Minggu, 25 Agustus 2013

Hukuman Gereja

MENGENAL HUKUMAN DALAM GEREJA
Sanksi berupa suspensi dalam KHK 1983
Tentang sanksi dalam Gereja, dapat ditemukan di Bab VI (kan. 1311-1399 KHK 1983), seperti dicantumkan dalam kan. 1311: Gereja mempunyai hak asli dan sendiri untuk mengendalikan umat beriman kristiani yang melakukan tindak kejahatan dengan sanksi hukuman. Sanksi sanksi hukuman itu terdiri dari: (1) Hukuman-hukuman medisinal atau censura; (2) hukuman-hukuman silih; (3) hukuman silih lain; (4) dan hukuman remedia poenale untuk mencegah tindak pidana (bdk Kan.1312).

Ada dua jenis hukuman dalam KHK
Dua jenis hukuman: Hukuman biasa atau disebut ferendae sententiae (masih harus diputuskan dalam hukum proses-acara) dan hukuman luar biasa latae sententiae (tanpa harus melalui hukum proses melainkan langsung kena hukuman; bdk. kan 1314). Prinsip hukum gereja dalam mengenakan sanksi terhadap imam atau umat beriman kristiani adalah hanya sejauh sungguh-sungguh perlu untuk memelihara disiplin gereja secara lebih baik (bdk. kan 1317). Maka hanya karena perbuatan imam atau umat beriman melakukan tindak pidana beberapa kali dan amat berat, hukuman latae setentiae dapat diterapkan oleh legislator (Uskup).

Siapa saja yang terkena sanksi (hukuman)
Hukum Gereja menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat dihukum kecuali ada pelanggaran lahiriah atas suatu undang-undang atau perintah yang dilakukan oleh orang yang dapat sungguh  atas bertanggungjawab atas kesengajaan atau kelalaiannya (bdk. kan 1321). Bagi mereka yang tidak terkena hukuman adalah (1) belum berusia genap 16 tahun; (2) tanpa kesalahan sendiri tidak mengetahui bahwa ia melanggar; (3) bertindak karena paksaan fisik atau karena kebetulan, yang tidak diprakirakan sebelumnya atau diprakirakan atau tidak dapat dicegahnya; (4) terpaksa bertindak karena ketakutan berat meski relatif atau karena keadaan mendesak atau kerugian besar; (5) bertindak untuk secara legitim membela diri atau orang lain terhadap penyerangan yang tidak adil; (6) tidak dapat menggunakan akal budi (karena mabuk, atau gangguan mental); (7) tanpa kesalahan mengira bahwa terdapat salah satu situasi yang disebut dalam nomor 4 atau 5 (bdk. kan. 1323-1324)

Hukuman dalam Gereja
•1.      Censura: terdiri dari hukuman ekskomunikasi. Mereka yang terkena ekskomunikasi dilarang: (1) ambil bagian apapun sebagai pelayan dalam perayaan ekaristi atau upacara ibadat lainnya manapun; (2) merayakan sakramen-saakramen atau sakramentali lainnya, dan menyambut sakramen-sakramen; (3) menunaikan jabatan-jabatan atau pelayanan-pelayanan atau tugas gerejawi manapun, atau tindakan kepemimpinan. Apabila Imam terkena censura jenis ekskomunikasi segala perbuatan kepemimpinan sebagai imam tidak sah; tidak boleh menerima kedudukan, jabatan atau tugas lainnya dalam Gereja; tidak dapat memiliki hasil-hasil kedudukan jabatan bahkan pensiun yang diperoleh dari Gereja.  Jenis kedua adalah hukuman interdik: terkait dengan larangan pada censura pada nomor 1-2 (bdk. kan. 1332). Jenis ketiga adalah hukuman Suspensi: yang hanya dapat terkena pada klerus. Dengan suspensi imam dilarang: (1) semua atau beberapa perbuatan kuasa tahbisan; (2) semua atau beberapa perbuatan kuasa kepemimpinan; (3) pelaksanaan semua atau beberapa hak atau tugas yang terkait pada jabatan. Hukuman suspensi hanya diberikan oleh Uskup (legislator) setempat dan tidak pernah bagi imam yang tidak berada dibawah kuasa kepemimpinannya. Putusan suspensi bagi imam dibuat oleh Uskup (legislator) dalam bentuk dekret (surat keputusan yang menjatuhkan hukuman) (bdk. kan 1333).
•2.      Hukuman silih: hukuman yang dapat mengenai secara tetap atau untuk waktu tertentu maupun tidak tertentu orang yang melakukan tindak pidana (bdk. kan 1336).
•3.      Remedium Poenale dan Penitensi: orang yang berada dalam kesempatan terdekat melakukan kejahatan atau telah dicurigai telah melakukan tindak pidana dapat diberi peringatan oleh Ordinaris secara pribadi atau lewat orang lain. Ordinaris (Uskup) dapat menegur orang yang tingkah lakunya menimbulkan batu sandungan atau gangguan berat yang mengacaukan tatanan Gereja. Tentang adanya teguran haruslah selalu nyata sekurang-kurangnya dari suatu dokumen yang disimpan dalam arsip rahasia kuria (bdk. kan 1339). Penitensi diberikan untuk suatu perbuatan keagamaan, kasalehan atau amal kasih yang harus dilaksanakan (bdk. kan 1340)

