Jumat, 31 Januari 2014

(Sharing Hidup) Misa Imlek di Gereja MBK

MISA IMLEK DI GEREJA MARIA BUNDA KARMEL
Tanggal 31 Januari merupakan tepat awal tahun baru China, yang dikenal dengan Hari Raya Imlek. Umat katolik Paroki Maria Bunda Karmel, Tomang (Jakarta Barat) merayakan hari raya itu dengan ekaristi. Perayaan ekaristi dibawakan oleh para romo yang bertugas di paroki
tersebut. (Hal ini jauh berbeda dengan kebiasaan, atau malah cendrung menjadi kebijakan, di salah satu paroki di Kepulauan Riau, dimana misa imlek hanya akan dipimpin oleh pastor kepala parokinya, sementara pastor pembantunya “disingkirkan” ke stasi). Saat itu Gereja Maria Bunda Karmel didominasi warna  merah.

Di setiap pintu masuk gereja ada petugas penerima tamu yang sekaligus pembagi angpao dan kue. Para petugas ini adalah anak-anak OMK Maria Bunda Karmel. Setiap orang yang masuk akan mendapatkan angpao dan kue itu. Yang unik dan menarik dari kue itu adalah, di dalam kue itu ada kertas yang bertuliskan ayat Kitab Suci. Dengan ide ini, setiap orang akan dapat menikmati santapan jasmani (kue) dan santapan rohani (ayat Kitab Suci). Hal ini seakan hendak menegaskan perayaan yang akan dirayakannya.


Misa dimulai pukul 08.00, diawali dengan tarian oleh anak-anak dengan berseragamkan pakaian China. Dengan mengenakan kasula merah, para imam diiringi petugas liturgi lainnya, memasuki gereja. Ada lima orang romo yang memimpin misa. Selebran utamanya adalah Rm. Jefri. Pastor kepala paroki justru tidak hadir. Dan sebagai gantinya ada pastor misionaris dari Tanah Jawa yang bertugas di Negeri Tirai Bambu. Saat itu ia sedang cuti.


Dalam perayaan ekaristi itu, Romo Jefri mengawali kata pengantarnya dengan menggunakan bahasa mandarin. Banyak orang berwajah bengong. Saya coba bertanya kepada seorang ibu yang duduk di samping saya, apakah dia mengerti apa yang dikatakan oleh romo tadi. Ibu itu hanya menggeleng dan berkata bahwa idak tidak mengeerti sama sekali. Tapi untungnya Romo Jefri langsung menerjemahkannya sehingga banyak orang mengangguk-angguk kepala.

Pada liturgi sabda, bacaan pertama dan Injil dibacakan Sabda Tuhan dengan menggunakan bahasa Mandarin. Untuk panitia menyiapkan terjemahan dalam bahasa Indonesia melalui infokus. Inti Sabda Tuhan dalam perayaan itu adalah agar umat tidak terlalu cemas akan hidupnya dan menyerahkan hidup ini kepada penyelenggaraan ilahi. Hal ini kemudian ditekankan oleh romo tamu dalam sharingnya ketika bertugas di Negeri China sebagai misionaris.

Sebelum berkat penutup, Romo Jefri memberkati jeruk-jeruk yang telah disiapkan oleh panitia. Jeruk-jeruk ini nantinya akan dibagikan kepada setiap umat sebagai berkat. Dan itulah yang terjadi. Setelah berkat penutup, para romo menyebar ke tempat-tempat strategis untuk membagi-bagi jeruk tadi. Umat maju dengan tertib, tanpa desak-desakan untuk menerima berkat dari imamnya.


Cukup menarik. Apa yang saya lihat, yaitu acara membagi-bagi berkat, merupakan tradisi yang ada hampir di semua daerah Asia. Di Indonesia ada juga tradisi itu. Biasa dikenal dengan “rebutan”, karena orang mendapatkannya dengan cara berebut. Saat lebaran juga ada tradisi bagi-bagi uang, yang dinyakini sebagai membagi berkat. Biasanya dalam kegiatan ini selalu ada korban. Orang berjuang untuk mendapatkan berkat, sampai-sampai dia harus menindas sesamanya. Namun di sini ada yang berbeda. Kalau di tempat lain acara bagi-bagi itu selalu membawa korban, karena orang berebutan dan berdesak-desakan, di gereja tidak ada budaya rebutan itu. Semuanya mendapat berkat tanpa harus “menindas” orang lain.


Wajah umat, setelah perayaan ekaristi, terlihat ceria. Mereka mendapat berkat dari para imamnya. Mereka yakin juga mendapat berkat dari Tuhan. Seperti biasa, akhir dari semuanya itu adalah acara foto-foto. Maklum, dekorasi perayaan syukur imlek ini sangat indah. Terlalu sayang kalau tidak diabadikan. Saya pun tak mau ketinggalan. Hanya sayang, tiba-tiba batrei kamera saya low. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang kembali ke asrama.
Jakarta, 31 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 31 Januari: St. Yohanes Bosko

SANTO YOHANES BOSKO, IMAM & PENGAKU IMAN
Yohanes Melkior Bosko lahir pada tanggal 16 Agustus 1815 di Becchi, sebuah desa dekat dengan kota Torino, Italia. Ketika menanjak remaja, anak petani yang sederhana ini tidak diperkenankan masuk sekolah oleh orang tuanya karena diharuskan bekerja di ladang. Dalam situasi ini ia diajar oleh seorang imam yang baik hati. Jerih payah imam tua itu menyadarkan orang tua Bosko akan pentingnya nilai pendidikan. Oleh karena itu, sepeninggal imam tua itu, ibunya menyekolahkannya ke Castelnuovo. Pendidikan di Castelnuovo ini diselesaikannya dalam waktu satu setengah tahun. Kemudian ia mengikuti pendidikan imam di seminari Chieri dan ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1841. Karyanya sebagai imam diabdikan seluruhnya pada pendidikan kaum muda. Ia membuka sebuah perkumpulan untuk menampung anak-anak muda yang terlantar, buta huruf dan miskin. Cita-citanya ialah mendidik para kawula muda itu menjadi manusia-manusia yang berguna dan mandiri. Ia berhasil mengumpulkan 1000 orang pemuda dari keluarga-keluarga miskin. Dengan penuh kesabaran, pengertian dan kasih sayang, ia mendidik mereka hingga mereka menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab. Salah seorang muridnya yang terkenal adalah Dominikus Savio, yang kemudian hari menjadi orang kudus.

