Suatu hari Sang Guru bercerita, "Seorang
bapak mempunyai dua orang putra. Penampilan kedua putranya ini berbeda satu
sama lainnya. Putra pertama selalu tampil keren, rapi dan bersih. Kalau keluar
dari kamar, bagian bawah bajunya selalu diisi dalam celana. Isi dalam,
istilahnya. Tak ketinggalan aroma minyak wangi selalu mengiringi kemana pun dia
pergi.
Penampilannya
ini bertolak belakang dengan adiknya. Setiap kali keluar dari kamar tak pernah
berpenampilan rapi dan bersih. Rambut acak-acakan seperti tak tersentuh sisir. Pakaian
itu-itu saja, lusuh dan terlihat kusam. Penampilan ini bukan hanya saat di
rumah, tetapi juga ketika ke luar rumah. Jika abangnya selalu diiringi dengan
aroma minya wangi, dia diiringi dengan aroma bau badan.
Suatu
hari, ketika mereka dua tidak ada di rumah, bapaknya masuk ke kamar mereka
masing-masing. Dia buka kamar anaknya yang pertama. Ketika pintu terbuka lebar,
sang ayah kaget bukan kepalang menyaksikan situasi kamar anaknya yang pertama
itu. Kamar itu bak kapal pecah; sangat berantakan. Kertas, buku, pakaian kotor,
puntung rokok dan abu rokok serta perkakas lainnya berserakan di lantai, di
atas kasur dan meja kerjanya. Warna dinding, yang semulanya putih, kini
terlihat seperti abu-abu.
Ranjang
tak tertata rapi. Selimut tidak dilipat dan seprei tak dirapikan. Perlahan dia
mendekati lemari pakaian. Segera dia buka pintu lemari. Tiba-tiba saja jatuh
setumpuk pakaian. Dia tak tahu apakah itu pakaian kotor atau bersih. Ternyata kondisi
dalam lemari tak jauh beda dengan kamar: sangat berantakan. Buru-buru dia
masukkan lagi pakaian itu ke dalam lemari.
Sang
ayah segera meninggalkan kamar putranya itu, dan berjalan menuju kamar anaknya
yang kedua. Sejenak di depan pintu dia berpikir, “Yang penampilan rapi saja
sudah begini, bagaimana yang penampilan kacau. Pasti lebih parah.” Tanpa menunggu
lama, takut putranya keburu pulang, dia membuka pintu kamar itu.
Ketika
pintu terbuka lebar, sang ayah kaget bukan kepalang menyaksikan situasi kamar
anaknya yang kedua itu. Kondisi kamar itu bukan sekedar bersih, tetapi juga
tertata rapi. Tidak ada sampah berserakkan di lantai. Buku-buku tertata di rak
buku dan sebagian di atas meja. Warna dinding masih seperti warna semula; di
dinding tertempel gambar hiasan membuat pemandangan kamar jadi indah. Tempat tidurnya
pun terlihat rapi.
Cukup
lama sang ayah berdiri termangu kagum melihat situasi kamar anaknya yang kedua
itu. Kemudian di berjalan menuju lemari pakaian. Perlahan dia buka pintu lemari
itu. Sontak aroma wangi menyebar dari dalam ruang lemari. Pakaian tertata rapi
berdasarkan jenisnya meski sebagian besar tidak tersentuh setrika. Sang ayah
sungguh terkagum-kagum dibuatnya.
Tanpa
menunggu lama, segera sang ayah keluar dari kamar. Dia tak habis pikir melihat
fenomena anaknya."
Pertanyaan
muncul: dari dua anak tersebut, siapakah yang lebih berkenan di hati ayahnya.
Koba,
29 Agustus 2017
by: adrian