Minggu, 26 Januari 2014

(Sharing Hidup) Goa Maria Sendang Sriningsih

ZIARAH KE GOA MARIA SENDANG SRININGSIH
Tanggal 5 Januari, setelah misa, saya berangkat menuju Goa Maria Sendang Sriningsih. Kemarin, waktu saya ke Dharma Karya (Klaten), dari jendela bus saya melihat ada papan bertuliskan Goa Maria Sendang Sriningsih. Dalam ingatan saya, lokasinya tidaklah terlalu jauh dari Prambanan. Karena itu, dengan motor Poldo, saya segera meluncur ke sana.
 
Setelah menemukan simpang masuknya, saya menyusuri jalan menuju lokasi ziarah. Awalnya saya berpikir kalau tempatnya tidak jauh dari jalan raya. Namun ternyata sangat jauh dan berliku. Saya hanya mengandalkan keterangan orang yang saya tanya di pinggiran jalan dan mengikti kata hati. Dan akhirnya saya sampai juga.

Motor saya parkir di tempat yang telah disediakan. Dengan berjalan kaki, saya menapaki jalan salib menuju lokasi ziarah. Sepanjang jalan saya dibuat kagum dengan situasi dan keadaan tempat ziarah ini: sungguh alami dan sejuk. Sepanjang jalan kita dinaungi keteduhan pepohonan. Saya berhenti sebentar di “Golgota” sebelum akhirnya menuju Goa Maria.

Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang berdoa. Ada juga satu keluarga yang datang berdoa dan berekreasi. Setelah berfoto-foto sebentar, saya akhirnya berdoa. Sebelum pulang,
saya meminta seorang bapak untuk mengambil foto diri saya. Tanpa saya duga, bapak ini dapat menebak status saya. Maka, kami pun larut dalam obrolan.

Derita Murid Kristus
Awalnya bapak itu menanyakan soal toleransi keadaan umat di wilayah keuskupan, secara khusus dalam kaitannya dengan saudara-saudara muslim. Saya mengatakan bahwa di tempat saya Gereja mengalami perlakuan diskriminasi. Saya mengambil contoh soal pembangunan seminari menengah di Pangkalpinang dan gedung gereja di Tanjung Balai Karimun. Saya juga memaparkan soal masalah yang sama yang terjadi di Pulau Burung (Kabupaten Indragiri Hilir), salah satu stasi dari Paroki St. Joseph Tanjung Balai Karimun, serta soal pembangunan gereja yang disegel di Pekan Baru.


Setelah mendengarkan sharing saya, bapak itu pun bercerita kisahnya. Ia menceritakan kisahnya dengan mata sedikit berkaca-kaca. Sungguh, saya dibuat kaget olehnya. Selama ini saya mengira bahwa umat kristiani di daerah Jawa Tengah mendapatkan perlakuan yang tidak sama dengan saudara-saudaranya di luar Jawa. Salah satu yang menarik dari cerita bapak itu adalah soal rumah Romo Greg, yang disegel. Menurut ceritanya, rumah itu sering digunakan untuk kegiatan rohani. Namun oleh ormas islam, rumah itu disegel. Kegiatan kerohanian dilarang. Padahal rumah itu rumah pribadi. Selain kisah rumah Romo Greg, bapak itu juga mengisahkan soal penyegelan tempat ziarah.

Mendengar kisah bapak itu, saya jadi teringat akan kisah Ibu Sri, umat Katedral Bogor, yang sedang mengunjungi putra-putrinya yang kuliah di Yogya. Umat kristen, termasuk juga katolik di Keuskupan Bogor mengalami perlakuan tak adil. Sebenarnya ada banyak gereja mau dibangun; ada banyak gereja hendak direhab (termasuk gereja katedral). Namun niat itu urung mengingat akan menghadapi kesulitan nantinya. Pada saat hari raya (Natal dan Paskah), umat katedral harus benar-benar waspada. Selalu saja ada gangguan kecil.

Setelah cukup lama kami berbicara, saya akhirnya memohon diri. Bapak itu kembali kepada keluarganya dan saya menuju parkiran motor. Saya tiba di rumah sekitar pukul 14.00. Saya langsung istirahat, mengingat besok saya masih berencana ke Sendangsono.

Jakarta, 21 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 26 Januari: St. Paula

SANTA PAULA, JANDA
Paula dikenal sebagai seorang wanita bangsawan Romawi. Sebagai seorang ibu rumah tangga, ia menjalankan kewajiban dengan penuh semangat cinta kasih. Kecuali itu, ia mengisi hari-hari hidupnya dengan suatu hidup yang saleh di hadapan Tuhan. Ketika ia memasuki umur 32 tahun, suaminya yang tercinta meninggal dunia. Sekarang ia sendiri harus bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam semua kebutuhannya, rohani dan jasmani. Pendidikan iman bagi anak-anaknya sungguh mendapat perhatian utama.