Keberhasilannya ini terus membakar semangat untuk memperluas karyanya. Untuk itu ia mendirikan sebuah rumah yatim piatu dan asrama. Dengan demikian para pemuda itu dapat tinggal bersama dalam satu rumah untuk belajar dan melatih diri dalam ketrampilan-ketrampilan yang berguna untuk hidupnya. Untuk pendidikan ketrampilan, Bosko mengubah dapur di rumah ibunya menjadi sebuah bengkel sepatu dan bengkel kayu. Bengkel inilah merupakan Sekolah Teknik Katolik yang pertama. Sekolah ini tidak hanya menghindarkan pemuda-pemuda dari kenakalan remaja, tetapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin di bidang industri dan teknik. Lebih dari itu, cara hidup Bosko sendiri berhasil membentuk kepribadian pemuda-pemuda itu menjadi orang-orang Kristen yang taat beragama bahkan saleh. 

Pada tahun 1859 atas restu Paus Pius IX (1846 - 1878), Bosko mendirikan sebuah tarekat religius untuk para imam dan bruder, yang dinamakan Kongregasi Salesian. Kemudian pada tahun 1872, bersama Santa Maria Mazzarello, Bosko mendirikan Serikat Puteri-puteri Maria yang mengabdikan diri dalam bidang pendidikan kaum puteri. Bosko mendirikan banyak perkumpulan di sekolah. Ia dikenal sebagai perintis penerbitan Katolik dan rajin menulis buku-buku dan pamflet. Ia pun mendirikan banyak gereja dan membantu meredakan pertentangan antara tahta Suci dengan para penguasa Eropa. Dalam karyanya yang besar ini, Bosko selalu menampilkan diri sebagai seorang imam yang saleh, penuh disiplin dan rajin berdoa. Ia menjadi seorang Bapa Pengakuan yang terpercaya di kalangan kaum remaja. Pada saat-saat terakhir hidupnya, ia menyampaikan pesan indah ini: Katakanlah kepada anak-anakku, aku menanti mereka di surga. 

Yohanes Bosko meninggal dunia pada tahun 1888 dalam usia 72 tahun. Pada tanggal 2 Juni 1929, Yohanes Melkior Bosko dinyatakan sebagai "Beato" dan pada tanggal 1 April 1934 ia digelari "Santo" oleh teman dekatnya Paus Pius XI (1922 - 1939).

Renungan Hari Jumat Biasa III - Thn II

Renungan Hari Jumat Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 11: 1–4a, 5–10a, 13–17; Injil        : Mrk 4: 26–34

Bacaan pertama hari ini mengisahkan dosa Daud. Berawal dari nafsu yang kemudian diikuti dengan perzinahan. Terakhir Daud berdosa karena terlibat secara tak langsung atas kematian Uria, suami teman perzinahannya. Daud-lah yang merencanakan kematian Uria. Di sini mau dikatakan bahwa dosa Daud yang besar itu berawal dari hal yang kecil dan sederhana.

Sama sekaligus berbeda, demikian halnya dengan Injil hari ini. Dalam Injilnya, Markus menyampaikan dua perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Allah. Keduanya memiliki kesamaan, yaitu Kerajaan Allah berawal dari sesuatu yang kecil. Di sinilah letak kesamaannya dengan bacaan pertama. Perbedaannya, kalau Injil menekankan Kerajaan Allah, bacaan pertama bisa dikatakan sebagai kerajaan setan. Keduanya bermula dari hal-hal yang sepele.

Sesuatu yang besar itu selalu berawal dari yang kecil. Kiranya inilah yang mau disampaikan sabda Tuhan hari ini. Kejahatan besar atau kebaikan dapat dimulai dari hal kecil dan sepele. Namun bukan berarti kita diminta untuk mengikuti teladan Daud. Bacaan pertama menyadarkan kita bahwa dosa atau pelanggaran besar bisa bermula dari hal-hal sederhana. Untuk itu, Tuhan menghendaki supaya kita menghindarinya. Tuhan mengajak kita untuk tidak memberi peluang kepada dosa. Sebaliknya Tuhan meminta kita untuk senantiasa berbuat baik, sekalipun itu kecil, sepele dan sederhana. Dari yang kecil itulah, nantinya kebaikan itu tumbuh menjadi besar sehingga orang lain dapat merasakan dan menikmatinya.

by: adrian

Kamis, 30 Januari 2014

Air Terjun, Pongkar, Tanjung Balai Karimun (2010)

 



Wens bersama keluarga Mbak Tanti





Kebetulan pagi tadi lum mandi, cuci muka dulu ahk......









Eksis dulu
Keren kan????










Siap-siap mau terbang.....
Ada yang mau terbang juga....





Seru banget....






