Di penghujung
tahun 2016 lalu, media disibukkan dengan berita penistaan agama yang dilakukan
oleh Ahok, atau Basuki Tjahaya Purnama. Hal ini terkait dengan pernyataan Ahok
di Kepulauan Seribu pada bulan September 2016, yang oleh ulama Indonesia, atau
MUI, dinilai telah menistakan agama islam. Tak tanggung-tanggung, MUI memfatwa
Ahok telah melakukan penistaan terhadap agama dan ulama. Buah dari fatwa ini
adalah lahirnya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI). Gerakan ini
senantiasa memobilisasi massa untuk melakukan aksi demo membela agama. Setidaknya
sudah ada dua kali aksi bela islam.
Membela agama ini adalah merupakan satu panggilan bagi umat
islam, karena sudah diamanatkan oleh Allah dalam Al Quran. Ini dapat ditemukan
dan dibaca dalam surah Muhammad ayat 7, surah al Hajj ayat 40 dan surah al
Hadid ayat 25. Karena merupakan kewajiban, maka Buya Hamka pernah berkata, “Jika
diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.” Jadi, jika agama
islam sudah dihina, umat islam wajib membelanya. Agama islam di sini termasuk
juga Al Quran, Hadits dan Nabi Muhammad. Tidak ada batasan pelakunya; siapa
saja yang telah melakukan penistaan agama islam harus dilawan.
Dengan dasar pemikiran inilah maka pernyataan Ahok yang
dinilai telah melakukan penistaan agama membangkitkan semangat umat islam untuk
membela agamanya. Karena itu, tak heran jika aksi bela islam jilid 2 berhasil
mengumpulkan massa sekitar 1 juta umat islam. Pernyataan Ahok, dalam pidatonya
di Kepulauan Seribu, dianggap telah menistakan Al Quran. Ahok menyinggung surah
al Maidah ayat 51.
“Dibohongi pakai surah al maidah ayat 51, macam-macam itu.”
Demikian sepenggal pernyataan Ahok yang menyulut kontroversial. Dari pernyataan
itu, MUI seakan menafsirkan bahwa Ahok telah menyatakan bahwa surah Al Maidah
berbohong atau surah Al maidah ayat 51 itu adalah suatu kebohongan. Di samping
itu, MUI menilai Ahok telah melecehkan para ulama, karena menganggap ulama
berbohong ketika menyampaikan ajaran surah Al Maidah ayat 51.
Fatwa MUI kepada Ahok ini bukannya tanpa meninggalkan tanda
tanya besar. Banyak orang mempertanyakan dasarnya. Ada juga yang menyayangkan
fatwa itu, karena terkesan MUI gegabah atau telah dipolitisasi. Denny Siregar
pernah menulis pada akun facebook-nya,
“Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan
politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?”
Satu keanehan fatwa MUI ini ketika kita membandingkan
pernyataan Ahok dengan pernyataan Habib Rizieq, Imam Besar Front Pembela Islam
(FPI), dalam salah satu ceramahnya. Ceramah tersebut diupload di Youtube pada 7
November 2016; setelah kasus penistaan agama oleh Ahok meledak. Video ceramah tersebut dapat dilihat di sini. Dapat dikatakan
bahwa pernyataan kedua orang ini pada hakekatnya sama, hanya berbeda dalam
bentuk kalimat. Yang satu menggunakan kalimat pasif, yang lain kalimat aktif. Berikut
ini kita paparkan kalimatnya.