Rabu, 02 Juli 2014

Orang Kudus 2 Juli: St. Fransiskus Jerome

SANTO FRANSISKUS JEROME, IMAM
Fransiskus Jerome, atau dikenal juga dengan nama Fransiskus de Hieronimo, lahir pada 17 Desember 1642 di Grottaglie, Apulia, Italia. Ayahnya bernama Yohanes Leonard di Girolamo dan ibunya Gentilesca Gravina. Setelah memperoleh pendidikan di kolese Yesuit di Taranto dan kolese Vessu Gechio, Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada 18 Maret 1666 di Naples, Italia.

Setelah berkarya selama empat tahun, Fransiskus memutuskan untuk bergabung ke dalam kongregasi yang didirikan Ignasius Loyola. Pada 1 Juli 1670 ia diterima sebagai novisiat Serikat Yesus. Setelah satu tahun, Fransiskus dikirim dalam misi ke Otranto. Empat tahun ia berkaya dalam misi, akhirnya pimpinan memintanya untuk melanjutkan pendidikan teologi di Naples.

Fransiskus dikenal sebagai pengkhotbah. Ia rajin mengunjungi penjara dan mencari orang di tempat-tempat pelacuran dan gang-gang gelap untuk dibina menjadi manusia berguna bagi masyarakat. Khotbah-khotbahnya sungguh menarik dan karenanya ia banyak menobatkan orang-orang berdosa. Ia pernah menobatkan seorang wanita yang membunuh ayahnya dan kemudian melarikan diri ke luar negeri menjadi tentara. Fransiskus meninggal dunia pada 11 Mei 1716 di Naples, Italia. Pada 2 Mei 1806 ia dibeatifikasi oleh Paus Pius VII, dan pada 26 Mei 1839 ia dikanonisasi oleh Paus Gregorius XVI

Kembalikan Garudaku

Salah satu diskusi menarik di sela-sela masa kampanye pilpres adalah soal lambang Garuda Merah milik pasangan Prabowo-Hatta. Ketika sempat dipermasalahkan karena ada undang-undang yang melarang menggunakan simbol negara sembarangan, ada suara dari kubu Prabowo-Hatta yang mengatakan bahwa itu bukan burung garuda. Anehnya, salah satu lagu mars pasangan nomor satu ini jelas-jelas menyebut kata “Garuda”.

Dan akhirnya, masalah tersebut seperti menguap begitu saja. Simbol seperti “garuda” memang benar garuda, hanya dipoles menjadi merah. Karena itulah, dikenal dengan istilah “Garuda Merah”. Namun, apakah lantas masalah selesai?

Garuda kita adalah Garuda Pancasila. Garuda kita kaya akan nilai-nilai. Di dada Garuda kita ada lima simbol yang memiliki nilai tertentu. Simbol pertama adalah gambar bintang yang menampilkan nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini menyiratkan bahwa kita adalah warga yang percaya kepada Tuhan. Simbol kedua adalah gambar rantai yang menampilkan nilai kemanusiaan. Hal ini mau menyiratkan bahwa kita adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban. Simbol ketiga adalah gambar pohon beringin yang menampilkan nilai persatuan. Dengan ini kita diajak untuk menjaga keutuhan NKRI. Simbol keempat adalah gambar kepala banteng yang menampilkan nilai permusyawarahan. Di sini ada nilai dialog, menghargai dan menghormati perbedaan, dll. Simbol kelima adalah gambar padi kapas yang menampilkan nilai keadilan sosial.

Selain di dada burung Garuda kita, masih ada sebuah nilai luhur yang menggambarkan keindonesiaan kita. Persisnya di bawah, ada sebuah pita yang dicengkram kaki burung Garuda kita. Pada pita itu ada tulisan: BHINEKA TUNGGAL IKA. Simbol ini mau menyampaikan kepada kita bahwa Indonesia adalah negara yang plural, tapi kita adalah satu. Dengan kata lain, Garuda kita mengakui adanya pluralitas.

Akan tetapi, apa yang terjadi dengan “Garuda Merah”? Semua nilai-nilai yang ada di dalam Garuda kita dihilangkan. Garuda Merah telah menghilangkan nilai kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, kemanusiaan, kesatuan, permusyawarahan dan keadilan. Di samping itu, Garuda Merah menghapus makna pluralitas. Apakah ini berarti Garuda Merah tidak mengakui adanya keanekaragaman di negeri ini?