Anak kambing: takut air

Selalu ceriah

Orang Kudus 30 Januari: St. Batildis

SANTA BATILDIS, PENGAKU IMAN

Informasi mengenai orang kudus ini amat sangat terbatas. Yang pasti Batildis hidup pada abad IV. Ketika masih gadis, Batildis dijual kepada seorang pejabat istana, tetapi kemudian ia dinikahi oleh Raja. Sepeninggal suaminya ia memerintah sampai puteranya dewasa dan menggantikannya sebagai raja. Batildis kemudian menjadi suster biasa di Chelles, Perancis. Ia meninggal dunia pada tahun 680.

Renungan Hari Kamis Biasa III - Thn II

Renungan Hari Kamis Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 7: 18 – 19, 24 – 29; Injil            : Mrk 4: 21 – 25

Bacaan pertama hari ini, memuat doa Daud kepada Allah. Dalam doanya, Daud meminta Allah untuk memenuhi janji-Nya terhadap dirinya dan juga keluarganya. Daud menekankan kalau dirinya sudah memenuhi kehendak Allah, sehingga sudah sepantasnya ia menuntut kebaikan Allah. Namun yang menarik adalah semua itu bukan semata-mata demi kepentingan Daud dan keluarganya, melainkan juga kemuliaan Allah (ay. 26). Artinya, Daud melaksanakan kehendak Allah, dan dengan demikian nama Allah semakin dimuliakan.

Sikap seperti itulah yang diminta Yesus dalam Injil. Markus, dalam Injilnya, menyampaikan ajaran Yesus soal pelita. Yesus menghendaki agar kita bersinar bagi orang lain. Sinar kebaikan dan kebenaran janganlah dinikmati sendiri. Itulah maksud dari pelita “di bawah gantang atau di bawah tempat tidur.” (ay. 21). Bagi Yesus, pelita harus diletakkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang. Dengan demikian orang dapat memuliakan Allah, sumber cahaya itu.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk senantiasa mendahulukan kehendak Allah. Sabda Tuhan meminta kita untuk meniru teladan Daud, yang melakukan kehendak Allah bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan kemuliaan Allah. Melalui Daud, nama Allah semakin besar dan orang lain merasakan dan memuliakannya. Itulah gambaran pelita. Tuhan menghendaki agar kita tampil sebagai pelita yang diletakkan di atas kaki dian, sehingga melalui kita orang lain dapat merasakan keselamatan Allah.

by: adrian

Rabu, 29 Januari 2014

Pola Bermain Bayi

POLA BERMAIN YANG UMUM DARI MASA BAYI
Sensomotorik
Ini adalah bentuk permainan yang paling awal dan terdiri dari tendangan, gerakan-gerakan mengangkat-angkat tubuh, bergoyang-goyang, menggerak-gerakkan jari jemari tangan dan kaki, memanjat, berceloteh dan menggelinding.

Menjelajah
Dengan berkembangannya koordinasi lengan dan tangan, bayi mulai mengamati tubuhnya dengan menarik rambut, menghisap jari-jari tangan dan kaki, memasukkan jari-jari ke dalam pusar dan memainkan alat kelamin. Mereka mengocok, membuang, membanting, menghisap dan menarik-narik mainan dan menjelajah dengan cara menarik, membanting dan merobek benda-benda yang dapat diraihnya.

Meniru
Dalam tahun kedua, bayi mencoba meniru kelakuan orang-orang yang di sekitar mereka, seperti membaca majalah, menyapu lantai atau menulis dengan pensil atau krayon.

Berpura-pura
Selama tahun kedua, kebanyakan bayi memberikan sifat kepada mainnya seperti sifat-sifat yang sesungguhnya. Boneka-boneka hewan diberi sifat hewan sungguhan sama halnya boneka atau mobil-mobilan dianggap seperti orang atau mobil.

Permainan
Sebelum berusia satu tahun bayi memainkan permainan-permainan tradisional seperti “ciluk ba”, “petak umpet” (sembunyi-sembunyian) dan sebagainya. Biasanya dilakukan bersama orang tua, nenek atau kakak-kakak.

Hiburan
Bayi senang dinyanyikan, diceritai dan dibacakan dongeng-dongeng. Kebanyakan bayi menyenangi siaran radio dan televisi dan melihat gambar-gambar.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 90


Orang Kudus 29 Januari: St. Yosep Freinademetz

SANTO YOSEP FREINADEMETZ, PENGAKU IMAN
Freinademetz lahir pada tanggal 15 April 1852 di Abtei, Tyrol Selatan, sebuah daerah di lembah pegunungan Alpen. Semenjak kecil, ia bercita cita menjadi iman. Kedua orang tuanya merestui cita-citanya yang luhur itu. Maka ia masuk seminari untuk mengikuti pendidikan imamat. Ia berhasil meraih cita-cita tatkala ia di tabhiskan imam di Brixen pada tanggal 25 Juli 1875.

Karier imamatnya dimulai dengan menjadi pastor di Paroki Santo Martinus hingga tahun 1878. Pada waktu itu Arnold Janssen mendirikan sebuah serikat religius baru, yang dinamakan Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah). Serikat yang berkedudukan di Steyl, Belanda ini mengabdikan diri pada pendidikan imam-imam misionaris. Freinademetz yang memiliki semangat misioner bergabung bersama Arnold Janssen untuk mengembangkan serikat ini. Dia sendiri bercita-cita menjadi seorang misionaris di Tiongkok. Untuk itu ia mempelajari bahasa Tiong Hoa dan adat istiadat Cina.

Cita-citanya ini terwujud ketika ia diutus sebagai misionaris negeri Tiongkok bersama rekannya Pater Anzer. Pada tanggal 20 April 1879 mereka tiba di Hongkong. Uskup Raymondi yang memimpin Gereja di Hongkong menerima mereka. Tak lama kemudian Freinademetz ditempatkan di Propinsi Shantung. Di sana ia bekerja bersama bruder Antonio, seorang biarawan Fransiskan.