Menjatuhkan hukuman (suspensi pada imam)
Ordinaris mengusahakan prosedur peradilan (hukum proses-acara: harap baca buku VII, KHK 1983) atau administratif untuk menjatuhkan hukuman hanya ketika Uskup menilai bahwa baik peringatan persaudaraan maupun teguran atau sarana keprihatinan pastoral lain tidak mencukupi lagi untuk memperbaiki sandungan, memulihkan keadilan dan memperbaiki pelaku pelanggaran dari imam tersebut (bdk. kan 1341). Namun pada kanon 1342 memberi peluang tanpa melalui prosedur hukum proses (acara) yang panjang dan lama dan ini sering digunakan oleh Uskup. Kanon 1342 menyatakan bahwa setiap kali terdapat alasan-alasan wajar yang menghalangi untuk membuat proses peradilan, hukuman dapat dijatuhkan lewat suatu dekret di luar peradilan. Lewat dekret (surat keputusan Uskup) tidak dapat dijatuhkan hukuman yang bersifat tetap artinya ada batas waktu tertentu seperti kasus suspensi pada imam. Jika dalam perjalanan hidup imam tersebut menunjukkan perbuatan baik dan dinilai bisa dikaryakan kembali setelah selesai masa hukuman, imam tersebut dapat dikaryakan kembali. Jika imam tidak dijatuhi hukuman suspensi dan dibebaskan oleh hakim, maka jika perlu dapat diberikan berupa remedium poenale dengan mengusahakan kebaikan dan kepentingan umum (bdk. kan 1348).

Berhentinya hukuman
Asalkan tidak direservasi bagi Takhta Aspotolik, hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang meski dijatuhkan dapat dihapus oleh Ordinaris yang memprakarsai peradilan dan ordinaris tempat pelaku berada tetapi setelah berkonsultasi dengan ordinaris yang memprakarsai peradilan. Kecuali itu dengan alasan keadaan yang luar biasa (bdk. kan 1355). Ordinaris setempat (Uskup) dapat menghapus hukuman kecuali perkara itu dirervasi oleh Takhta Apostolik dalam rangka sakramen tobat (bdk kan 1355). Sebelum diberi penghapusan atas hukuman Hakim perlu mendengarkan Uskup yang memberi perintah (bdk kan. 1356). Ada macam-macam tindakan yang terkena hukuman dapat dibaca dalam kanon 1370-1398. Semoga bermanfaat.

Orang Kudus 25 Agustus: St. Louis Lodevik IX

SANTO LOUIS LODEVIK IX, PENGAKU IMAN
Louis Lodevik lahir di Poissy, paris, pada tanggal 25 April 1214. Ayah ibunya, Louis VIII (1223 – 1226) dan Blanka dari Kastilia, mendidiknya dengan sangat baik dalam kebiasaan hidup kristiani. Ketika masih kecil, ibunya pernah berkata kepadanya, “Aku lebih suka melihat engkau matindaripada jiwamu cemar karena dosa.” Kata-kata ini menjadi bukti nyata betapa pendidikan iman sungguh diberikan kepada Louis semenjak kecilnya.

Pada tahun 1226, Louis yang baru berusia 12 tahun menduduki takhta kerajaan menggantikan ayahnya. Delapan belas tahun pertama pemerintahannya, kekuasaan dipegang oleh ibunya, karena Louis belum cukup dewasa untuk memimpin roda pemerintahan negara. Louis kemudian menikah dengan Margareth, seorang puteri bangsawan dari Provence (1234). Setelah berusia 21 tahun, barulah Louis memerintah dengan kuasa penuh. Ia menghadapi berbagai masalah yang ditinggalkan ayahnya. Usahanya yang pertama ialah mematahkan pemberontakan para bangsawan yang didukung oleh Raja Inggris dan memerangi kaum Albigensia, atau sekte yang anti negara dan Gereja dengan ajaran-ajarannya yang antisosial, anti ajaran iman dan moral Gereja.

Sejak awal pemerintahannya Louis dikenal sebagai seorang raja yang lurus hati, konsekuen dan tidak korup. Ia taat kepada agama. Dalam hal menegakkan keadilan, Louis adalah seorang pencinta keadilan dan murah hati. Ia tidak pilih kasih dalam membela hak siapapun, tak peduli apakah ia bangsawan atau petani miskin. Ia seorang negarawan yang berpandangan progresif: mendirikan parlemen dan memberlakukan undang-undang secara bijaksana. Ia pencinta damai, tetapi tidak segan-segan terjun ke medan perang bila keadaan memaksa.

Pada tahun 1242, Louis secara telak mengalahkan Raja Henry III (1216 – 1272) dari Inggris yang ingin mencaplok tanah-tanah Perancis. Hubungannya dengan Inggris sarat dengan pertikaian terus menerus. Namun dengan Raja Henry III yang dikalahkannya, Louis mengadakan suatu perjanjian yang sangat lunak. Louis diminta menjadi wasit adil dalam urusan intern Kerajaan Inggris.