Mungkin terlalu naïf jika saya berpikiran demikian. Namun, pertanyaan yang selalu mengusik akal sehat saya adalah kenapa Garuda kita yang sudah begitu bagus dan kaya akan nilai-nilai luhur harus diganti dengan Garuda Merah. Kenapa, demi sebuah warna (yaitu merah), orang begitu seenaknya saja menghilangkan nilai-nilai luhur Garuda kita?

Kita sadar bahwa salah satu tantangan bangsa ini adalah kurangnya penghayatan akan nilai-nilai luhur yang ada pada Garuda kita. Pancasila seakan kehilangan power-nya, dan Garuda kita menjadi semakin lemah. Mungkin situasi ini menjadi inspirasi lahirnya Garuda Merah. Karena sudah buram niai-nilainya, maka sekalian saja dihapus dengan warna merah sehingga menjadi Garuda Merah.

Jika memang demikian, tentulah saya akan menolak. Keburaman nilai-nilai yang ada pada Garuda kita bukan menjadi alasan untuk menghapusnya. Justru kita harus membangkitkannya kembali. Karena itulah, perlu diadakan revolusi mental supaya nilai-nilai luhur yang ada pada Garuda kita kembali tumbuh di negeri ini. Kita harus mengembalikan Garuda kita ke jati dirinya yang sebenarnya.

Tugas mengembalikan nilai-nilai luhur itu bukan hanya tugas para pemimpin negeri ini saja, melainkan tugas semua warga. Kita semua, sesuai dengan peran kita masing-masing, bahu membahu mewujudkan nilai-nilai luhur tersebut. Dengan mewujudkan nilai-nilai luhur itu, secara tidak langsung kita sudah mengembalikan Garuda kita.

Mari kita singkirkan merah di Garuda kita sehingga Garuda kita kembali menjadi Garuda Pancasila.
Jakarta, 1 Juli 2014
by: adrian


Baca juga:

4.      Iklan Politik ARB
5.      Prabowo Menggugat

Renungan Hari Rabu Biasa XIII - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa XIII, Thn A/II
Bac I    Amos 5: 14 – 15, 21 – 24; Injil          Mat 8: 28 – 34;

Injil hari ini mengisahkan pengusiran roh jahat atas dua orang di daerah Gadara. Dikatakan bahwa dua orang tersebut sangat berbahaya sehingga orang di kampung itu takut pada mereka. Dalam Injil tidak terlihat bahwa Tuhan Yesus mengusir roh jahat itu, melainkan mempersilahkan mereka pergi sesuai dengan kemauan mereka. Peristiwa pengusiran ini menjadi berita heboh di kampung itu. Mereka tahu bahwa Yesus datang membawa kebaikan (roh jahat diusir). Akan tetapi, mereka justru menolak-Nya. “Merekapun mendesak, supaya Ia meninggalkan daerah mereka.” (ay. 34). Menolak Yesus berarti menolak juga warta kebaikan yang ditawarkan-Nya.

Sikap orang-orang Gadara di atas sangat bertentangan dengan pesan Kitab Nabi Amos dalam bacaan pertama hari ini. Secara eksplisit Amos menasehati pembacanya untuk mencari “yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup.” (ay. 14). Kitab Amos menegaskan bahwa Allah sangat mengharapkan tegaknya keadilan dan kebenaran (24). Karena itu, Allah menghendaki agar umatnya senantiasa mengusahakan keadilan dan kebenaran dalam hidupnya.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama menyadarkan kita bahwa Tuhan menghendaki adanya keadilan dan kebenaran dalam hidup manusia. Manusia mempunyai kedudukan yang sama di mata Tuhan. Tuhan mau agar tidak ada penyingkiran satu sama lain. Hanya setan saja yang menghendaki supaya manusia saling menyingkirkan. Karena itu, Tuhan datang ingin menyingkirkan roh jahat yang mengasingkan manusia dari lingkungannya (seperti dalam kisah Injil). Maka dari itu, Tuhan menghendaki kita untuk selalu mencari dan melaksanakan kebaikan dan kebenaran. Hendaklah kita menyingkirkan kuasa jahat yang menuntun kita hidup dalam sikap benci dan permusuhan dengan sesama.

by: adrian