Kemahirannya dalam berbahasa Tionghoa sungguh membantunya dalam pergaulan dengan umat setempat. Ia dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan umat di Shantung. Kepribadiannya yang menarik, sifatnya yang rendah hati, rajin, sederhana dan berkemauan keras membuat dia sangat dicintai oleh umatnya baik yang dewasa maupun anak anak. Semuanya itu sungguh memudahkan dia dalam karya pewartaannya.

Ia dengan tekun mengunjungi desa-desa untuk mewartakan Injil dan melayani Sakramen, ditemani oleh seorang katekis. Kepadanya selalu diberitahukan agar berhati-hati terhadap segala bahaya. Tetapi ia tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya apa saja, karena ia yakin bahwa Tuhan senantiasa menyertainya.

Ketika dengan gigih membela umatnya dari rongrongan kaum revolusioner, ia ditangkap dan disiksa secara kejam. Tetapi semua penderitaan yang dialaminya tidak mengendurkan semangatnya untuk terus meneguhkan iman umatnya dan terus mewartakan Injil. Dalam keadaan sengsara hebat itu, ia bahkan terus berkhotbah untuk menyadarkan para penyiksanya akan kejahatan mereka. Akhirnya dia dilepaskan kembali dan dibiarkan menjalankan tugasnya seperti biasa. Setelah peristiwa itu, ia dipindahkan ke Shashien, sebuah paroki yang subur dan ramah penduduknya. Di sana ia berhasil mempertobatkan banyak orang dengan khotbah dan pengajarannya.

Karena kepribadiannya dan keberhasilannya, ia diminta untuk menjadi Uskup. Tetapi hal ini ditolaknya. Akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 28 Januari 1908 karena penyakit Typus.

Pada tanggal 19 Oktober 1975 Yosep Freinademetz dianugerahi gelar “Yang Berbahagia” (beato) oleh Paus Paulus VI. Dan oleh Paus Yohanes Paulus II, ia digelari “Kudus”, pada tanggal 5 Oktober 2003.

Renungan Hari Rabu Biasa III - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 7: 4 – 17; Injil        : Mrk 4: 1 – 20

Dalam bacaan pertama hari ini, penulis Kitab kedua Nabi Samuel, mengibaratkan relasi Allah dengan umat Israel sebagai relasi petani dengan tanaman. Allah adalah petaninya dan umat Israel adalah tanamannya. Dunia adalah lahannya. Allah tahu persis di mana Dia akan menanamkan tanaman-Nya itu, sehingga tidak akan ditindas oleh orang-orang lalim (ay. 10). Allah sendiri yang akan menanamkannya. Sikap berserah kepada kehendak Allah menjadi mutlak demi keselamatan.

Sedikit berbeda, Injil juga menampilkan pengajaran Yesus tentang petani atau penabur benih. Kalau dalam bacaan pertama manusia itu adalah benih atau bibit tanamannya, maka dalam Injil manusia itu adalah lahan atau tanahnya. Ada empat jenis lahan, mau menggambarkan empat jenis manusia.  Dalam Injil ini, peran manusia sangat diharapkan agar benih itu tumbuh dan menghasilkan buah. Peran yang dimaksud adalah keterbukaan hati dalam menerima, mengolah dan mengembangkan benih itu.

Hari ini, melalui sabda-Nya, Tuhan menyadarkan kita bahwa Allah menghendaki kita bahagia dan selamat. Bacaan liturgi hari ini mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan itu, dibutuhkan dua sikap dasar dari kita. Pertama, sikap berserah diri pada kehendak Allah. Kedua, sikap terbuka dalam menerima kehendak Allah. Kedua sikap ini merupakan dua sisi dari satu koin. Artinya, kedua sikap ini tidak boleh dipisahkan.

by: adrian

Selasa, 28 Januari 2014

Orang Kudus 28 Januari: St. Karolus Agung

SANTO KAROLUS AGUNG, RAJA & PENGAKU IMAN

Karolus hidup antara tahun 742 - 814. Ia dikenal sebagai seorang negarawan dan Kaisar Fraken yang gigih membela kepausan. Sebagai ahli pedang ia berhasil menyatukan hampir seluruh Eropa Barat dan Tengah di bawah pemerintahannya. Karolus Agung memajukan banyak biara Benediktin dan sekolah katedral serta mendirikan keuskupan-keuskupan. Ia menarik para ilmuwan ke Istana dan memberikan semangat kepada para seniman. Hidup pribadinya tidak begitu mulus, namun ia dihormati sebagai seorang Santo di keuskupan Aachen, Jerman.

Alasan Gramedia Membakar Buku

Sekitar minggu pertama bulan Maret 2012, Gramedia menerbitkan sebuah buku karya terjemahan karangan Douglas Wilson dengan judul “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”. Minggu kedua Maret buku terjemahan itu mulai diedarkan. Dari data, Gramedia mencetak buku itu sebanyak 3.000 eksemplar; dan buku yang sudah laku terjual hingga awal Juni sebanyak 489 eksemplar.

Pada hari Senin, 11 Juni 2012, seorang warga bernama Irwan Arsidi melapor Gramedia Pustaka Utama ke Polda Metro Jaya, berkaitan dengan isi buku terjemahan itu. Pihak Gramedia (ada 3 orang) disangkakan telah melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum atau dikenai pasal 156 ayat a, pasal 157 ayat 1 dan pasal 484 ayat 2 KUHP.

