Selasa, 30 September 2014

Semalam Di Kapal Bukit Siguntang


Namanya Vera Monica. Apakah itu nama asli atau bukan, aku tidak peduli. Apalah arti sebuah nama! Umurnya, menurut perkiraanku, sekitar 25 tahunan, Mungkin lebih sedikit. Yang jelas tidak lebih dari tiga puluh. Masih muda dan cantik. Rambutnya dipotong pendek model Demi Moore (era awal 90-an), selaras dengan postur tubuhnya yang tinggi langsing. Di antara teman-temannya ¾ semua berjumlah enam orang (cewek semua) ditambah satu orang bapak ¾ dia dianggap sebagai leader (mereka menyebutnya Mak Geng). Barangkali karena faktor usia dan postur tubuhnya tadi.

Kami berkenalan di atas kapal Bukit Siguntang. Ternyata kami sama-sama naik dari pelabuhan Kijang dan tujuan pun sama, yaitu Tanjung Priok. Vera bersama rombongannya tidur di lantai dek lima beralas tikar yang mereka beli dari pedagang yang selalu lalu lalang sebelum kapal berangkat. Aku juga tidur di lantai, tapi bukan dek lima. Persisnya di putaran tangga, pertengahan antara dek empat dan lima. Antara tempatku dan rombongan Vera tak ada batasan. Karena itulah dengan mudah aku memperhatikan mereka, termasuk bila ada yang lagi ganti pakaian. Dari aktivitas memperhatikan inilah akhirnya aku berkenalan dengan Vera.

Jalan Salib di Bukit Kelam, Sintang

Yesus menghibur wanita-wanita yang menangis
Pakaian Yesus ditanggalkan
Yesus dipaku di kayu salib
Berpose di depan perhentian Yesus disalibkan

Renungan Hari Selasa Biasa XXVI - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa XXVI, Thn A/II
Bac I    Ayb 3: 1 – 3, 11 – 17, 20 – 23; Injil                        Luk 9: 51 – 56;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Nabi Ayub. Dalam kitabnya, Ayub mengungkapkan kekecewaan yang dialaminya. Kekecewaan itu sangat berat sehingga Ayub terpaksa mengutuk hari kelahirannya. Bagi Ayub, adalah lebih baik tidak dilahirkan daripada hidup dalam penderitaan. Atau jika dilahirkan hendaknya langsung mati. Apa yang diungkapkan Ayub ini merupakan gambaran kehidupan banyak orang. Kebanyakan orang hanya ingin hidup senang dan bahagia. Ketika penderitaan melanda, ia merasa hidup itu tidak ada artinya dan berpikir lebih baik tidak hidup.

Sikap seperti yang digambarkan Ayub dalam kitabnya itu tampak dalam diri dua murid Yesus, yaitu Yakobus dan Yohanes. Injil menceritakan bahwa Yesus dan para murid-Nya sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem. Mereka melewati kota Samaria. Sebagaimana yang sudah diketahui, orang Samaria tidak pernah akur dengan orang Yerusalem. Dan itulah yang dialami oleh rombongan Yesus. Karena orang Samaria tahu bahwa Yesus dan rombongan-Nya hendak menuju Yerusalem, mereka menolak Dia. Para murid tidak senang ditolak. Mereka merasa dirinya hebat, apalagi Tuhan Yesus bersama mereka. Karena itu, melalui mulut Yohanes dan Yakobus, mereka mengutarakan keinginan untuk membinasakan orang Samaria.

Hidup manusia itu ada susah ada senang. Susah dan senang selalu silih berganti menghampiri hidup setiap manusia. Memang ada perbedaan dalam soal durasi waktu. Yang jelas kedua hal tersebut dapat melekat dalam hidup kita. Sekalipun susah dan senang akan silih berganti, namun ada banyak orang hanya mau menikmati pengalaman senang saja. Dan ketika hidup susah melanda, tak sedikit orang malah merah kepada diri sendiri, bahkan kepada Tuhan. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan mengajak kita untuk siap selalu menerima kedua hal tersebut: susah dan senang. Kita tak perlu bereaksi berlebihan bila mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita.

by: adrian