Salah satu peristiwa penting dalam hidup Louis IX adalah pembelian ‘Mahkota Duri Kristus’ dari pedagang Venesia. Mahkota itu tersimpan di Konstantinopel. Entah apa sebabnya, mahkota itu digadaikan oleh kaisar kepada seorang pedagang Venesia. Hingga batas waktu penggadaian, Kaisar Konstantinopel tak mampu menebus kembali mahkota suci itu. Karena itu mahkota itu ditawarkan kepada seorang kerabat Louis IX. Louis segera menyanggupi pembeliannya meskipun dengan harga yang sangat tinggi. Mahkota dikawal ke Perancis. Louis dan adiknya menyambut hangat dan mengarak mahkota itu masuk kota Paris dengan iring-iringan panjang dan meriah. Semua orang berpakaian sederhana tanpa mengenakan alas kaki. Relikui suci itu sampai sekarang disimpan di Sainte Chapelle, sebuah gereja yang amat indah di tengah-tengah kota Paris. Pada tahun 1244, Louis menderita sakit parah. Dengan penuh kepercayaan, orang meletakkan mahkota duri itu di atas kepalanya. Dan Louis sembuh seketika secara ajaib. Sejak saat itulah Louis berikrar membebaskan Tanah Suci, tempat Kristus dahulu mengenakan mahkota suci itu, dari pendudukan tentara islam.

Louis sangat menaruh perhatian besar kepaa orang-orang miskin dan sakit, menegakkan hukum Gereja dan memajukan Universitas Sorbonne. Empat tahun setelah ia sembuh secara ajaib, ia memimpin langsung Perang Salib untuk membebaskan Tanah Suci. Ia merebut kota Damietta di muara sungai Nil, Mesir, dengan mudah. Tetapi kemudian tentaranya dipaksa menyerah di Mansurah. Louis sendiri ditawan oleh Sultan. Setelah dibebaskan dengan uang jaminan, Louis membawa sisa pasukannya ke Akka, Palestina dan kembali ke Perancis. Semangatnya untuk menguasai Tanah Suci tetap berkobar. Duapuluh tahun kemudian Louis berangkat lagi memimpin pasukan tetapi sayang bahwa Louis meninggal dunia di Tunisia karena serangan disentri. Louis meninggal di Tunisia pada tanggal 25 Agustus 1270. Ia dinyatakan sebagai ‘kudus’ oleh Paus Bonifasius VIII (1294 – 1303) pada tanggal 11 April 1297.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Minggu Biasa XXI-C

Renungan Hari Minggu Biasa XXI, Thn C/I
Bac I   : Yes 66: 18 – 21; Bac II   : Ibr 12: 5 – 7, 11 – 13;
Injil     : Luk 13: 22 – 30

Hari ini sabda Tuhan mau menyadarkan kita bahwa kasih Allah itu tidak selamanya harus diterjemahkan dengan sesuatu yang baik bagi kehidupan manusia. Allah mengasihi manusia tidak hanya dengan menganugerahinya dengan rahmat dan berkat, yang bagi kita dilihat sebagai pengalaman manis nan indah, melainkan juga dengan pengalaman pahit. Inilah yang diungkapkan oleh penulis surat kepada Orang Ibrani dalam bacaan kedua. Karena itu, penulis mengingatkan kita agar tidak “putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya.” (ay. 5). Karena bagi penulis, pengalaman pahit yang merupakan hajaran Tuhan, akan “menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai.” (ay. 11).

Hal senada juga diungkapkan dalam Injil hari ini. Dalam Injil Yesus memberikan pengajaran tentang masuk surga, yang merupakan tujuan akhir perjalanan hidup manusia. Dalam pengajaran-Nya, Yesus menasehati orang banyak untuk berjuang “masuk melalui pintu yang sesak.” (ay. 24). Mungkin kita bertanya, jika Allah mahabaik, kenapa Ia membiarkan kita berdesak-desakan untuk masuk. Di sinilah tampak bahwa Allah sesekali perlu menghajar kita supaya kita tidak menjadi “anak-anak gampang.” (Ibr 12: 8). Atau melalui ini kita disadarkan bahwa untuk mencapai sesuatu itu perlu perjuangan; dan perjuangan itu selalu menuntut kurban.

Hari ini Tuhan melalui sabda-Nya, mengingatkan kita bahwa sekalipun Allah menghajar kita lewat pengalamat pahit dalam hidup, Allah tetaplah mencintai kita. Melalui pengalaman pahit itu Allah hendak menempa iman kita, sehingga kita memiliki mental dan semangat berjuang untuk masuk ke surga. Oleh karena itulah, Tuhan mau agar kita jangan langsung marah dan mengutuk-Nya atas peristiwa pahit dalam hidup kita, melainkan berusaha “datang dan melihat kemuliaan-Ku,” (Yes 66: 18), serta “memberitakan kemuliaan-Ku.” (ay. 19).

by: adrian