Pangkal masalah terdapat pada halaman 24 buku itu, di mana ada tulisan tentang nabi Muhammad SAW yang bertentangan dengan fakta, berkaitan dengan aktivitas beliau di kota Madinah. Bagi Irwan Arsidi uraian tersebut merupakan bentuk penghinaan dan bertentangan dengan agama islam. Irwan merasa dirugikan dengan beredarnya buku itu. Seperti tak mau kalah dengan umatnya, MUI juga mengharapkan adanya tindakan disiplin oleh kalangan internal Gramedia terhadap pihak yang dilaporkan.

Agar tidak berdampak lebih luas dan lebih buruk, maka Gramedia Pustaka Utama langsung beraksi. Mereka langsung menarik kembali buku tersebut dan meminta maaf kepada seluruh umat islam di Indonesia. Direktur Utama PT Gramedia Pustaka Utama mengakui keteledoran penerbit karena menerjemahkan buku sesuai dengan buku aslinya. Artinya, mereka menerjemahkan isi buku apa adanya. Setelah meminta maaf dan menarik buku dari peredaran, pihak Gramedia langsung memusnahkan buku yang aslinya berjudul “5 Cities That Ruled the World”. Maka pada 13 Juni lalu, disaksikan beberapa pengurus MUI, Gramedia membakar 216 eksemplar. Sebelumnya Gramedia sudah memusnahkan 1.000 buku. Yang lain masih dalam perjalanan.

Melihat Sisi Gramedia
Gramedia adalah simbol industri buku. Berbicara tentang Gramedia tak mungkin dipisahkan dari buku. Gramedia merupakan penerbit buku yang terbesar di Indonesia. Buku terbitan Gramedia selalu bermutu, bukan cuma kualitas cetakan melainkan juga isi bukunya. Gramedia memang identik dengan buku berkualitas.

Karena itu adalah tugas dan tanggung jawab Gramedia untuk menghadirkan buku-buku berkualitas. Tanggung jawab ini tidak hanya bersifat eksternal, yaitu kepada para pembeli/pembaca, tetapi juga bersifat internal. Tentulah hanya naskah-naskah yang berkualitas yang akan mereka cetak dan terbitkan. Untuk hal ini tentulah ada ahlinya. Mereka dengan bertanggung jawab akan berusaha mencari, melihat dan menyeleksi naskah-naskah buku yang bermutu.

Dari sini kita dapat mengajukan pertanyaan, salahkah pihak Gramedia dengan terbitnya buku terjemahan itu? Berkaitan dengan materi laporan Irwan, saya sama sekali tidak tahu karena saya buta hukum. Akan tetapi kalau dikaitkan penilaian Irwan bahwa pihak Gramedia melakukan penghinaan dan bahwa isi buku tersebut bertentangan dengan agama islam, saya bisa katakan Gramedia tidak salah.

Terhadap buku-buku berbahasa asing, pihak Gramedia hanya menerjemahkannya saja. Demikian terhadap buku karya Douglas Wilson. Seperti yang dikatakan Direktur Utama PT GPU, untuk buku karya Douglas tersebut pihak Gramedia hanya menerjemahkannya apa adanya. Jadi, terjemahan itu sesuai dengan aslinya. Gramedia menampilkan isi buku Douglas apa adanya. Di mana letak kesalahan Gramedia? Siapa yang melakukan penghinaan? Apakah Gramedia sudah mengubah terjemahannya sehingga isinya ada yang tidak sesuai dengan fakta dan agama islam?

Bagi saya pribadi, jika Gramedia tidak menerjemahkan sesuai dengan aslinya sehingga uraian hasil terjemahan itu bertentangan dengan agama islam barulah pihak Gramedia salah. Artinya, bahwa naskah asli buku Douglas sudah sesuai dengan fakta dan agama islam, lalu diterjemahkan oleh Gramedia tidak sesuai dengan aslinya sehingga ada penyimpangan terjemahan, yang berdampak juga pada pernyimpangan lainnya, maka pihak Gramedia dapat disalahkan. Yang terjadi (ini masih menurut pengakuan Direktur Utama PT GPU) adalah pihak Gramedia menerjemahkan buku itu apa adanya, sesuai dengan aslinya. Jadi tidak ada salah dalam terjemahan.

Kalau begitu, tidak tepatlah tuntutan Irwan Arsidi dan MUI terhadap Gramedia. Konon ide pemusnahan buku tersebut berasal dari MUI. Pihak Gramedia tak salah. Yang salah adalah Douglas Wilson, sang penulis buku itu. Karena itu, tuntutan harusnya dilayangkan kepada penulis buku itu, bukan kepada penerjemah atau pun penerbit buku terjemahan itu.

Akan tetapi, mengapa Gramedia tetap memusnahkan buku itu?

Saya langsung teringat akan peristiwa tabloid Monitor edisi 15 Oktober 1990 yang memuat hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta”. Hasil polling yang tentu juga melibatkan umat islam dan monitor hanya menampung hasilnya, dinilai umat islam melecehkan nabi Muhammad. Massa umat islam mengamuk dan mengobrak-abrik kantor Monitor. Akhirnya Monitor dibredel dan Arswendo mendekap dalam penjara untuk beberapa tahun.

Kiranya memori ini masih membekas pada pihak Gramedia. Mereka takut berhadapan dengan massa islam. Seolah-olah ada kesan begini terhadap umat islam: “Kami mayoritas. Kami punya massa. Jangan main-main dengan kami. Loe silap kami sikat!” Karena itulah, pihak Gramedia akhirnya memilih jalan aman: segera memusnahkan buku-buku terjemahan itu. Gramedia takut bukan karena salah, tetapi karena resikonya sangat besar. Sekalipun benar, Gramedia memilih amannya saja.

