesus. Antara Pastor Paroki dan Pastor Pembantu tidak ada ruang diskusi atau dialog. Yang ada hanya instruksi.

Berbeda dengan sahabat. Menurut Tuhan Yesus, seorang sahabat akan tahu apa yang akan diperbuat tuannya, karena memang si “tuan” memberitahunya. Tidak ada ketertutupan. Demikian halnya dengan rekan. Jika seseorang disebut Pastor Rekan, maka itu berarti ia akan tahu arah pastoral paroki, ia bisa tahu situasi keuangan paroki, ia dapat tahu kebijakan paroki, dll. Sebagai Pastor Rekan, ia bisa bersuara karena diberi kesempatan. Akan ada ruang diskusi dan dialog antara Pastor Paroki dan Pastor Rekan.

Renungan Hari Sabtu sesudah Rabu Abu - B

Renungan Hari Sabtu setelah Rabu Abu Thn B/I
Bac I : Yes 58: 9b – 14; Injil       : Luk 5: 27 – 32;

Tema sabda Tuhan hari ini adalah perubahan sebagai ungkapan pertobatan. Dalam bacaan pertama, melalui Nabi Yesaya, Tuhan menginginkan perubahan seperti tidak lagi menindas sesama dan tidak memfitnah orang (ay. 9b), memberi makan orang lapar (ay. 10) dan menghormati hari Tuhan (ay. 13). Memberi makan kepada orang lapar bisa juga dimengerti sebagai menolong sesama yang membutuhkan bantuan. Jadi tidak sebatas soal makanan secara harafia, melainkan makanan sebagai kebutuhan hidup manusia. Intinya, perubahan yang dikehendaki Tuhan adalah agar umat berbuat kasih kepada sesamanya dan Tuhan.

Dalam Injil perubahan itu dapat dilihat dari sosok Lewi. Awalnya dia adalah seorang pemungut cukai, yang bagi orang Israel termasuk kategori orang berdosa. Orang berdosa selalu disingkirkan. Penyingkiran membuat proses perubahan tidak dapat berjalan. Yesus berbuat lain. Ia merangkul dan mengajak Lewi, "Ikutlah Aku!" (ay. 27). Pendekatan inilah yang menimbulkan perubahan dalam diri Lewi. Dia tidak lagi sebagai orang berdosa.

Masa prapaskah adalah masa tobat. Ada tiga kegiatan yang biasanya dilakukan pada masa tobat ini, yaitu puasa, doa dan amal kasih. Intinya adalah tobat atau berubah. Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk berubah. Tuhan menghendaki supaya kita berani meninggalkan kemanusiaan lama kita: sikap, pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah tidak berkenan lagi saat ini. Kita dapat mengikuti teladan Lewi, si pemungut cukai, yang mau meninggalkan manusia lamanya dan hidup baru bersama Yesus.

by: adrian