Selagi berada dalam kepedihan yang mendalam karena kematian suaminya, Tuhan mengetuk hatinya untuk suatu kehidupan bakti hanya kepada-Nya. Paula yang sudah biasa menjalin hubungan dengan Tuhan melalui doa-doanya, mendengarkan suara Tuhan itu. Ia lalu mengabdikan hidupnya kepada Tuhan dengan hidup menyendiri dalam kesunyian tapa dan karya-karya amal kasih. 

SantoHieronimus dimintainya untuk menjadi pembimbing rohaninya. Setelah menjalani hidup demikian selama tiga tahun, ia meninggalkan anak-anaknya yang sudah dewasa dan berangkat ke Tanah Suci bersama seorang putrinya Eustakia. Ia bermaksud untuk menetap di Betlehem, kota yang dimuliakan sebagai tempat kelahiran Yesus sang Penebus. Ia memberikan devosi khusus kepada Kanak-kanak Yesus dengan berdoa dan bermatiraga. Paula yakin bahwa orang yang tidak pernah merenungkan kehidupan Yesus selagi kanak-kanak, sulit untuk menghayati kebenaran-Nya. Cintanya kepada Yesus, kanak- kanak Suci, melebihi cintanya kepada anak-anaknya sendiri. Bila berada di gua Betlehem, hatinya terharu dan sambil menangis ia berdoa: Aku memberi Salam kepadamu hai Betlehem, rumah Roti Kehidupan, yang turun dari surga dan dilahirkan oleh Maria Perawan Yang Suci.
 
Kepada semua orang yang berziarah di Betlehem, ia menyediakan tempat penginapan dan dengan rajin melayani mereka. Untuk Santo Hieronimus dan para biarawannya, ia membangun sebuah rumah khusus. Rumah inilah yang kelak menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Paula meninggal dunia pada tahun 404 dalam usia 57 tahun.

Renungan Hari Minggu Biasa III - A

Renungan Hari Minggu Biasa III, Thn A/II
Injil     : Mat 4: 12 – 23

Bacaan pertama dan Injil hari ini memiliki keterkaitan langsung. Nubuat Nabi Yesaya dalam bacaan pertama diulangi Matius dalam Injilnya. Ini mau menunjukkan bahwa Yesus merupakan pemenuhan nubuat tersebut. Salah satu inti dari nubuat itu adalah bahwa Yesus akan menjadi Terang (Yes 9: 2; Mat 4: 16). Terang itu akan datang menerangi kegelapan. Orang yang tinggal dalam kegelapan akan menikmati terang itu. Ini berarti keselamatan.

Kisah Injil masih dilanjutkan dengan cerita pemanggilan Petrus dan Andreas. Sebelumnya dikatakan bahwa Yesus adalah Terang, yang berarti keselamatan. Dengan kata lain, Yesus datang untuk membawa keselamatan. Kisah panggilan Petrus dan Andreas ini masih berkaitan dengan keselamatan itu. Mereka dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Artinya, mereka diminta untuk juga menyelamatkan umat manusia. Karena itu, Injil hari ini dapat dibaca sebagai berikut: Yesus, yang adalah keselamatan, memanggil Petrus dan Andreas untuk menyelamatkan manusia.

Dalam bacaan kedua, Paulus, dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus, merefleksikan sosok Yesus sebagai Terang tadi. Bagi Paulus, kita yang sudah menerima terang, hendaklah tetap tinggal dalam terang itu. Paulus menghimbau jemaat untuk tidak kembali dalam kegelapan. Salah satu kegelapan yang muncul pada saat itu adalah perselisihan. Pangkal perselisihan adalah soal egoisme. Paulus mengajak jemaat untuk meninggalkan semua itu, karena Kristus adalah satu dan tak terbagi.

Bacaan liturgi hari ini sangat bagus untuk menjadi bahan permenungan kita saat ini. Kita disadarkan bahwa Yesus Kristus adalah keselamatan. Dia adalah Terang dalam kegelapan. Tuhan menghendaki agar keselamatan itu benar-benar dapat dinikmati oleh semua umat manusia. Oleh karena itu, Tuhan membutuhkan diri kita. Tuhan meminta kita untuk ambil bagian membawa Terang keselamatan itu di tengah kehidupan sehingga orang lain pun dapat merasakannya. Untuk itu, hendaklah kita selalu hidup dan tinggal dalam Terang itu; bukan dalam kegelapan.

by: adrian