Tindakan yang Disayangkan
Ketika akhirnya Gramedia memilih memusnahkan buku terjemahan itu, saya pribadi sangat menyayangkan tindakan itu. Memang harus diakui bahwa Gramedia melakukan tindakan itu karena ditekan oleh ketakutan pada massa islam. Kejadian yang menimpa “anak” mereka Tabloid Monitor benar-benar masih membekas. Padahal Gramedia tidak salah. Mereka hanya menerjemahkan saja. Kecuali kalau terjemahan itu yang salah, tidak sesuai dengan aslinya dan bertentangan dengan agama islam.

Apa yang dilakukan oleh Gramedia ini bukanlah baru kali ini saja. Sudah begitu banyak Gramedia menerbitkan buku yang bertentangan dengan agama. Hanya selama ini belum pernah menyinggung agama islam. Dulu Gramedia pernah menerbitkan buku terjemahan tentang makam keluarga Yesus yang pernah dimuat di National Geographic. Jelas, isi buku tersebut bertentangan keyakinan umat kristen selama ini. Gramedia juga pernah menerbitkan karya Anand Krisna Sabda Pencerahan Ulasan Khotbah Yesus Di Atas Bukit Bagi Orang Modern dan Isa: Hidup dan Ajaran Sang Masiha. Bagi umat kristen dua buku ini bertentangan dengan fakta sejarah dan ajaran kristiani.

Akan tetapi umat kristen tidak mengamuk atau menuntut agar pihak Gramedia memusnahkan buku-buku yang telah melecehkan agama kristen. Gramedia juga tak pernah mengeluarkan pernyataan maaf telah menerbitkan buku itu. Apakah umat kristen tidak punya power? Saya pikir bukan itu masalahnya. Umat kristen lebih memilih cara terpuji dan terdidik: buku dilawan dengan buku. Maka terhadap buku-buku yang dinilai telah bertentangan dengan agama kristen, dikeluarkanlah buku-buku yang melawan balik isi buku tersebut. Bukan dengan emosional yang membabibuta, melainkan dengan cara ilmiah. Dari sini umat diajak untuk berpikir kritis. Setelah membaca dua buku yang saling bertentangan, umat sendiri akan menilai dan menemukan kebenaran.

Karena itu, sangat bijak kalau umat islam membuat buku yang menyatakan bahwa buku karya Douglas Wilson adalah keliru. Dan dalam uraian itu tentulah sangat diharapkan disertakan data-data akurat yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena dalam bukunya tentulah Douglas menyertakan data pustaka. Jadi, buku terjemahan itu tetap dibiarkan dan munculkan buku “tandingan”. Biarkanlah umat sendiri yang menilai dan menemukan kebenarannya. Dengan ini tampak jelas bahwa buku benar-benar mencerdaskan bangsa.
Tanjung Balai Karimun, 14 Juni 2012
by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa III - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 6: 12b – 15, 17 – 19; Injil          : Mrk 3: 31 – 35

Kemarin bacaan pertama mengisahkan bahwa Daud sudah resmi menjadi raja bangsa Israel. Hari ini Kitab Nabi Samuel yang kedua menggambarkan peran Daud sebagai raja. Dikatakan bahwa Daud benar-benar menjadi raja untuk bangsa Israel. Daud tidak hanya memperhatikan keluarga atau sukunya saja, melainkan seluruh warga kerajaan Israel. Salah satu bentuk perhatian itu adalah memberikan makanan “kepada seluruh bangsa itu, kepada seluruh khalayak ramai Israel...” (ay. 19). Daud telah meruntuhkan sekat-sekat pemisah. Baginya, semua rakyat Israel adalah bersaudara.

Pesan ini juga yang hendak disampaikan Yesus dalam Injil. Hari ini Markus bercerita tentang Yesus yang kedatangan anggota keluarga-Nya saat Dia sedang mengajar. Kepada-Nya disampaikan bahwa ibu dan para saudara-Nya mau menemui Dia (ay. 32). Dari sinilah kemudian Yesus memberikan pengajaran-Nya. Di saat orang lain menekankan soal ikatan kekeluargaan secara biologis, Yesus justru menampilkan ikatan kekeluargaan secara iman yang melampaui ikatan-ikatan duniawi. Dan inilah yang hendak dibangun Yesus.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tidak terlalu terikat dengan ikatan-ikatan primordial. Tuhan menghendaki supaya kita melampaui semua hal itu. Bukan berarti ikatan keluarga secara biologis itu tidak penting; atau suku itu tak ada nilainya. Semuanya itu penting bernilai. Namun janganlah hal itu menjadi penghalang untuk tumbuhnya benih Kerajaan Allah. Misi Yesus adalah menghadirkan Kerajaan Allah. Untuk itu, semangat kebersamaan dan persaudaraan yang tidak dibatasi pada hubungan keluarga atau suku merupakan hal yang penting dalam Kerajaan Allah. Di sini berarti Allah-lah yang menjadi pemersatu ikatan kita.

by: adrian

Senin, 27 Januari 2014

Foto-fotoku Thn 1996 - 1997






Saya, Polly dan Arka, mau pergi retret di Brombos
Peserta retret di Brombos



Rekreasi di sungai
Aleks, Marko dan saya bermain bersama




Menikmati hidangan makan malam
Rekreasi bersama sebelum doa malam








Meditasi dalam keheningan

Renungan Hari Senin Biasa III - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 5: 1 – 7, 10; Injil   : Mrk 3: 22 – 30

Kitab Samuel yang kedua, dalam bacaan pertama hari ini, mengisahkan tentang pengurapan Daud menjadi Raja. Sebenarnya Daud sudah menjadi raja ketika dirinya diurapi oleh Samuel, namun de facto baru terjadi pada saat pengakuan tua-tua Israel (ay. 3). Karena dia akan memimpin rakyat, maka dia juga butuh pengakuan dari rakyat. Namun yang menarik dari bacaan pertama ini ada pada bagian terakhir. Sebelumnya dikisahkan kalau Daud selalu berhasil dalam mengembangkan kerajaannya. Lalu, “makin besarlah kuasa Daud, sebab Tuhan, Allah semesta alam, menyeratinya.” (ay. 10).

