Setelah ditetapkan sebagai tersangka (Jumat, 22 Februari),
ada begitu banyak tokoh datang melawat Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai
Demokrat, di rumah kediamannya. Ada tokoh dari partai lain, ada dari tokoh HMI,
seperti Akbar Tanjung, dan ada juga Mahfud MD, yang datang dalam kapasitas
beliau sebagai pengurus KAHMI. Tujuan kedatangan mereka hanya satu: memberi
dukungan moral kepada Anas. Soal dukungan ini, datang juga dari KAHMI yang akan
menyiapkan pengacara untuk membela Anas.
Di balik semua aksi itu, masyarakat awam tidak hanya
melihatnya sebagai dukungan moral tetapi pencitraan bahwa masalah penetapan
Anas sebagai tersangka adalah rekayasa politik. Dari sini masyarakat digiring
pada suatu kesimpulan bahwa Anas itu benar, baik dan hanya menjadi korban
politik. Benarkah Anas baik?
Dari pernyataan Anas dalam konfrensi pers di Kantor DPP
Partai Demokrat, Sabtu, 23 Februari, ditambah dengan keterangan mantan Wakil
Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat, Muhammad Rahmad, Minggu 24 Februari (KOMPAS, 25 Februari), saya cuma dapat
mengatakan bahwa Anas itu ternyata JAHAT. Kata ‘jahat’ di sini bukan dalam arti
kriminal, melainkan lebih pada makna moral.
Mengapa saya katakan Anas itu jahat? Bukankah dia bertekad
untuk berdiri di barisan terdepan dalam penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi (KOMPAS, 25 Februari)?
Jika kita menyimak pernyataan Anas saat konferensi pers di
kantor DPP Partai Demokrat dan ditunjang pernyataan Muhammad Rahmad, saya
mengambil kesimpulan bahwa tekad Anas untuk menegakkan hukum dan memberantas
korupsi merupakan aksi balas dendam atas penetapan dirinya sebagai tersangka
korupsi. Tekad Anas tersebut hanyalah merupakan kamuflase atas ketersangkaan
dirinya. Tidak ada niat murni dalam dirinya untuk menegakkan hukum dan
memberantas korupsi.
Apabila memang benar tekad tersebut adalah murni, sudah dari
dulu Anas akan membongkar atau membuka halaman-halaman kasus korupsi. Kenapa
setelah ditetapkan sebagai tersangka Anas baru membuka halaman pertama, yang
umumnya masih basa-basi? Cerita utama biasanya ada pada halaman-halaman
berikutnya. Dan kalau Anas sudah membuka dari dulu, maka sekarang kita sudah
membaca cerita utamanya. Karena itu, tekad Anas hanyalah bohong belaka. Anas
hanya mau pencitraan.
Simak juga pernyataan Muhammad Rahmad. Menurut Rahmad, Anas
punya data terkait penyelewengan sejumlah kasus, termasuk dana talangan Rp. 6,7
Triliun untuk Bank Century. Semenjak menjadi ketua umum, Anas sudah berupaya
memberantas praktik jual-beli surat keputusan partai dan sebagainya. “Karena
itu, menurut hemat saya, saat ini adalah saat yang tepat bagi Anas untuk
melakukan pemberantasan korupsi dalam skala lebih besar,” ujar Rahmad.
Dari sini terlihat jelas bahwa perjuangan untuk membongkar
kasus korupsi skala besar dimotivasi untuk balas dendam dan untuk kepentingan
pribadi; bukannya demi penegakan hukum serta demi kebaikan umum. Jika memang
demi hukum dan demi rakyat, maka sudah seharusnya sejak dulu Anas membongkar
kasus korupsi skala besar yang dia tahu, tanpa harus menunggu status tersangka
dirinya.
Dari alasan-alasan inilah saya menilai Anas itu JAHAT. Sekali
lagi kata ‘jahat’ di sini dalam pengertian moral, bukan kriminal. Tanpa harus
menunggu pembuktian akhir atau vonis hukum, Anas adalah jahat. Kehadirannya
dalam dunia politik tidak murni untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan
pribadi dan kelompoknya.
Karena itu, masalah ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat
agar jangan mudah terkecoh dengan penampilan kalem seseorang. Sekalipun latar
belakangnya HMI, tidak lantas berarti dia menjadi baik. Dari buahnyalah kita
bisa menilai pohon itu baik atau tidak, bukan dari petaninya atau dari
tanahnya. Karena ada juga tanah subur dan petaninya ahli, tapi pohon itu tidak
menghasilkan buah yang baik.
Masalah ini juga menjadi bahan pelajaran bagi masyarakat
untuk menyikapi suatu partai politik. Bisa saja suatu partai menyatakan dirinya
partai yang bersih dan anti korupsi, tapi tidak berani memberantas korupsi di
tubuhnya sendiri. Terhadap kasus Anas ini, biarkanlah KPK bekerja dan memutuskannya.
Kita hanya penonton.
Dan penonton yang baik adalah penonton yang duduk manis sambil menikmati
acara, bukan dengan ikut dalam acara. Misalnya melempar pemain dengan botol
mineral atau masuk ke arena permainan sehingga mengacaukan acara.
by: adrian