Senin, 01 Juni 2015

Orang Kudus 1 Juni: St. Pamphilus Sesarea

SANTO PAMPHILUS SESAREA, MARTIR
Pamphilius lahir di Berytus, Phoenica (sekarang: Beirut, Lebanon) pada tahun 240, dari sebuah keluarga terkemuka dan kaya. Pamphilius mempunyai minat dan bakat besar dalam masalah-masalah sekular di Berytus sambil meneruskan studi teologi di Sekolah Kateketik Aleksandria yang tersohor namanya di bawah bimbingan Pierius, pengganti Origenes. Dari Aleksandria ia pergi ke Sesarea, ibukota Palestina. Tak lama setelah ia tiba di Sesarea, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agapius. Ia menetap di sana dan teguh membela iman Kristen selama masa penganiayaan orang-orang Kristen sampai hari kematiannya sebagai martir sekitar tahun 309/310.
Pamphilius seorang imam, dosen, ekseget dan pengumpul buku-buku yang bernilai tinggi. Dengan buku-buku yang berhasil dikumpulkannya, ia mengorganisir dan mengembangkan perpusatakaan besar yang telah dirintis Origenes. Perpustakaan ini berguna sekali bagi berbagai studi tentang Gereja. Dengan keahliannya di bidang teologi dan Kitab Suci, ia membimbing sekelompok pelajar dalam studi Kitab Suci. Eusebius, salah seorang muridnya – yang kemudian dijuluki Bapa Sejarah Gereja – sangat akrab dengannya. Bersama dia, Pamphilius menulis sebuah biografi tentang gurunya (buku biografi ini telah hilang) sambil terus mengembangkan perpustakaan Sesarea  di atas. Ia memusatkan perhatian pada pengumpulan teks-teks Alkitab beserta komentar-komentarnya sehingga koleksinya menjadi sumber informasi penting bagi penerbitan suatu versi penulisan Kitab Suci yang secara tekstual lebih tinggi daripada versi-versi lainnya pada masa itu. koleksi teks-teks Kitab Suci dan buku-buku lainnya di dalam perpustakaan ini merupakan sumbangannya yang utama bagi Gereja, karena memberikan data yang lengkap dan terpercaya tentang literatur-literatur Kristen perdana. Karya Santo Hieronimus dan Eusebius di bidang Sejarah Gereja dan Kitab Suci didasarkan pada informasi yang disediakan di dalam perpustakaan Pamphilius ini. Sayang sekali bahwa perpustakaan ini dan semua buku yang ada di dalamnya dirusakkan oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh.
Kira-kira antara tahun 307 dan 308 Pamphilius ditangkap, dipenjarakan dan disiksa karena imannya. Sementara berada di penjara, ia bersama Eusebius – yang juga dipenjarakan – menulis sebuah apologi untuk membela Origenes; sebagian fragmen dari tulisan ini kini masih ada. Karena ia menolak untuk membawa korban persembahan kepada dewa-dewa kafir selama aksi penganiayaan oleh Maiminus Daza, ia dipenggal kepalanya antara tahun 309 atau 310.
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Baca juga riwayat Orang Kudus hari ini:

Renungan Hari Senin Biasa IX - Thn I

Renungan Hari Senin Biasa IX, Thn B/I
Bac I  Tob 1: 1a, 2a, 3; 2: 1b – 8; Injil          Mrk 12: 1 – 12;

Kedua bacaan liturgi hari ini memiliki kesamaan. Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Tobit, mengisahkan cerita tentang Tobit. Diceritakan bahwa Tobit hendak bergembira merayakan Hari Raya Pentakosta. Jamuan makan yang baik sudah di depan mata. Tentulah suasana hatinya sukacita. Namun seketika sukacita itu hilang ketika didapat kabar ada warga sebangsanya mati dibunuh dan mayatnya dibiarkan begitu saja. Setelah mengurus mayat itu, Tobit menikmati perjamuan itu dengan sedih hati. Hal ini selaras dengan nubuat Nabi Amos, “Hari-hari rayamu akan berubah menjadi hari sedih dan segala nyanyianmu akan menjadi ratap!” (ay. 6).
Nubuat Nabi Amos, sebagaimana dikutip oleh Tobit, kembali terlihat dalam kisah perumpamaan yang diceritakan Tuhan Yesus dalam Injil. Pengalaman Tobit disejajarkan dengan pengalaman tuan si empunya kebun anggur. Dia seharusnya bergembira karena musim panen sudah tiba. Dia ingin menikmati hasil panenannya. Namun yang terjadi adalah para penggarap menguasai kebun anggurnya. Mereka tidak mau menyerahkan hasil panenan kepada pemilik kebun. Malah mereka berusaha menghalanginya. Para hamba, yang diperintah untuk mengambil hasilnya, dibunuh. Bahkan anaknya yang terkasih pun mengalami nasib serupa.
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa jalan hidup itu terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita. Terkadang di saat kita hendak menikmati sukacita, datanglah dukacita; di saat kita hendak meraih sukses, masih saja ada penghalang. Ini merupakan bagian dari kehidupan. Karena itu, hendaklah kita jalani saja. Seperti Tobit yang menikmati perjamuan itu dengan hati sedih. Artinya, sekalipun ia menikmati sukacita, ia tidak lupa juga akan dukacita.***
by: adrian