Bersama Allah Daud berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Tema ini juga yang ditekankan Yesus dalam Injil hari ini. Yesus dituding telah menggunakan kuasa setan untuk mengusir setan (ay. 22). Karena itulah, Yesus menyampaikan pengajaran-Nya, bahwa tak mungkin setan mengalahkan setan. Itu akan merugikan setan sendiri; dan setan sadar akan hal itu. Tentulah setan tidak mau hal itu terjadi. Bagi Yesus, kekuatan setan hanya bisa dikalahkan dengan kekuatan Allah. Bersama Allah, kita dapat menghalau kuasa kegelapan.

Dunia kita ini merupakan panggung pertempuran antara kejahatan dan kebaikan; antara kebenaran dan kebohongan. Sabda Tuhan hari ini mau mengajarkan kita bahwa untuk melawan kejahatan, kita tidak bisa bersekutu dengan kejahatan. Atau, tidak bisa melawan kebohongan dengan kebohongan. Kita harus berada pada pihak kebaikan dan kebenaran. Dan ini berarti kita berada di pihak Allah. Hari ini, Tuhan menghendaki kita untuk senantiasa bersama Dia melawan kejahatan dan kebohongan dalam kehidupan ini.

by: adrian

Minggu, 26 Januari 2014

(Sharing Hidup) Goa Maria Sendang Sriningsih

ZIARAH KE GOA MARIA SENDANG SRININGSIH
Tanggal 5 Januari, setelah misa, saya berangkat menuju Goa Maria Sendang Sriningsih. Kemarin, waktu saya ke Dharma Karya (Klaten), dari jendela bus saya melihat ada papan bertuliskan Goa Maria Sendang Sriningsih. Dalam ingatan saya, lokasinya tidaklah terlalu jauh dari Prambanan. Karena itu, dengan motor Poldo, saya segera meluncur ke sana.
 
Setelah menemukan simpang masuknya, saya menyusuri jalan menuju lokasi ziarah. Awalnya saya berpikir kalau tempatnya tidak jauh dari jalan raya. Namun ternyata sangat jauh dan berliku. Saya hanya mengandalkan keterangan orang yang saya tanya di pinggiran jalan dan mengikti kata hati. Dan akhirnya saya sampai juga.

Motor saya parkir di tempat yang telah disediakan. Dengan berjalan kaki, saya menapaki jalan salib menuju lokasi ziarah. Sepanjang jalan saya dibuat kagum dengan situasi dan keadaan tempat ziarah ini: sungguh alami dan sejuk. Sepanjang jalan kita dinaungi keteduhan pepohonan. Saya berhenti sebentar di “Golgota” sebelum akhirnya menuju Goa Maria.

Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang berdoa. Ada juga satu keluarga yang datang berdoa dan berekreasi. Setelah berfoto-foto sebentar, saya akhirnya berdoa. Sebelum pulang,
saya meminta seorang bapak untuk mengambil foto diri saya. Tanpa saya duga, bapak ini dapat menebak status saya. Maka, kami pun larut dalam obrolan.

Derita Murid Kristus
Awalnya bapak itu menanyakan soal toleransi keadaan umat di wilayah keuskupan, secara khusus dalam kaitannya dengan saudara-saudara muslim. Saya mengatakan bahwa di tempat saya Gereja mengalami perlakuan diskriminasi. Saya mengambil contoh soal pembangunan seminari menengah di Pangkalpinang dan gedung gereja di Tanjung Balai Karimun. Saya juga memaparkan soal masalah yang sama yang terjadi di Pulau Burung (Kabupaten Indragiri Hilir), salah satu stasi dari Paroki St. Joseph Tanjung Balai Karimun, serta soal pembangunan gereja yang disegel di Pekan Baru.


Setelah mendengarkan sharing saya, bapak itu pun bercerita kisahnya. Ia menceritakan kisahnya dengan mata sedikit berkaca-kaca. Sungguh, saya dibuat kaget olehnya. Selama ini saya mengira bahwa umat kristiani di daerah Jawa Tengah mendapatkan perlakuan yang tidak sama dengan saudara-saudaranya di luar Jawa. Salah satu yang menarik dari cerita bapak itu adalah soal rumah Romo Greg, yang disegel. Menurut ceritanya, rumah itu sering digunakan untuk kegiatan rohani. Namun oleh ormas islam, rumah itu disegel. Kegiatan kerohanian dilarang. Padahal rumah itu rumah pribadi. Selain kisah rumah Romo Greg, bapak itu juga mengisahkan soal penyegelan tempat ziarah.

Mendengar kisah bapak itu, saya jadi teringat akan kisah Ibu Sri, umat Katedral Bogor, yang sedang mengunjungi putra-putrinya yang kuliah di Yogya. Umat kristen, termasuk juga katolik di Keuskupan Bogor mengalami perlakuan tak adil. Sebenarnya ada banyak gereja mau dibangun; ada banyak gereja hendak direhab (termasuk gereja katedral). Namun niat itu urung mengingat akan menghadapi kesulitan nantinya. Pada saat hari raya (Natal dan Paskah), umat katedral harus benar-benar waspada. Selalu saja ada gangguan kecil.

