Setelah
dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan beberapa
kebijakan yang dinilai banyak orang sangat kontroversial. Salah satu kebijakan itu
adalah larangan memasuki Negara Amerika Serikat bagi imigran dari 7 negara
islam. Ketujuh negara itu adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan
Yaman. Tidak menunggu waktu lama, aksi protes pun melanda beberapa lokasi di
Amerika. Mereka menentang kebijakan Trump tersebut. Tak kalah menarik, dunia
pun mengecamnya.
Ada kesan
bahwa mereka yang protes hanya sekedar protes, dan menilai bahwa aksi protes menggambarkan
aspirasi seluruh rakyat Amerika. Padahal, sebuah suvei merilis bahwa lebih dari
separuh rakyat Amerika setuju dengan kebijakan tersebut. Di samping itu,
kebijakan Trump itu bukanlah kebijakan permanen. Penerapan larangan itu memiliki
batasan toleransi waktu. Artinya, larangan itu tidak berlaku selamanya;
bahkan tidak sampai 1 tahun. Akan tetapi, pihak yudikatif mengambil keputusan
membatalkan kebijakan Trump tersebut.
Satu
pertanyaan atas masalah ini adalah KENAPA. Kenapa Trump mengeluarkan kebijakan
larangan itu, dan kenapa segelintir warga memprotesnya? Tak bisa dipungkiri
bahwa dasar tindakan kedua pihak ini (Trump dan warga anti) adalah kemanusiaan.
Trump mau membela kemanusiaan warga Amerika, sedangkan warga membela
kemanusiaan universal. Warga memakai pola pikir awam, yaitu belas kasih
mendahului kejadian; sementara Trump memakai pola pikir militer, yaitu sedia
payung sebelum hujan, mencegah lebih baik daripada kejadian.
Yang
menjadi dasar kebijakan Trump adalah terorisme. Karena itu, setelah keluar
keputusan dari pengadilan yang membatalkan kebijakan pemerintah itu, Trump
langsung menyatakan bahwa jika ada aksi teroris di Amerika, pihak pengadilanlah
yang pertama kali disalahkan. Lewat kebijakan larangan itu, Trump mau
melindungi warga Amerika dari bahaya terorisme. Karena itu, sebelum muncul aksi
teror yang merugikan warga dan negara, adalah bijak jika dicegah terlebih
dahulu. Salah satu tindakan pencegahannya adalah dengan melarang imigran dari 7
negara islam.
Dalam
kebijakan larangan itu Trump bukan anti islam atau orang islam, sebagaimana
yang sering disuarakan banyak pihak. Trump anti terhadap terorisme bukan islam,
meski islam tak bisa dipisahkan dengan terorisme. Sikap Trump ini terlihat
bahwa dia masih menjalin relasi dengan negara-negara islam lainnya. Negara Arab
Saudi dan Uni Emirat Arab tidak dikenakan larangan masuk ke Amerika Serikat. Trump mengantisipasi politik perang Kuda Troya. Kemanusiaan dan belas kasih adalah Kuda Troya bagi umat muslim radikal untuk masuk ke Negeri Paman Sam ini. Dan kita semua tahu bagaimana kelanjutan kisah Kuda Troya.
Memang,
dalam kebijakan Trump tersebut akan muncul kesan bahwa islam itu adalah agama teroris.
Namun, kiranya kesan ini tidaklah terlalu berlebihan. Mark Gabriel pernah
berkata, “Islamlah yang ada di balik terorisme, bukan muslim. Muslim adalah
korban. Bahkan anak-anak muda berusia 19 tahun yang membajak pesawat dan
terbunuh saat itu – mereka adalah korban. Penjahatnya adalah islam.”