Dan Dia telah
menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan malam dan siang bagimu. (QS
14: 33)
Al-Qur’an
diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan
kepada Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara
kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah
yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama
Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa
yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah kata-kata Allah SWT sendiri. Dan karena
Allah itu maha benar, maka apa yang dikatakan-Nya adalah sebuah kebenaran.
Allah sendiri telah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran yang meyakinkan
(QS al-Haqqah: 51). Karena itu, umat islam menilai segala sesuatu yang tidak
sesuai dengan Al-Qur’an adalah suatu kebohongan. Al-Qur’an telah menjadi tolok
ukur kebenaran. Jadi, jika dalam Al-Qur’an dikatakan 1+1=5, umat islam percaya
itu benar dan kitab lain yang mengatakan hasilnya 2 adalah palsu.
Umat
islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran
yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa
dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun
jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga
mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya
para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini
dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah
menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah
jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah
sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran.
Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan
kehendak Allah sendiri.
Berangkat
dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah Ibrahim ayat 14 di atas merupakan
perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad
mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh
Muhammad SAW. Memang tidak seluruh kutipan di atas merupakan asli perkataan
Allah. Frasa “dalam orbitnya”, yang berada dalam tanda kurung, dapat dipastikan
merupakan tambahan kemudian yang berasal dari tangan manusia. Sejatinya frasa
itu tidak pernah diucapkan oleh Allah. Karena Allah sudah memudahkan wahyu-Nya,
maka dengan sangat mudah pula umat islam menafsirkan kutipan kalimat Allah di
atas. Mereka mengatakan bahwa Allah telah mengatur peredaran matahari dan bulan
sehingga terciptalah siang dan malam. Dengan kata lain, peredaran matahari dan
bulan itu membuat munculnya siang dan malam. Dan umat islam mengklaim itu
sebagai kebenaran.
Klaim tersebut memang benar, tapi bukan tanpa masalah. Jika wahyu Allah di atas diletakkan pada konteksnya, maka akan muncul beberapa persoalan. Pertama, siapa yang “telah menundukkan matahari dan bulan”? Memang tafsiran atas kata ganti “Dia” adalah Allah, tapi haruslah dikatakan bahwa itu bukanlah Allah yang berbicara. Ingat, kalimat “Dia telah menundukkan matahari dan bulan …” diucapkan oleh Allah kepada Muhammad. Ibaratnya saya mengatakan kepada Anda, “Dia telah memasak kue itu.” Dapat dipastikan saya berbeda dengan dia. Yang memasak kue itu bukan saya, tapi dia. Demikian halnya dengan kutipan kalimat di atas. Allah yang telah menundukkan matahari dan bulan adalah berbeda dengan Allah yang berbicara. Karena itu, di sini terlihat ada DUA Allah.