Setelah cukup lama kami berbicara, saya akhirnya memohon diri. Bapak itu kembali kepada keluarganya dan saya menuju parkiran motor. Saya tiba di rumah sekitar pukul 14.00. Saya langsung istirahat, mengingat besok saya masih berencana ke Sendangsono.

Jakarta, 21 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 26 Januari: St. Paula

SANTA PAULA, JANDA
Paula dikenal sebagai seorang wanita bangsawan Romawi. Sebagai seorang ibu rumah tangga, ia menjalankan kewajiban dengan penuh semangat cinta kasih. Kecuali itu, ia mengisi hari-hari hidupnya dengan suatu hidup yang saleh di hadapan Tuhan. Ketika ia memasuki umur 32 tahun, suaminya yang tercinta meninggal dunia. Sekarang ia sendiri harus bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam semua kebutuhannya, rohani dan jasmani. Pendidikan iman bagi anak-anaknya sungguh mendapat perhatian utama.

Selagi berada dalam kepedihan yang mendalam karena kematian suaminya, Tuhan mengetuk hatinya untuk suatu kehidupan bakti hanya kepada-Nya. Paula yang sudah biasa menjalin hubungan dengan Tuhan melalui doa-doanya, mendengarkan suara Tuhan itu. Ia lalu mengabdikan hidupnya kepada Tuhan dengan hidup menyendiri dalam kesunyian tapa dan karya-karya amal kasih. 

SantoHieronimus dimintainya untuk menjadi pembimbing rohaninya. Setelah menjalani hidup demikian selama tiga tahun, ia meninggalkan anak-anaknya yang sudah dewasa dan berangkat ke Tanah Suci bersama seorang putrinya Eustakia. Ia bermaksud untuk menetap di Betlehem, kota yang dimuliakan sebagai tempat kelahiran Yesus sang Penebus. Ia memberikan devosi khusus kepada Kanak-kanak Yesus dengan berdoa dan bermatiraga. Paula yakin bahwa orang yang tidak pernah merenungkan kehidupan Yesus selagi kanak-kanak, sulit untuk menghayati kebenaran-Nya. Cintanya kepada Yesus, kanak- kanak Suci, melebihi cintanya kepada anak-anaknya sendiri. Bila berada di gua Betlehem, hatinya terharu dan sambil menangis ia berdoa: Aku memberi Salam kepadamu hai Betlehem, rumah Roti Kehidupan, yang turun dari surga dan dilahirkan oleh Maria Perawan Yang Suci.
 
Kepada semua orang yang berziarah di Betlehem, ia menyediakan tempat penginapan dan dengan rajin melayani mereka. Untuk Santo Hieronimus dan para biarawannya, ia membangun sebuah rumah khusus. Rumah inilah yang kelak menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Paula meninggal dunia pada tahun 404 dalam usia 57 tahun.

Renungan Hari Minggu Biasa III - A

Renungan Hari Minggu Biasa III, Thn A/II
Injil     : Mat 4: 12 – 23

Bacaan pertama dan Injil hari ini memiliki keterkaitan langsung. Nubuat Nabi Yesaya dalam bacaan pertama diulangi Matius dalam Injilnya. Ini mau menunjukkan bahwa Yesus merupakan pemenuhan nubuat tersebut. Salah satu inti dari nubuat itu adalah bahwa Yesus akan menjadi Terang (Yes 9: 2; Mat 4: 16). Terang itu akan datang menerangi kegelapan. Orang yang tinggal dalam kegelapan akan menikmati terang itu. Ini berarti keselamatan.

Kisah Injil masih dilanjutkan dengan cerita pemanggilan Petrus dan Andreas. Sebelumnya dikatakan bahwa Yesus adalah Terang, yang berarti keselamatan. Dengan kata lain, Yesus datang untuk membawa keselamatan. Kisah panggilan Petrus dan Andreas ini masih berkaitan dengan keselamatan itu. Mereka dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Artinya, mereka diminta untuk juga menyelamatkan umat manusia. Karena itu, Injil hari ini dapat dibaca sebagai berikut: Yesus, yang adalah keselamatan, memanggil Petrus dan Andreas untuk menyelamatkan manusia.

Dalam bacaan kedua, Paulus, dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus, merefleksikan sosok Yesus sebagai Terang tadi. Bagi Paulus, kita yang sudah menerima terang, hendaklah tetap tinggal dalam terang itu. Paulus menghimbau jemaat untuk tidak kembali dalam kegelapan. Salah satu kegelapan yang muncul pada saat itu adalah perselisihan. Pangkal perselisihan adalah soal egoisme. Paulus mengajak jemaat untuk meninggalkan semua itu, karena Kristus adalah satu dan tak terbagi.

Bacaan liturgi hari ini sangat bagus untuk menjadi bahan permenungan kita saat ini. Kita disadarkan bahwa Yesus Kristus adalah keselamatan. Dia adalah Terang dalam kegelapan. Tuhan menghendaki agar keselamatan itu benar-benar dapat dinikmati oleh semua umat manusia. Oleh karena itu, Tuhan membutuhkan diri kita. Tuhan meminta kita untuk ambil bagian membawa Terang keselamatan itu di tengah kehidupan sehingga orang lain pun dapat merasakannya. Untuk itu, hendaklah kita selalu hidup dan tinggal dalam Terang itu; bukan dalam kegelapan.

by: adrian

Sabtu, 25 Januari 2014

Foto-fotoku Thn 2009 - 2010: Budaya







foto atas dan bawah: pakaian adat Minahasa







 Foto bersama anak murid yang pakai pakaian adat Asmat
 





Atas dan bawah: pakaian adat Sentani







 Atas dan bawah: foto bersama orang Paniai


Gadis-gadis cilik Toraja